Chereads / Mas Joko Incaran / Chapter 2 - SISI LAIN ANITA

Chapter 2 - SISI LAIN ANITA

"Bu apa kos-kosan di sini sudah penuh?"

"Bu, apa Ibu mendengar saya?" Ulang Joko bingung dengan wanita di depannya yang hanya terpaku di tempat, menatap dirinya lekat.

"Oh iya ya!"

"Maaf, Mas. Gimana cari kos ya? Bisa, ayo aku antar." Lanjut Anita dengan kalimat terkejutnya.

Anita berjalan terlebih dulu dibandingkan pemuda di belakangnya. Tak dapat dipungkiri Anita terpesona dengan pandangan Joko, ia hampir saja terhipnotis akan ketampanan Joko.

Astaga, kenapa bisa dirinya menyukai lelaki kecuali suaminya. Anita tak habis pikir dengan dirinya.

Anita sudah menormalkan rasa gugupnya. Kakinya mulai berhenti di saat beberapa pintu kamar terbuka dan menampilkan pemiliknya di depan kamar, maupun yang berada di dalam kamar ikut keluar saat mengetahui ada penghuni baru di tempat bu kos mereka.

"Mas, itu rumah kos cewek. Kalau yang sampingnya, kos cowok. Kayaknya masih ada satu kamar yang kosong. Mas mau ambil?" tanya Anita dengan antusias.

"Boleh, Bu. Saya bayar tiga bulan ke depan ya supaya nanti nggak repot Ibu ke tempat saya."

Anita mengangguk dengan senyum sumringah. Ia selalu saja bisa mengandalkan bisnis ini daripada uang yang diberikan suaminya yang sekarang entah di mana. Kerja atau justru memesan kamar dengan wanita lain.

"Panggil aku Bu Anita aja, Mas. Semua yang kos di sini manggil aku begitu," tanggap Anita yang kini dibalas dengan senyum ramah Joko sembari mengambil dompet coklat berbahan kulit di balik saku celan panjangnya.

"Santai saja. Kalau telat bayar bilang, aku hanya memberi kelonggaran waktu satu bulan ... jika satu bulan masih belum bisa melunasi saya tidak bisa lagi menerima Mas ...."

"Joko, Bu Anita. Baiklah, saya paham. Saya mulai pindah sekarang," sahut Joko.

"Ini kuncinya. Kamar cowok hanya beberapa saja, tidak seramai kos cewek. Kalau Mas Joko ada keperluan lain. Bisa panggil saya di dalam rumah," kata Anita sembari memberi kunci kamar.

Joko mengangguk mengiyakan sebagai jawabannya. Tubuh lelaki tampan itu sudah sangat letih, ia butuh beristirahat. Beruntung ia menemukan kos ini dri teman kantornya.

"Selamat beristirahat Mas Joko."

Anita melambai ke arah Joko yang mulai berjalan ke dalam kos. Sedangkan wanita itu juga melangkah hampir mendekat ke rumahnya. Namun sebuah tarikan tangan membuat langkah Anita urung sampai ke sana.

"AGH!" teriak Anita setengah memberontak saat mulutnya pun dibungkam oleh tangan besar, menyeret tubuhnya hingga sampai di pinggir tembok pagar.

"Bu, kamu nggak lupa janji ibu kan?"

"Aku udah lama nih nggak ketemu sama ibu. Suami Bu Anita udah pergi kan?"

"Kamu?" Anita terperangah melihat Tarno yang dulu sebagai pengantar daging langgannya sudah berdiri tepat di belakang tubuhnya. "Jauh-jauh sana. Dulu itu cuma kesalahan, nggak usah diinget-inget. Aku mau pergi."

"Eitss, pergi ke mana? Aku tau tadi mobil pak Anto lewat. Jangan bohong, apa tadi? Lupain?" Tarno mencekal tangan Anita.

"Bu Anita nggak salah ngomong? Yang puasin Bu Anita itu aku lho, sekarang mau pergi nggak akan bisa."

Tarno menyeringai melihat wajah gugup Anita. Semakin gugup semakin cantik dan menggairahkan. Tarno sudah lama menduda, ia tak akan mau melepas hasratnya hanya menggunakan sabun serta sebagainya jika ada barang yang bisa dipakai. Kenapa tidak?

