Chereads / Belenggu Raja Iblis / Chapter 19 - Firasat

Chapter 19 - Firasat

"Selamat siang, Pak Killian. Perkenalkan saya Bahkil, CEO dari SRT CORP," ucapnya sambil tersenyum.

Saat itu Allail merasa bahwa wajah dari pria yang berada dihadapannya kala itu seperti familiar, akan tetapi dia tak bisa mengira siapakah dia sebenarnya.

Semua itu salah satunya disebabkan bangkitnya jiwa Allail yang tidak sempurna saat segel yang ditanamkan Amone 1000 tahun lalu padanya dilepaskan oleh Paula dengan gegabah.

Padahal Paula yang kala itu hanyalah iblis kecil, belum mampu bergelut dengan segel sebesar yang ditanamkan Amone pada Allail itu.

***

Allail pun kemudian mempersilahkan dia untuk duduk dan membicarakan apa gerangan yang menyebabkan dia datang menemui Allail kala itu.

"Baiklah, saya akan menjelaskan apa maksud saya datang kemari. Saya berencana menyatukan Club balet yang berada di bawah kepemimpinan Pak Killian dengan Club balet milik saya. Ini adalah kartu nama saya, jika Bapak tertarik, maka Bapak bisa menghubungi saya lewat nomer telepon yang tertera di kartu nama ini," ucapnya seraya memberikan kartu namanya pada Allail kala itu.

Allail memang pada awalnya menyimpan rasa curiga pada Bahkil ini, dia merasa ada sesuatu dari auranya yang sangat berbahaya.

Allail pun memutuskan menerima tawarannya kemudian melakukan pengawasan seiring berjalannya waktu.

"Baiklah, saya akan beritahukan kabarnya secepatnya. Terima kasih," balas Allail kemudian menyodorkan tangannya untuk berjabatan dengan Bahkil kala itu, pada saat yang sama Bahkil pun tersenyum sambil menjabat tangan Allail juga kala itu.

Saat itulah Bahkil mulai tersenyum dalam hatinya, dia merasa jalannya semakin dekat untuk membalaskan perasaan malu yang telah dia tahan selama 1000 tahun pada langit.

"Kalau begitu, saya pamit dulu, Pak." Bahkil pun segera pergi kala itu dengan ditemani oleh sekretarisnya, dia adalah Mikael, malaikat yang bersama dengan Moore saat 1000 tahun lalu dalam rencana pembunuhan Allail.

Mikael pun menunduk seperti mengisyaratkan bahwa dia memberikan salam pada Allail, Allail pun menerimanya dengan senang hati tanpa kecurigaan sedikitpun.

Setelah mereka pergi, Allail pun kembali pada kursinya kemudian duduk sejenak.

Dia mulai memutar otaknya, sepertinya ada sesuatu yang telah dia lupakan, akan tetapi dia sama sekali tak dapat mengingatnya dengan baik, bahkan sama sekali tak bisa mengingatnya.

Allail mulai meragukan, apakah ada sesuatu yang salah dengan tubuhnya itu. Dia pun mulai berpikir untuk mengembalikan kekuatannya di neraka terlebih dahulu.

***

Saat itu, setelah pulang kerja, Allail pun langsung pulang ke rumah guna memberitahukan pada Lascrea bahwa dia akan pergi ke neraka sebentar untuk mengembalikan kekuatan spiritualnya.

"Lascrea, aku akan pergi ke neraka sebentar," ucap Allail dengan tangan yang membuka kancing bajunya perlahan.

Lascrea pun mendekatinya, perlahan dia melihat wajah Allail, kemudian dia membuka semua kancing bajunya dan memeluk tubuh tanpa helai kain Allail yang terasa sangat hangat itu.

"Allail, berjanjilah kau akan kembali," kata Lascrea sambil mengeratkan pelukannya.

Nafas Lascrea terasa sangat dekat, berhembus di atas kulit tubuh Allail yang dia peluk itu.

Allail pun balik memeluknya dengan erat, "apakah kau takut bahwa aku takkan pulang lagi?" tanyanya sambil menaruh dagunya di kepala Lascrea.

"Iya, aku sangat takut kau akan pergi dan tak akan kembali lagi, kumohon Allail... Kumohon." Lascrea amat ketakutan kala itu, dia mengingat kembali saat perpisahannya dengan Allail selama setahun itu, satu tahun yang penuh air mata, satu tahun yang cukup membuat Lascrea merasa menyesal dan putus asa dalam kehampaan dan mimpi buruk tiap malamnya.

