Rara merasakan tubuhnya panas. Entah ini karena efek minuman keras yang diminumnya tadi atau karena kegiatan bergairah yang sekarang lagi ia lakukan. Entahlah. Harusnya tadi ia tidak perlu menantang pria di depannya ini. Dibenaknya hanya ingin bermain-main, karena sepertinya Jin He adalah tipe pria yang polos. Dari segi penampilan pun, tergolong rapi dan sopan. Tapi siapa yang mengira, tantangan itu diterima oleh Jin He. Ciuman yang mereka lakukan dalam sekejap saja sudah berubah menjadi decapan-decapan yang terlalu sulit untuk dihentikan. Rara telah memancing di air keruh. Ia sudah membangkitkan sisi liar pria itu.
Meski terkejut karena reaksi yang dihasilkan sangat berbeda dari yang diharapkan, tapi anehnya Rara justru tidak menyesali ini. Ia menikmatinya. Sangat menikmatinya.
Sejak turun dari mobil, Jin He tidak mau membuang waktunya. Pria tinggi itu langsung mengangkat tubuh Rara yang memang lebih kecil dibandingkan dirinya dalam gendongan. Membiarkan kedua kaki wanita itu melingkar di pinggulnya yang kokoh. Tentu saja Rara memekik dan seketika itu pula kedua tangannya mengalungi leher Jin He agar tidak jatuh.
Bibir Jin He mencari bibir Rara. Merasakan jejak-jejak minuman yang wanita itu minum tadi. Lidahnya memaksa masuk ke mulut Rara. Mereka saling berbagi saliva.
Dengan hati-hati pria itu berjalan setapak demi setapak menuju pintu rumah supaya mereka berdua tidak terjatuh.
"Kunci di saku belakang, Ra. Bisakah kau mengambil dan membuka pintu? Aku sudah tidak sabar untuk memasukimu. " Ujar Jin He pada Rara disela-sela ciuman mereka.
Salah satu tangan Rara merambat ke kantong celana Jin He. Mengambil kunci itu. Ia juga menepuk bokong milik pria itu.
"Bokongmu seksi," bisik Rara setengah mengikik.
"Ada yang lebih seksi daripada itu." Balas Jin He lagi sambil menyeringai. Netra hitamnya melihat ke arah wajah Rara yang merah dan ia menyukainya. Oh jangan lupa dengan hidung mancung wanita itu. Mahakarya besar dari seorang Jin He.
Jin He langsung masuk ke dalam rumah sesaat setelah Rara sukses membuka pintu rumahnya. Ia menutup kembali pintu itu menggunakan kaki dan kembali menyibukkan diri dengan menciumi bibir Rara, seolah bibir ranum perempuan itu adalah madu yang berapa kalipun ia kecup, manisnya tidak hilang bahkan setetes pun.
"Bagaimana kalau kita memulai permainan ini di sini?" Jin He menunjuk dinding rumahnya yang bercat putih dengan dagunya.
Salah satu alis Rara terangkat, lantas ia menarik sudut bibirnya. "Sepertinya akan seru."
Jin He kemudian tertawa. Gairahnya akan perempuan di depannya ini sudah mencapai ubun-ubun. Milik dibawahnya juga sudah keras, bahkan sejak ia mencium bibir Rara di pub tadi. Ia menurunkan tubuh Rara dan mendorong tubuhnya ke dinding. Bibirnya beralih menuju ceruk leher wanita itu dan menciumnya dengan penuh napsu. Meninggalkan jejak kepemilikannya di sana. Biarlah jika nanti Rara marah, ia sudah tidak peduli.
Rara melenguh nikmat saat tangan besar milik pria di depannya itu menyusup masuk ke dalam bajunya. Mengusap punggungnya dengan penuh hati-hati lalu bergerak ke arah depan. Ia menahan napasnya beberapa detik saat tangan besar itu sudah menemukan tujuannya. Tangan Jin He menaikkan salah satu cup branya kemudian menangkup dadanya. Memijat gumpalan daging miliknya yang anehnya sangat pas untuk ukuran tangan pria itu. Tidak lupa juga ia memilin putih yang sudah mengeras sejak tadi.
Ini adalah kali pertamanya Rara merasakan sensasi bercinta seperti ini. Gairah tubuhnya meledak-ledak dan harus segera dikeluarkan. Rara akui kalau Jin He adalah pria yang pintar untuk urusan seperti ini. Bahkan Gunawan yang sudah sering bercinta dengannya tidak mampu menandingi pria ini.
Rara tidak mau kalah. Salah satu tangannya merambat ke bawah. Mencari milik pria itu kemudian meremasnya dari luar celana denimnya. Dan pria itu pun menggeram nikmat sekaligus menahan kesakitannya.
"Punyamu ternyata besar," ucap Rara setelah membandingkan dengan punya Gunawan.
"Yah! Besar karena ulahmu."
Rara memekik kaget saat dalam sekali hentakan Jin He menarik dirinya menuju sofa.
"Tempat kedua."
Jin He mendudukkan dirinya di kursi panjang itu dan menyuruh Rara untuk duduk dipangkuannya dan saling berhadapan. Dalam keadaan seperti ini, jelas Rara sangat merasakan milik pria itu yang sudah sangat mengeras dan tegang.
Dengan sigap Jin He membuka bajunya dan membuang ke sembarang arah, lantas membuka kancing baju milik Rara satu persatu. Ketika mulut Jin He terbuka, langsung saja Rara meraupnya. Tangan Jin He melepaskan pengait branya. Seketika itu pulalah pertahan pertama Rara lepas.
