Chereads / Mahligai Pengantin Muda / Chapter 11 - Suami yang Posesif

Chapter 11 - Suami yang Posesif

Suaminya itu sudah pulang. Ia melipat tangan di dada, lalu memicingkan mata memandang tajam ke arah Alma. "Ini jam berapa, Alma? Kenapa kamu baru pulang?"

"Mas tadi tanya ke teman Mas yang kerja di tempat kamu interview, acara interview sudah selesai dari sore. Kamu abis ke mana?"

Alma sungguh tidak menyangka ... serentetan tanya itu akan tertuju kepadanya.

Alma seketika kaku di tempat. Ia bahkan tidak bisa bergerak dengan leluasa. Rasanya, tubuhnya terpaku di sana.

Kenapa Mas Lazuardi mewawancarainya begini? Dia dicurigai karena pulang maghrib?

"Alma, kenapa kamu tidak menjawab pertanyaanku? Kamu habis ke mana tadi?"

Alma meringis, menggarukkan kepalanya. Masa iya dia menjawab jujur telah mencurhat kepada Faradina? Tetapi, kalau bohong, juga bohong apa?

Gadis itu memutar otaknya, lalu ia menjawab asal saja. Hal yang pertama melintas di kepalanya, "Ah, anu ... Aku tadi ke perpustakaan kota, Mas. Aku membaca beberapa buku untuk meningkatkan pengetahuanku."

"Kamu ke sana sama siapa?" tanyanya menyelidik keheranan.

"Aku sendirian, kok."

"Sendirian?"

Alma menganggukkan kepalanya, ia beralih memberikan senyuman supaya Mas Lazuardi percaya kepadanya. Lelaki itu masih memicingkan mata, pertanda kalau dia tak percaya.

"Besok-besok, aku akan pamit kok." kata Alma perlahan, menenangkan hati Mas Lazuardi. Ia kembali menambahkan, "Niatku tadi cuma sebentar, tetapi aku terlalu hanyut dengan perasaanku sendiri."

"Ah, begitu. Ya sudah, kamu sudah ashar kan?"

"Sudah, Mas."

Mas Lazuardi akhirnya menyerah, walaupun ia tampak belum puas dengan jawaban Alma. "Baiklah kalau begitu. Segera mandi dan nanti shalat maghrib berjamaah. Ini juga malam Jum'at. Kita akan baca Al-Kahfi bersama-sama."

Alma mengiyakan. Ia langsung pergi ke kamar mandi dengan cepat.

Di kamar mandi pun, Alma serasa bebas dari ribuan pertanyaan Mas Lazuardi tadi.

'Perasaan Mas Lazuardi dulu tidak seperti ini? Dia bahkan sangat halus? Kenapa dia mendadak menjadi posesif?'

Alma kebingungan sendiri. Namun, adzan maghrib sudah berkumandang. 'Ah sudahlah. Lebih baik aku mandi dan cepat shalat.'

* * *

Setelah mereka shalat berjamaah dan membaca surat Al-Kahfi berbarengan, Mas Lazuardi pun makan bersama dengan Alma.

Lelaki itu (lagi-lagi) memasak. Bahkan, Mas Lazuardi lebih sering memasak daripada Alma. Dan memang Alma akui, masakan Mas Lazuardi lebih enak daripada masakannya.

"Mas Lazuardi ini belajar memasak sejak kapan?"

Lelaki itu agak menggumam, berpikir sejenak. "Entahlah ... Mas terbiasa sendiri di rumah. Jadi mungkin, memasak itu kebiasaan. Bukan hal yang perlu dipelajari."

Dan entah mengapa jawaban itu membuat Alma agak kesal. Bagi Alma, memasak itu hal yang agak sulit. Ia bahkan kesulitan untuk menemukan sensasi umami yang sesuai dengan seleranya.

Ketika memasak, hasilnya ada saja yang kurang. Tidak lezat.

Jawaban rendah hati itu malah membuat Alma tersenyum kaku, "Bukan hal yang perlu dipelajari, ya.. Hehehe..."

"Kita bisa kok kapan-kapan masak bersama. Kamu ingin tahu resep dariku kan?"

Mata Alma mendadak bercahaya, berbinar binar dengan cerah. Pancaran mata menyebalkan milik Mas Lazuardi yang diberikan tadi sore seakan sudah lenyap seutuhnya! Sangat luar biasa!

Lelaki itu malah memandangnya penuh dengan kasih sayang, seperti Mas Lazuardi pada umumnya. Lelaki yang ia kenal kemarin-kemarin.

Intonasi nada Alma meninggi, pertanda dia sangat antusias. "Jadi, Mas mau mengajariku masak?"

"Lucu kan, kalau misalnya nanti kita punya anak, anak kita berkomentar masakanku lebih enak dari punyamu?"

Mendadak, pipi Alma memerah ...

Ini kali pertamanya Mas Lazuardi membahas soal anak.

Sebelumnya, Mas Lazuardi tak pernah menyinggung tentang masa depan mereka. Dia sangat sibuk untuk bekerja. Ternyata ..., Mas Lazuardi juga ingin segera punya anak?

Pipi Alma memerah. Pikirannya sudah mengelana.

Maklum, dia perempuan normal.

Sedangkan Mas Lazuardi malah hanya tertawa dengan respon Alma yang sangat manis dan menggemaskan itu. "Kita bisa masak kapan-kapan. Kita punya waktu yang panjang untuk itu."

"Siap, Mas! Heheh!"

Alma tertawa.

Sepenuhnya, kekakuan di antara mereka serasa terlepas. Atmosfir udara menyenangkan pun seakan hadir di sana.

Sebuah makan malam yang menyenangkan ....

* * *

SAYANGNYA ....

Tiada hari yang selalu penuh dengan bahagia. Selalu ada saja hal yang menghinggapi pikiran manusia.

Alma mengira dengan perkataan harapan Mas Lazuardi terkait dengan anak tadi, akan membuat lelaki tersebut melakukan hubungan spesial pada Alma malam ini.

Akan tetapi, lelaki itu juga belum menyentuhnya hingga di detik ini.

Saat Alma naik ke ranjang, mengenakan pakaian yang cukup terbuka, berharap kalau lelaki itu sedikit tertarik kepadanya, Mas Lazuardi malah menekuri laptopnya. Seperti biasanya, dia sibuk dengan pekerjaan.

Ia hanya tersenyum kepada Alma lantas bertanya, "Kamu tidak dingin seperti itu?"

Alma melihat dirinya sendiri, malah merasa malu. "Tidak, kok." jawab Alma cepat, menyambar kimono sebagai pasangan pakaiannya ini.

Gadis merangkak naik ke atas ranjang. Mas Lazuardi tidak menanggapinya sama sekali, ia malah berkata dengan menyebalkan. Sebuah kalimat yang sudah mirip mantra sebelum tidur, karena diucapkan tiap harinya. "Kamu tidurlah lebih dulu, Mas masih ada urusan pekerjaan."

Dan entah berapa kali lagi, Alma harus menahan dirinya.

* * *

* * *