Pada hari pertamanya menikah, sungguh kenikmatan dan keindahan yang tiada terkira bagi Alma. Mas Lazuardi juga sangat baik kepadanya. Selalu mengutamakan dan memproritaskan dirinya. Meski kalau masalah pekerjaan, lelaki itu tak bisa diganggu gugat.
Pada tiga hari cuti pernikahan mereka berdua, Mas Lazuardi selalu mengajaknya jalan-jalan. Entah ke pantai, ke taman hiburan, atau sekedar ke taman untuk menikmati es krim di senja hari.
"Apakah kamu senang?" tanya Mas Lazuardi kepadanya di taman.
"Tentu saja, Mas. Aku memiliki Mas Lazuardi,"
Lelaki itu hanya tersenyum, "Jangan terlalu senang juga, ya. Biasanya kalau terlalu senang, nanti akan ada kesedihan."
"Tenang saja, Mas. Hehehe." Alma terkekeh.
Selama tiga hari itu, hidup Alma sangat bahagia.
Hingga pada malam keempat kebersamaan mereka, Alma selalu bertanya-tanya. Kenapa selama ini, Mas Lazuardi tak pernah menyentuhnya? Lelaki itu tak pernah menciumnya, memegang tangannya, atau bahkan melakukan sentuhan lain?
Apakah... dia sedang lelah?
Alma menjadi overthinking sendiri. Tentu saja dia overthinking.
Pada hari pertama pernikahan mereka, mungkin saja Mas Lazuardi masih lelah. Itu wajar.
Pada hari kedua, bisa saja Mas Lazuardi masih canggung.
Akan tetapi, hingga hari ketiga, Mas Lazuardi masih belum menyentuhnya sama sekali. Sedikit pun.
Maka dari itu, Alma tentunya bertanya-tanya.
Gadis itu pun menggelengkan kepalanya, menjernihkan pikirannya. 'Mungkin saja Mas Lazuardi masih belum enak untuk dekat denganku. Bagaimana pun, kami adalah orang asing yang tiba-tiba menjadi suami-istri. Dia pasti membutuhkan waktu lebih untuk mengenalku."
Setelahnya, Alma keluar dari kamarnya. Ia melihat Mas Lazuardi tengah dengan laptopnya. Alma pun naik ke atas tempat tidur, "Masih sibuk, Mas?"
"Iya. Ada yang harus kukerjakan. Kenapa?" tanyanya.
"Tidak, aku hanya bertanya."
"Tidurlah dulu, Dik. Aku akan menyusulmu nanti."
"Baiklah..."
Alma pun masuk ke dalam tidurnya dengan cepat.
* * *
Pada pagi harinya, Mas Lazuardi pun pergi untuk bekerja. Sementara Alma masih di rumah. Maklum, sangat sulit baginya untuk mendapatkan pekerjaan.
Gadis itu pun melirik ke laptop Mas Lazuardi yang ada di meja. Ia mengernyit. "Mas Lazuardi tidak membawa laptopnya?"
"Aneh sekali ..."
Sebab, Alma selalu melihat Mas Lazuardi yang berkutat dengan laptopnya. Ia sibuk mengurus pekerjaan melalui laptop. Entah pekerjaan apa itu, Alma juga tidak berani melirik.
Dan Mas Lazuardi juga sepertinya tidak suka kalau sedang bekerja, diganggu oleh Alma. Maka dari itu, Alma memutuskan untuk tidak ikut campur. Ia takut salah langkah.
Akan tetapi, namanya juga perempuan. Mudah penasaran. Alhasil, Alma pun mencoba untuk mendekat pada laptop tersebut.
'Apa sebenarnya isi laptop ini? Mas Lazuardi sebenarnya bekerja apa? Kenapa dia tak pernah menceritakan satu hal pun kepadaku?'
Segala bentuk tanya pun melekat ke dalam otak Alma.
Sampai akhirnya, ia telah kehilangan kesabarannya sendiri. Gadis itu pun membuka laptop Mas Lazuardi. Ia ingin sekali mengorek informasi di dalamnya. Tentang sosok Mas Lazuardi yang sangat misterius dan tidak diketahuinya ini.
"Aku harus tahu tentang Mas Lazuardi."
"Aku tidak melakukan kesalahan apa pun. Sebagai istrinya, aku semestinya tahu tentang Mas Lazuardi."
Tangan gadis itu pun tergerak untuk menyentuh tombol power.
"Bismillah..."
Manakala ia membuka laptopnya, hendak menyalakan laptop tersebut ...
TIBA-TIBA...
Tiriring, tiriring!
Ponselnya berbunyi. Alma terlonjak kaget. Ia bahkan hampir jatuh dari tempatnya. Gadis itu sangat kaget!
Ia mengambil ponselnya, dan ternyata Mas Lazuardi-lah yang meneleponnya!
"Ya ampun... Bikin kaget saja."
Alma segera mengangkat teleponnya. "Halo, assalamualaikum, Mas."
"Iya, Dik."
"Kenapa, Mas?"
"Tidak apa-apa, Mas hanya tiba-tiba saja memikirkanmu."
Pipi Alma pun meranum. 'Tuhkan, berpikiran apa aku ini. Dasar pikiran dari setan! Bagaimana bisa aku berpikir yang aneh-aneh soal Mas Lazuardi? Padahal, dia lelaki yang sangat baik.'
Gadis itu pun duduk di tepi ranjang. Lalu menjawab, "Aku hanya sedang bersantai saja, Mas."
"Sudah menyiapkan makan siang? Kamu mau makan apa?"
"Nanti mungkin akan memasak. Bagaimana? Mas mau pulang?"
Lelaki itu terkekeh dari ujung sana. "Tidak, kok. Mas hanya ingin tahu kabarmu saja."
"Dasar, Mas Lazuardi. Cepatlah pulang, Mas. Aku menunggumu."
"Siap. Aku akan semangat bekerja kalau begitu,"
Setelahnya, telepon tertutup. Alma menghela napas lega. Gadis itu kembali menutup laptop Mas Lazuardi. "Buat apa juga aku overthinking. Tidak jelas."
Mas Lazuardi adalah sosok yang sangat amat sempurna. Bahkan tidak ada lelaki yang bisa sebaik dan sepengertian Mas Lazuardi. Tidak ada yang perlu ditakutkan lagi.
'Pasti ini cuma pemikiranku saja.'
Berikutnya, Alma pun masuk ke dapur. Gadis itu pun masak makan malam.
* * *
Hari demi hari pun berlalu, sudah satu bulan sejak pernikahan antara Mas Lazuardi dan juga Alma. Selama itu juga, Alma belum mendapatkan pekerjaan. Gadis tersebut sudah mencoba untuk mendaftarkan diri ke sana sini, tetapi belum juga mendapatkan panggilan. Sampai akhirnya...