Selama ini Irma sudah berusaha mempertahankan pernikahannya walau sering dikhianati. Irma juga manusia biasa yang memiliki hati dan perasaan. Kejadian tadi menyadarkan Irma bahwa pernikahannya sudah tak sehat dan tak bisa dipertahankan lagi.
"Mami akan cerai sama papi tapi bukan sekarang," kata Tatjana menyulut emosi Tita.
"Lo gimana sich kak? Kemaren-kemaren lo maksa mami buat cerai sama papi. Maminya udah mau lo bilang bukan sekarang. Plin plan banget jadi orang." Tita memprotes Tatjana.
"Mami akan cerai ketika karier papi sudah hancur. Disaat papi terpuruk mami minta cerai. Biar lelaki tua itu sadar saat dia bukan siapa-siapa lagi tak ada keluarga disampingnya," ucap Tatjana berapi-api.
"Maksud kamu apa kak? Jangan bilang kamu akan menghancurkan papi? Sejahat apa pun papi dia tetap ayah kamu. Darah lebih kental daripada air. Biar Allah yang membalas semua perbuatan papi. Mami ikhlas kak. Mungkin ini takdir mami."
"Tunggu pembalasan Tuhan lama banget mi. Biarlah aku berikthiar membalas semua perbuatan papi sama mami. Jika terus dibiarkan papi semakin menjadi jadi. Sudah terlalu banyak orang yang disakiti dan dizalimi papi. Gundik sok kuasa itu akan aku beri pelajaran."
"Aku setuju dengan pendapat kakak. Aku udah muak liat papi dan aku sakit hati banget sama gundik itu. Masa dia lebih berkuasa daripada Mami. Aku seribu persen setuju kakak memberi pelajaran buat papi dan gundik itu." Tita menyetujui ide gila Tatjana.
"Tadi aku mampir ke kantor papi sebelum kesini. Aku sudah peringatkan papi sayangnya papi menabuhkan genderang perang denganku. Kami bertengkar hebat. Maafkan aku telah menyakiti suami mami."
"Apa yang lo lakukan kak?" Tita kepo.
"Gue tadi ditampar papi dan gue mukul kepala papi pake asbak rokok. Papi babak belur kayak mami dan mungkin dirawat di rumah sakit."
Irma dan Tita shock. Mulut mereka menganga. Seorang Tatjana Putri Gunawan bisa barbar? Dimana kelembutan dan keramahannya selama ini? Satu hal yang disadari Irma jika anak sulungnya telah berubah dan bukan gadis lemah seperti dulu.
Dering Iphone Tatjana memekakkan telinga. Tatjana segera mengangkat panggilan si penelpon.
Si penelpon melaporkan bahwa Rara berada di rumah sakit menemani Gunawan. Tatjana tertawa jahat setelah menerima laporan. Senyum terukir dari bibirnya.
"Kenapa lo senyum-senyum kak?" Tita menatap Tatjana curiga.
"Papi dirawat di rumah sakit dan gundik sialan itu ada disana."
"Lantas kenapa kamu senang gitu kak?" Irma menatap Tatjana ngeri. Ia melihat sisi lain dari anaknya.
"Mau kasih hidangan pembuka untuk gundik itu sebelum kasih hidangan utama."
"Maksudnya?"
"Mami aku ijin sebentar menemui mereka. Berikan restu mami biar semua pelajaran ini bisa mereka terima dengan baik."
"Maksud lo apa kak?" Tita tak mengerti arah pembicaraan Tatjana.
"Pergilah kak. Wakilkan mami melepaskan sakit hati pada mereka berdua."
Tatjana pergi menuju rumah sakit tempat Gunawan dirawat. Irma sudah memberinya restu. Ketika sudah sampai di depan kamar perawatan Tatjana membuka pintu kamar namun terkunci dari dalam.
Gunawan dirawat di ruang VVIP. Kamarnya memiliki kunci pintu digital. Sebagai seorang ahli IT bukan suatu hal yang sulit untuk membobol pintu digital. Tatjana mengambil smartphone. Jari tangannya bermain mengotak atik smartphone. Tatjana membobol CCTV rumah sakit terlebih dahulu sebelum membobol pintu kamar perawatan Gunawan. Ia tak mau ketahuan jika membobol pintu kamar Gunawan. Setelah berhasil mematikan CCTV sekitar ruangan perawatan Tatjana segera membobol kunci pintu digital. Tak butuh waktu lama pintu sudah tak terkunci. Tanpa mengeluarkan suara Tatjana memasuki ruangan Gunawan.
Tatjana murka mendengar percakapan Gunawan dan Rara. Tak hanya sukses sebagai pelakor Rara juga sukses sebagai tukang hasut.
"Saya akan memberi mereka pelajaran," ucap Gunawan lantang.
"Kalo perlu jangan kasih nafkah buat Irma. Biar dia kapok dan ga berani bantah daddy lagi. Mana dia bisa hidup tanpa uang daddy."
"Kamu benar sayang. Aku akan melakukan seperti yang kamu katakan." Gunawan memeluk Rara erat.
"Dasar gundik ga tahu malu," maki Tatjana murka. Mulutnya sudah gatal ingin mengatai dan menampar Rara.
Gunawan dan Rara melepaskan pelukan mereka. Gunawan mengucek matanya memastikan tak salah liat.
"Tatjana," panggil Gunawan lirih.
Tatjana memandang tajam pada Rara. Matanya bak mata pisau yang siap mengiris wajah oplas Rara. Ini sosok sang gundik? Tatjana memandangi Rara dari ujung kepala sampai ke ujung kaki.
Tatjana berdecih meremehkan Rara. Ternyata selera papinya sangat rendah. Rara tak berani menatap Tatjana. Sorot tajam dari Tatjana membuat nyalinya ciut. Rara melihat Tatjana berbeda dengan Irma. Tatjana sosok yang kuat dan tidak lemah seperti ibunya. Jika Gunawan saja KO apalagi dirinya.