Chereads / Mahligai Pengantin Muda / Chapter 10 - Memaksa Bekerja

Chapter 10 - Memaksa Bekerja

Alma tahu, sesungguhnya Mas Lazuardi ingin bersikap baik kepadanya. Meringankan sedikit saja beban yang ada di punggung Alma. Akan tetapi, bertanya kepadanya malah membuat Alma kian terbebani. Karena Alma merasa dia tidak ingin membahas soal interview pekerjaannya lebih dulu.

Toh juga dia akan bercerita kalau ingin. Sayangnya, tidak ada satu pun suami yang peka di dunia ini. Mas Lazuardi malah memberikan ceramah mengenai kehidupan kepada Alma.

"Alma, janganlah terlalu sedih soal wawancara pekerjaanmu. Mas bisa mengenalkanmu kepada kolega yang lain. Kamu tenang saja,"

"Baik, Mas."

"Selain itu, kamu juga bisa mencari hal-hal baru untuk meningkatkan skillmu. Itu pasti akan sangat dibutuhkan, Alma."

"Baik, Mas... Aku mengerti."

Lihatlah, dari jawaban Alma saja sudah mengindikasikan kalau gadis itu sama sekali tak tertarik dengan topik Mas Lazuardi. Namun, lelaki itu tak kunjung mengakhirinya!

Dasar menyebalkan!

Alma mengembuskan napasnya, telinganya agak panas mendengarkan petuah kehidupan dari Mas Lazuardi. "Mas, Alma mau buat kopi dulu."

"Lho, Dik, kenapa kamu buat kopi? Temani Mas saja di sini."

Alma menggelengkan kepalanya. "Mmm, tidak, Mas. Terima kasih."

Gadis itu pergi dari kamar, menolak permintaan Mas Lazuardi. Dia tahu, secara Islam tidak boleh bagi seorang wanita untuk menolak permintaan suaminya. Sayangnya, Alma sedang tidak mood untuk menghadapi Mas Lazuardi.

Daripada nanti dia mengomel, kan mendingan dia pergi?

Malah kalau dia meledak, bisa parah dunia perumah tanggaan ini.

Alhasil, keluarlah gadis itu dari sana. Beralibi membuat kopi. Ia sengaja berlama-lama membuat kopi. Bersedekap, sembari memikirkan. Entah kenapa pikirannya terus terngiang dengan perkataan atasannya tadi. 'Bagaimana kalau Mas Lazuardi melarangku untuk pergi bertugas dinas di luar?'

Alma membuang napas berat. Ia mulai meratapi keadaan. 'Kenapa ... Orang tuaku memintaku menikah lebih awal?'

'Kenapa ... aku juga tidak berani untuk menolaknya?'

Pemikiran itu berputar di kepala Alma. Ia tersadarkan oleh bunyi ketel yang keras, mendadakan air sudah mendidih.

Ia menyeduhkan dua gelas kopi untuknya dan juga Mas Lazuardi.

Dan tanpa diduga, saat dia kembali masuk ke dalam kamar, Mas Lazuardi malah berkata. "Aku ada jadwal interview lagi untukmu. Kamu mau melihatnya?"

Alma seketika ingin menumpahkan gelas berisikan kopi tersebut.

Astaghfirullah! Baru saja tadi dia interview kerja, dia harus interview lagi?!

Kenapa lelaki ini memintanya untuk segera bekerja sih?

* * *

"Aku stress." ungkap Alma saat dia bertemu dengan Faradina.

Selepas dia pergi wawancara kerja ketiganya pada hari ini, gadis itu meminta sahabat karibnya bertemu di cafe. Untung saja, hari sudah senja sehingga Faradina sudah pulang dari tempat kerja. Mereka bisa kongkow sejenak di kafe.

"Kenapa? Ini masalah yang kemarin lagi?" Ibu Peri yang cantik jelita ini menanyakan kepada Alma. Gadis blasteran ini memang paling oke untuk diajak cerita, dibandingkan Fifka yang terkadang agak julid.

"Aku cuma capek cari kerja saja."

"Lho? Kamu suruh kerja?"

Alma menganggukkan kepalanya. "Katanya supaya aku punya pengalaman kerja, tidak suntuk di rumah terus. Tetapi, maksudku, aku ingin cari kerja juga tanpa tekanan."

"Suamimu menekanmu untuk cari kerja?"

Alma menganggukkan kepalanya lagi. Faradina ini punya kemampuan cenayang atau bagaimana sih? Dugaan dia selalu tepat.

"Bayangkan saja, baru kemarin aku interview kerja. Hari ini aku harus interview lagi. Capek rasanya."

"Wajar kamu capek. Semua jobseekers memang capek. Kenapa kamu tidak bicara dengan Mas Lazuardi, untuk mengurangi jadwal interviewmu?"

Alma mengangkat bahunya. Agak sulit untuk berkata yang sejujurnya kepada Mas Lazuardi.

Bagaimana pun, mereka berdua awalnya adalah orang asing yang 'dipaksa' disatukan oleh Abi dan Ummi. Tak mengherankan, kalau Alma belum bisa mencapai kebebasan tertentu untuk mengatakan segala sesuatunya dengan leluasa.

Gadis itu cenderung memendamnya, menahannya dalam hati.

Melalui jawaban dari Alma, Faradina merasakan kegalauan yang melintas di hati gadis itu. Ia pun mengucapkan, "Hm... Aku sebenarnya tidak ingin sok menggurui atau bagaimana. Tapi, kamu tahu kan kunci dari kesuksesan hubungan itu apa?"

"Ya, ya... Aku tahu. Komunikasi."

"Nah, kamu sebaiknya membangun komunikasi yang baik dengan suamimu. Nanti, jatuhnya ke kamu sendiri kok."

"Akan kuusahakan."

Alma tersenyum kecut. Sedangkan Faradina kembali menenangkan hatinya. Gadis tersebut memang sangat bisa diandalkan. Terutama di saat-saat rapuh Alma.

* * *

Alma pulang ke rumah saat hari sudah hampir gelap. Adzan maghrib sebentar lagi berkumandang. Alma mengira, Mas Lazuardi akan pulang saat hari sudah malam, seperti yang sudah-sudah.

Sayangnya, dugaan Alma meleset sepenuhnya.

Lelaki itu sudah pulang. Ia melipat tangan di dada, lalu memicingkan mata memandang tajam ke arah Alma. "Ini jam berapa, Alma? Kenapa kamu baru pulang?"

"Mas tadi tanya ke teman Mas yang kerja di tempat kamu interview, acara interview sudah selesai dari sore. Kamu abis ke mana?"

Alma sungguh tidak menyangka ... serentetan tanya itu akan tertuju kepadanya.

* * *