Amone datang dengan membawa pisau, matanya bersinar dengan terang bak cahaya purnama.
Amone kala itu telah mendapatkan sedikit ingatannya, dia hanya mengingat bahwa Allail itu adalah prianya, miliknya, kekasihnya.
Dia tak akan melepaskannya bersama dengan wanita manapun. Akhirnya Amone pun datang sendiri untuk membunuh Lascrea, yang merupakan reinkarnasi dirinya 1000 tahun lalu.
"Kau harus mati, agar aku bisa hidup," ucapnya seraya mengangkat bilah pisau yang mengkilap tajam dengan kedua tangannya.
Dia memegangnya erat, dia sudah bukan Amone yang sama seperti 1000 tahun lalu.
Wanita yang baik dan rela mati untuk Allail itu telah berubah menjadi iblis jahat yang hanya menuruti egonya semata.
Slappp!
Dia menancapkan pisau itu dengan sekuat tenaga sambil menutup matanya.
Tiba-tiba, pemandangan di depannya berubah, saat dia membuka perlahan matanya itu, ada seorang pria yang sedang memegang tangannya dengan erat.
Ya, itu adalah Moore. Moore datang untuk melihat apakah Lascrea sedang baik-baik saja ataukah tidak.
Karena pria itu tahu bahwa di rumah itu ada tabir dari Allail yang tak bisa dimasuki sembarangan orang.
Akan tetapi dia merasakan adanya aura aneh yang dia kenal, dan benar saja, saat dia coba memeriksanya, seorang wanita sedang memegang pisau dan mengarahkannya pada tubuh Lascrea yang sedang tertidur itu.
"Apa yang coba kau lakukan, iblis?" tanya Moore sambil membelalakkan matanya, Moore seperti akan menyerangnya hingga tewas jika dia berani macam-macam terhadap Lascrea, wanita yang dia cintai itu.
"Kau... Bukankah, kita berada di pihak yang sama?" katanya tanpa ekspresi.
Saat itu Moore baru sadar, bahwa wanita yang ada di depannya, yang memiliki wajah Lascrea itu sama sekali tidak mirip dengan wanita baik dan rendah hati yang sedang terlelap saat itu.
"Apa kau sudah gila? Bukankah kau akan membunuh Allail, bukannya wanita ini? Jangan-jangan kau...." Moore menangkap bahwa Amone kala itu pasti sudah mendapatkan memorynya kembali, dan hal itu mmebuat Amone menjadi takut.
Kalau sampai dia tertangkap sekarang, maka dia takkan bisa menyelamatkan Allail lagi.
Wusshhh...
Suara angin kencang pun berhembus memasuki ruangan itu, datanglah sesosok pria dengan sayap putih sambil memakai batu kristal di kepalanya.
Mata Amone terbelalak melihat sosok yang amat dia takuti itu, sosok yang sudah mengubahnya menjadi jahat secara perlahan.
"Bahkil??" Amone menurunkan pisaunya kemudian mencoba berlari secara refleks.
"Kau mau lari ke mana wanita cantik?" Bahkil menghalangi langkah Amone sambil tersenyum.
"Bahkil, sebenarnya apa yang sudah kau lakukan? Kenapa dia ingin membunuh Lascrea? Terlambat sedetik saja, maka Lascrea sudah mati ditangannya," tanya Moore mencoba mendapatkan penjelasan dari Bahkil, dia amat marah kala itu.
Moore menggendong Lascrea di tangannya, dia memeluk Lascrea seerat-eratnya.
"Aku? Aku sama sekali tidak tahu jika sihirku itu akan gagal di tengah jalan seperti ini. Apakah kita coba saja lagi sihir yang lebih kuat padanya?" ucapnya sambil menyermik seraya mengangkat tangannya kemudian menaruhnya di kepalan Amone sambil menutup matanya.
Dia memberikan pada Amone sihir yang akan membuatnya lupa dengan masa lalunya itu, selamanya.
Tubuh Amone bergetar, dia benar-benar merasa kesakitan saat sihir Bahkil memasuki dan mengalir diseluruh tubuhnya.
"Kkkhh,, graaa... Aaaaaa."
Tiba-tiba saja wanita itu pingsan saat Bahkil telah selesai mengubah dia menjadi boneka yang sempurna untuk dia manfaatkan.