"ARGH... Jin He—" Pekik Rara tertahan. Badannya membusung ke atas ketika Jin He mengulum dadanya silih berganti, menggigit puting miliknya dan mencetak tanda-tanda di sana yang Rara yakini tidak akan hilang dalam semalam.
Rara sudah tidak tahan. Ia ingin meledakkan diri sekarang juga. Pinggulnya ia gesekkan ke arah milik Jin He.
Disela-sela kuluman, pria itu mengejek dirinya. "Jadi siapa yang akan kalah dalam permainan ini, hm?"
Rara membuang wajahnya. Ia benci mengakui kalau ia memang sangat menginginkan pria ini untuk masuk ke dalam miliknya. Menghujamnya berkali-kali tanpa ampun.
"Ku mohon..." Jin He melihat netra Rara yang sudah sayu dan bercampur dengan kilatan napsu yang telah ditahannya sejak tadi. Pun dengan Jin He. Ia sudah sangat tidak sabar untuk mengobrak-abrik milik Rara. Membiarkan miliknya dicengkram kuat-kuat oleh milik perempuan itu. Ia sudah membayangkan bagaimana nikmatnya.
Dalam sekali gendongan, Jin He membawa tubuh Rara menuju tempat ke tiga. Dijatuhkannya tubuh perempuan itu di atas kasur yang langsung menciptakan gelombang naik turun. Tidak ingin membuang waktu, ia langsung melepaskan pertahanan terakhir Rara, begitu juga dengannya.
Lagi-lagi Rara menahan napas melihat pemandangan di depannya. Milik Jin He begitu besar dan akan segera memasuki dirinya. Ia menelan salivanya berkali-kali.
"Setelah ini ku pastikan kau akan selalu memikirkan ku." Ujar Jin He. Kedua jarinya ia masukkan ke dalam miliknya dan bermain-main di sana.
"Rupanya kau sudah basah sedari tadi ya?" Jin He melepaskan jarinya dari sana lalu menjilatinya.
"Here we go,"
Milik Jin He lantas dimasukkan ke dalam milik Rara.
Rara merasakan teramat sakit pada miliknya saat dimasuki milik Jin He yang besar itu.
Jin He sudah merasakan cengkraman nikmat menghujani miliknya. Tapi melihat Rara yang kesakitan, ia menunda terlebih dahulu ritmenya. Mengecup pelipis perempuan itu lalu beralih ke bibir ranumnya. Mengurangi rasa sakit Rara dan membiarkan milik perempuan itu beradptasi terlebih dahulu dengan miliknya.
"Boleh kumulai?" tanyanya yang dibalas dengan anggukan kepala.
Kesakitan yang Rara alami tadi seketika berubah menjadi nikmat yang tidak bisa ia cerna dengan kata-kata saat milik Jin He menghujamnya berkali-kali. Ritme pergerakan Jin He pun teramat cepat hingga dirinya harus memeluk tubuh putih pria itu agar tidak kehilangan arah.
Jin He sedikit meringis saat kuku tajam milik Rara menancap pada punggungnya. Perempuan ini sudah berada di titik puncak kenikmataannya.
"Apakah kau sedang subur?" tanya Jin He. Ia perlu menanyakan ini juga. Tapi semisal benihnya yang akan ia tanam berhasil, tak ada masalah untuknya.
Rara menggelengkan kepala yang dibalas dengan kecupan singkat sebelum Jin He bergerak lagi.
"AAKHHH... aku akan keluar," Rara mengerang. Pun dengan Jin He yang miliknya telah diremas dengan begitu nikmatnya oleh otot-otot milik Rara.
Pekikan terakhir dari Rara menjadi bukti dari meledaknya mereka berdua bersama-sama.
"Aku menyukaimu, Rara." Jin He mengecup kening Rara dan tersenyum ke arahnya. Tubuh wanita itu telah basah oleh keringat.
Penyatuan ini entah mengapa membuat Rara begitu bahagia dan merasakan relaks. Sikap Jin He juga membuatnya seolah begitu... dicintai.
Rara membuang wajahnya karena jujur saja, wajah seksi pria di depannya ini begitu menggoda.
"Ayo kita tidur."
***
Jin He bangun ketika menyadari kasur sebelahnya telah kosong dan dingin. Ia mengubah posisi menjadi duduk. Mengamati sekeliling dan tidak mendapati apapun. Gemericik air di kamar mandi juga tidak terdengar. Rara telah pergi meninggalkannya.
Jari panjangnya lantas mencari kontak Rara di ponsel dan menekan tombol panggil. Ia berang sekaligus kalut.
"Kau di mana?" Suaranya yang parau langsung memborbadir wanita diseberang itu setelah panggilan yang ketiga.
"Aku akan pulang ke Indonesia."
"Kau akan meninggalkanku setelah apa yang kita lakukan semalam?" Jin He menyugar rambut hitamnya frustasi.
Rara berdecak di ujung telepon. "Oh ayolah Jin He! Semalam hanya kesenangan kita. Tidak akan ada yang berlanjut setelah itu."
Tidak. Jin He menolak itu.
"Bukankah sudah ku katakan kalau aku menyukaimu? Bahkan setelah pergulatan semalam, aku yakin kalau perasaan ini nyata."
Perempuan itu bungkam.
"Aku akan mengejarmu kemana pun. Bahkan ke neraka sekalipun!"
Setelahnya Jin He menutup panggilan itu. Ia bergegas bersiap diri dan akan menyusul Rara. Kali ini ia tidak mau kehilangan lagi.
Bruk... Jin He terjatuh dari ranjang. Ternyata hanya mimpi. Ia melihat sekitarnya. Barang-barang Rara masih ada di kamarnya. Jin He bernapas lega.