"Bu Anita nggak lupa 'kan aku punya video kita? Jangan jadi munafik kalau Bu Anita masih mau dengan sentuhan saya, benar?"

Kedua manik mata Anita menyebar ke segala sisi, desisnya tak bisa terhindar dari bibir merahnya. Anita menggapai tangan Tarno yang sudah merambat di dada membusung wanita itu, meremas dengan kuat. Berniat ingin melepas, tetapi tangan Tarno satu sudah masuk ke dalam bagian vitalnya.

Anita hanya bisa merem melek menikmati apa yang dilakukan Tarno dengan perasaan cemas, takut jika ada tetangga yang mempergoki ulah gila Anita dan Tarno.

"Ta-Tarno, jangan seperti ini," ucap Anita dengan kalimat terbata. Bayang-bayang suaminya tergambar jelas di angan bercampur dengan desahan kenikmatan yang diberikan Tarno saat ini.

Anita merasa berdosa, tetapi ia tidak punya kuasa apa pun untuk menolak apa yang diberikan Tarno. Ia seorang wanita bersuami, tetapi nafkah batinnya sama sekali tak pernah tercukupi.

"Kita lanjutkan atau tidak, Bu?" bisik Tarno yang sudah merapatkan tubuhnya dengan tubuh tegang Anita.

"Kamu memang gila, Tarno. Cepat ikuti aku ke dalam rumah ... agh!"

Anita pun membenarkan seluruh pakaiannya yang sudah acak-acakan karena ulah Tarno. Tak lupa menoleh ke kanan lalu ke kiri guna memastikan kembali jika citra baiknya masih terjaga. Anita mengembalikan pandangannya pada kedua kosnya, kedua pintu utama kosnya sudah tertutup.

"Huh, syukurlah," desah Anita lega karena kos cewek sudah tertutup, mungkin karena Joko langsung masuk ke dalam kos. Jadi mereka tak berniat untuk berkunjung.

"Ayo Bu Anita, lama sekali jalannya. Aku udah nggak tahan nih, udah lama Bu Anita nggak kasih aku servis," gerutu Tarno yang masih berdiri di belakang tubuh Anita.

"Cerewet banget. Aku juga harus hati-hati takut ada yang lihat," timpal Anita masih tak ingin siapa pun melihat tingkah jeleknya di belakang sang suami ketika sudah pergi begini.

Anita berjalan lebih dulu, lantas beberapa menit kemudian Tarno yang celingak celinguk ke sekitar dirinya pun ikut menyusul dengan wajah yang telah diubah biasa.

Tanpa Anita sadari senyum seseorang dari balik jendela tertarik begitu tajam. Setiap langkah wanita itu tak lekang dari tatapannya.

"Ternyata nggak sesuci itu Bu Anita. Aku pikir akan sulit mendapatkannya," gumamnya.

"Tunggu aku yang akan memberimu kenikmatan, Bu Anita ...."

Anita mengunci rapat pintu rumahnya. Sang putri juga sudah pergi ke sekolah pagi tadi dengan ojek tetangga yang sudah menjadi langganan Anita.

"Eumh ... Ta-Tarno, augh!" Anita memekik saat tubuhnya tersentak dari depan ketika bibir hitam Tarno membukam tanpa ampun wanita itu. Anita membalas pagutan ganas Tarno. Ia sangat menginginkan sentuhan Tarno setelah pagi tadi Anto hanya memuaskan milik lelaki itu sendiri tanpa memikirkan Anita yang belum juga puas.

"Bu Anita masih aja legit, gini kok pak Anto nggak betah buat Bu Anita mengerang, uhh ... menikah saja denganku, Bu," ceracau Tarno saat menggerakkan pinggul kurusnya hingga kedua kaki Anita melemas.

"Pe-pelan ... pelan, Tarno. Agh, aku sudah sampai."

Baru satu ronde Tarno dan Anita sudah merasa puas. Namun Anita tetap saja merasa masih kurang, tetapi jika melihat tubuh Tarno Anita hanya bisa menghela napas berat. Ia tak mungkin meminta lagi. Baginya satu kali pelepasan sudah bersyukur daripada harus terjebak gairah yang tidak tuntas.

"Sudah sana pulang. Jangan sampai ada orang tau," ancam Anita yang dibalas dengan kedipan mata Tarno nakal.