"Nah, sudah selesai. Sekarang kau bisa menaruh kembali wanitamu itu, sebelum pengawal yang Allail perintahkan menjaganya datang ke sini dan melihat apa yang sudah kita lakukan!"
Moore pun kemudian menidurkan Lascrea kembali di kasurnya.
"Baiklah, ayo pergi," kata Moore sambil mengusap perlahan kepala Lascrea dan menggendong Amone yang telah pingsan kala itu.
Suasana menjadi sunyi dalam sesaat, wanita yang sedang tertidur itu pun membuka kelopak matanya perlahan, seakan-akan menunggu dirinya benar-benar sendirian.
Dia kemudian duduk di kasurnya dan menarik selimutnya sambil menatap ke samping, di sana ada cermin besar yang biasa dia gunakan.
"Siapa wanita itu?" tanya Lascrea saat melihat pantulan wajahnya yang sama persis dengan wanita yang tadi hampir menghujamkan pisau padanya itu.
"Rahasia seperti apa lagi yang harus aku hadapi? Hiks, hiks."
Lascrea pun mulai menangis dengan derasnya, dia mulai mengingat kembali mimpi yang dia alami malam itu.
Itu adalah mimpi terburuk dan paling menyakitkan yang pernah dia alami.
Lascrea kala itu pun bertekad, dia akan mencari tahu semua rahasia menyangkut Allail, Moore dan juga wanita tadi yang sangat mirip dengan dirinya itu.
***
Pada waktu yang sama, Allail sedang bertemu dan berbicara dengan Paula kala itu.
Dia ingin menyempurnakan penyembuhannya dengan dibantu oleh Paula.
"Kak Allail, kau ingin tidur di kolam teratai penyembuh lagi? Kau tidak bisa melakukan itu!" tegasnya sambil memalingkan wajahnya dari Allail.
Allail mulai terlihat kesal mendengar jawaban tak mengenakkan dari Paula itu.
"Kenapa kau tak mau membiarkanku tidur di sana? Bukankah itu tempat terbaik untuk menyembuhkan diriku?"
Paula kemudian berbalik dengan wajah yang tak kalah kesalnya mendengar ucapan yang keluar dari mulut orang yang sangat dia sayangi itu.
"Apa? Kakak bilang? Kakak sudah gila yah? Waktu itu aku bisa menyelamatkan Kakak juga harus memberikan permintaan pemilik kolam itu. Dia amat mengesalkan, siapa yang tahu apa yang dia inginkan kali ini? Dia itu sangat membencimu, Kak. Kau tahu itu kan? Coba kau pikirkan, mengapa kau sudah pergi ke sana tapi sama sekali tak sembuh total? Karena dia yang menahan aliran penyembuhan dalam kolam itu!" jelas Paula dengan kemarahannya yang memuncak.
Dia sama sekali tak mau Allail mengorbankan apa pun yang dia miliki demi manusia itu, apalagi dia adalah reinkarnasi dari wanita yang menikam Allail 1000 tahun lalu.
Dia sama sekali tak percaya, dan tak akan mau percaya lagi, dia tak mau ambil resiko jika harus kehilangan pria yang kala itu sedang berdebat dengannya.
"Baiklah, jika kau sama sekali tak mau membawaku ke sana, maka aku akan pergi sendiri ke sana dengan membuka aliran sihir iblis yang bersemayam di tubuhku," ancam Allail.
Paula langsung berbalik dengan terkejut, "apa? Kau bilang apa, Kak? Kakak sudah gila? Kakak sekarang sudah menjadi Raja baik yang disayangi semua rakyat, mana bisa kau mengatakan akan kembali menjadi sosok iblis jahat seperti dulu?" Paula tak habis pikir dengan apa yang dikatakan oleh Allail kala itu, dia benar-benar tak mengerti dengan jalan pikirannya.
"Hanya itu jalan satu-satunya aku bisa mendapatkan kekuatan maha dahsyat, dengan kembali menjadi iblis seperti saat aku sebelum menjadi Raja oleh perintah langit."
"Aku tidak akan setuju, Kak. Baiklah, aku akan membawamu ke sana, tapi kau sama sekali tak boleh berdebat dengannya, dia juga bisa membaca masa depan dan melihat isi hati kita, berhati-hatilah padanya," kata Paula memberikan peringatan.
Setelah itu pun mereka langsung berangkat menuju Gunung kehampaan yang di sana tersedia sebuah kolam teratai penyembuh, one and only.
Bersambung...