Allail sangat mengetahui apa yang dirasakan oleh permaisurinya itu, karena juga merasakan hal yang sama persis dengan apa yang Lascrea rasakan.

Setelah Lascrea dibawa pergi oleh Moore dan gerbang dimensi yang dibuat oleh Moore itu tertutup sempurna, rasa sakit kemudian menjalar menggerogori tubuh Allail, sakitnya itu lebih dari hujaman pedang yang melubangi perut Allail kala itu.

Satu tahun penuh Paula berusaha menyelamatkan Allail dengan membiarkannya tidur di kolam teratai pemulih, satu persatu jaringan di tubuhnya itu kemudian berangsur-angsur pulih, akan tetapi Paula tak bisa mengatakan bahwa Allail telah sembuh total, karena yang menghujamnya itu adalah pedang cahaya yang dialirkan energi panglima malaikat dari langit.

Saat Allail tertidur di kolam teratai pemulih itu, dia terus bermimpi bahwa kehancuran akan tiba, dan Lascrea mati di depan matanya dengan ditembus oleh beribu-ribu panas malaikat saat hendak menyelamatkan Allail.

Hal itu yang selalu terngiang-ngiang di pikiran Allail dan membuat dia ketakutan setengah mati jika berpisah dengan Lascrea.

Setelah dia sadar setelah cukup pulih, dia pun pergi ke dunia manusia untuk mencari Lascrea. Sayangnya, dia menemukan Lascrea di mimpinya terlebih dahulu, setelah itu barulah dia datang ke pertunjukan Lascrea. Namun, dia harus pergi karena dia merasa seperti akan musnah, bekas dari hujaman pedang yang ditancapkan Moore kala itu berdenyut di perutnya seperti akan merobek-robek keluar seluruh isi perut Allail.

Allail tak bisa menahan rasa rindunya lagi, akhirnya dia menunjukkan wajahnya dihadapan Lascrea, alhasil seperti sekarang, mereka saling mencintai dengan sangat, mereka hanya menganggap sesama mereka sebagai dunia mereka masing-masing.

Dengan cinta seperti itu, siapa yang tidak akan gila jika ditinggalkan orang yang menjadi dunianya itu.

***

"Aku akan segera pulang, Lascrea. Kau hanya perlu menungguku dengan manis sambil tersenyum dan memberikan kecupan tepat di bibirku saat aku pulang nanti," ucap Allail sambil menyentuhkan dahinya dengan dahi Lascrea, hal itu sontak membuat hati Lascrea menjadi tenang.

"Baiklah, Allail. Aku akan melakukan seperti apa yang kau katakan itu, semuanya, tanpa ada yang terlewat sedikitpun," balas Lascrea tersenyum.

Mereka berdua benar-benar dimabuk oleh cinta mereka yang mendalam itu. Rasa yang menggebu-gebu seperti tak bisa ditahan oleh tembok dan penghalang apa pun.

Setelah itu, Allail kemudian pergi ke neraka. Lascrea melihat kepergian Allail dengan senyuman.

BEBERAPA MENIT KEMUDIAN.

"Cih, apa yang harus aku lakukan saat Allail tak ada di sini?" Lascrea pun melihat seluruh sudut rumahnya yang sama sekali tak ada penghuni lainnya kecuali dia itu. "Aku sudah merindukannya saja, padahal baru lewat beberapa menit, bagaimana ini?"

Lascrea kemudian menutup wajahnya dengan selimut yang biasa dipakainya bersama dengan Allail, dia merasakan masih tersisa aroma tubuh Allail yang sangat harum itu, aromanya sama sekali tak dapat disamakan dengan parfum manapun.

Perlahan demi perlahan, Lascrea pun kehilangan kesadarannya, dia tertidur dengan kain selimut yang dia peluk dengan erat itu sambil memikirkan Allail, suaminya yang berasal dari dunia lain.

Seketika setelah Lascrea menutup matanya itu, muncullah Amone dengan membawa sebilah pisau.

Dia masuk dan menghampiri Lascrea dengan matanya yang mulai bersinarkan cahaya merah yang menyala, terangnya itu hingga membuat yang melihat mengira bahwa itu adalah cahaya rembulan yang jatuh ke bumi.

"Kau harus mati, agar aku bisa hidup."

Bersambung...