Seperti yang Mas Lazuardi janjikan beberapa waktu yang lalu, Alma dikenalkan oleh salah satu teman dekat Mas Lazuardi di salah satu kantor televisi yang cukup ternama di tempatnya.
Gadis cantik itu duduk di dalam ruangan diantarkan oleh Mbak Geisha. Pertama kali melihat Mbak Geisha, Alma langsung terpana. Geisha memiliki perawakan yang kecil, wajah yang mungil, bibir yang imut, dan tipikal perempuan banget yang disukai banyak orang.
Di dekatnya saja, Alma cukup merasa rendah diri.
Awalnya, teman Mas Lazuardi ini akan sedikit ramah kepadanya, tetapi ia malah memiliki ekspresi yang tegas. Ia menginstruksikan, "Hari ini hanya kamu yang interview. Sebenarnya, kami ingin mengadakan lowongan pekerjaan. Itu bisa meningkatkan viewer platfrom media sosial, tetapi karena yang dibutuhkan hanya satu staff reporter saja, kami mengurungkan niat."
"Dan kamu salah satu dari kandidat yang ada." jelas Mbak Geisha.
Alma menganggukkan kepalanya santun, lalu mengikuti arahan Mbak Geisha untuk masuk ke ruang HRD.
Setelah masuk ke ruangan HRD, ternyata ia sendirian di sana. Tak ada orang satu pun.
Karena ia sendirian, gadis itu menengok sekeliling, tepatnya di luar ruangan HRD.
Di bawah sana, merupakan ruang produksi berita. Ada banyak wartawan yang sibuk mengetik berita dengan laptop masing-masing, dan juga berdiskusi. Melihatnya saja, Alma merasa senang. 'Jadi... Aku akan menjadi bagian dari orang-orang itu?'
Membayangkannya, dada Alma bergemuruh. Ia ingin segera menjalankan interview ini dengan lancar, lalu dia akan menjadi reporter magang untuk sementara waktu. Pasti menyenangkan.
Tak perlu menunggu lama lagi, sosok HRD Newsweek ini sudah masuk. Ia mengenakan jas perlente berwarna hitam gelap.
Bola mata Alma melebar saat dia melihat lelaki ini. Ternyata dia masih sangat muda. Mungkin berusia 25 tahun. Di usia semuda ini, apa yang telah dilewatinya hingga mampu menjadi HRD? Entah mengapa, itu muncul di benak Alma.
Alma tersenyum sopan ketika Sang HRD masuk ke dalam. Lelaki tersebut pun memperkenalkan diri. "Perkenalkan, saya Calvaro. Sebelumnya saya ada kepentingan mendadak, sehingga keluar sebentar. Jadi, bagaimana kalau kita memulai interviewnya?"
Alma mengangguk dengan penuh antusias. Dia sangat senang menjawab pertanyaan demi pertanyaan yang berasal dari Pak Calvaro. Lelaki muda itu membawakan interview ini cukup mudah. Bahkan beberapa kali, Alma merasa nyaman karena kesan yang dibawa oleh Pak Calvaro cukup santai.
Akan tetapi, semuanya itu berubah dengan singkat, hanya dengan satu pertanyaan yang mengudara. "Oh, ya, Alma. Saya melihat dari CV-mu ini, kamu sudah menikah. Bagaimana jika kamu mendapatkan tugas untuk meliput berita di luar kota, sementara suamimu tidak mengizinkan?"
"Kamu tahu, kan. Perusahaan ini cukup besar ruang lingkupnya. Tak hanya meliput berita lokal saja, tetapi sudah tanah nasional."
Alma ternganga sejenak. Ia terdiam. Tak bisa berkata-kata.
"Alma? Bagaimana pendapatmu jika di posisi seperti itu?"
Alma bingung. Bukannya apa, dalam islam sudah tertulis kalau sang istri harus pergi dengan memegang izin dari suaminya. Kalau dia memaksakan, dia bisa menjadi istri yang durhaka. Dan Alma jelas tak mau itu.
Maka dari itu, Alma menghembuskan napasnya. "Saya tahu, kalau saya ada di situasi tersebut, pasti sangatlah sulit. Akan tetapi, saya akan berusaha untuk meminta izin kepada suami saya untuk berangkat kerja."
Tangan Pak Calvaro pun bersatu di depan. Ia menegaskan, "Alma. Di sini pokok permasalahannya adalah bukan bagaimana cara Saudara untuk membujuk suami Saudara tetapi, permasalahanya adalah... Bagaimana jika kamu sudah ditugaskan untuk pergi ke suatu tempat di luar kota, yang cukup jauh, tetapi suamimu tidak mengizinkan? Apakah yang akan kamu lakukan?"
Alma menggigit bibirnya. Ia pun menjawab sesuai dengan hati nuraninya. "Saya akan tetap mengikuti suami saya. Meski demikian, saya tetap membujuk suami saya untuk memperbolehkan saya bekerja."
Dengan jawaban Alma, Pak Calvaro mengubah ekspresinya. Wajah yakin Pak Calvaro berubah menjadi mimik kekecewaan.
Di saat itulah, Alma yakin kalau dia telah gagal dalam wawancara kerja ini.
* * *
"Bagaimana dengan wawancara kerjamu, apakah lancar?" tanya Mas Lazuardi manakala mereka berdua sudah sampai rumah. Dan ternyata, yang lebih lama sampai adalah Alma. Sehingga, Mas Lazuardi lah yang menyiapkan makanan. Lelaki itu sedang memasak dan melarang siapapun untuk membantunya ketika memasak.
"Sepertinya wawancaramu berat." ujar Mas Lazuardi kepada Alma.
Lelaki itu menyuguhkan semangkuk kare kentang yang mengepul.
Alma menggelengkan kepala, "Lupakanlah soal interview-ku, Mas. Kalau itu rezekiku, tidak akan ke mana."
"Adik, kamu tidak boleh menajawab seperti itu. Meskipun setiap makhluk di bumi ini sudah diberikan rezekinya masing-masing kamu tetap menjemputnya."
Alma pun mendadak menjadi lelah. Saat ini..., dia juga sedang mencoba menjemput rezeki, kan? Kenapa dia seakan dipaksa untuk bekerja saat ini juga?
* * *