Zeana berjalan ke kelasnya, ia berada di paling depan, diikuti Olyn dan Sheryl, lalu Alula dan Kaesha.
Sepintas, siapapun yang melihat pasti menyangka bahwa Zeana yang paling berkuasa, padahal disitu, Sheryl lah anak kepala sekolahnya.
"Gue punya firasat buruk, Ze. Percepat langkah gih!" pinta Sheryl.
Zeana menggeleng tenang, "Ga seru kalo kita cepet-cepet cuma gara-gara firasat. Ga ada hiburannya juga kalo kita nyuruh dia berhenti buat onar, lanjutin aja. Apa yang rusak jiga bisa beli lagi," tolak Zeana. Ia percaya pada firasat buruk yang Sheryl katakan, tapi ia terlalu malas untuk mempercepat langkah hanya untuk menghentikan apa yang bisa terjadi.
Alula mengangguk tenang. Kaesha yang mendengarnya tersenyum sinis, lalu menurunkan kaca mata hitamnya, dan membuka kancing jasnya.
"Kita buat sensasi aja kalo sampe ada apa-apa nanti," usul Sheryl.
"Lo ngomong enak, senakal apapun lo di sekolah, lo juga ga bakal drop out, lah kita-kita?" keluh Olyn memprotes.
"Pake uang lo, Lyn! Lo bego ya?" cibir Alula dengan telunjuk mengarah ke pelipisnya.
"Iya, gue bego!" sahut Olyn agar Alula puas.
"Ze," panggil Alula di baris belakang.
Zeana menengok ke belakang, "Hah?"
"Sejujurnya, gue juga pengen nanya ke lo pertanyaan yang tadi Griffin kasih ke lo!" ungkap Alula.
Zeana menghentikan langkahnya, membuat teman-temannya juga melakukan hal yang sama.
Mereka berhenti di depan kelas tari yang beruntungnya sedang kosong. Sheryl, Alula, Olyn dan Kaesha membentuk lingkaran, membuat Zeana sebagai pusat.
"Kalian apa-apaan?" omel Zeana yang merasa ditindas.
"Kita kepo," sahut Olyn.
"Tanya aja ke Kaesha, dia pasti tahu!" Zeana membalikkan badannya dan berjalan menuju kelas tanpa menunggu teman-temannya.
Olyn menatap kepergian Zeana dengan tatapan ganjil.
"Sejak kapan?" todong Olyn.
"Lo tanya gue?" beo Kaesha.
"Ya iya lah, ogeb!" seru Alula yang gemas.
"Gue.. ga tahu"' lirih Kaesha mengaku.
"Lah katanya.." Sheryl bingung.
Bum! Brak!
Empat pasang mata milik Sheryl, Olyn, Alula, dan Kaesha menatap tajam sumber suara tersebut.
"Dari kelas kita kan?" tanya Sheryl menebak, ia menatap gamang teman-temannya.
"Zeana.." bisik Kaesha menduga.
Alula yang pertama kali menyadari, langsung berlari diikuti Olyn dan Sheryl. Sedang Kaesha terdiam.
"Griffin itu harusnya dibunuh aja," tegas Kaesha.
Alula yang mendapati Zeana membawa vas bunga meja guru segera meraih tangan Zeana dan merebut vas bunga tersebut.
"Lo mau ikut campur?" Zeana menatap Alula tenang.
Alula menggeleng, Zeana sering marah kepada para siswa, tapi Zeana lebih memilih untuk adu mulut. Berbeda dengan saat ini, Zeana diam dengan aura dingin yang menguar dari tubuhnya. Alula tahu Zeana tak sedang bercanda.
"Ze, kendaliin diri lo!" bisik Sheryl.
Zeana berjalan maju ke arah Griffin yang membawa penggaris kayu dengan tas Zeana disampingnya.
Kaesha yang baru datang langsung menatap ke arah salah satu kursi murid yang kakinya patah. Meja guru yang berantakan, rak buku yang acak-acakan.
Lalu pandangan Kaesha beralih pada Zeana yang berjalan ke arah Griffin dengan tangan terkepal dan tatapan menusuk. Kaesha menyilangkan tangannya dan bersandar pada kusen pintu, menunggu hiburan di mulai.
"Balikin tas gue!" bentak Zeana.
Deon melirik Griffin penuh peringatan, "balikin Grif!"
"Ogah! Dia sendiri cari gara-gara sama gue!" tolak Griffin mentah-mentah, ia melirik Zeana dengan tatapan merendahkan.
"Apa? Gue sendiri ga pengen banyak bacot sama lo! Balikin!" Zeana semakin maju.
"Sidd meng frëndin als éischt!¹"
"An ärem dram!²" balas Zeana menatap Griffin semakin sengit.
Griffin bangkit dari kursinya, keluar dari barisan kursi dan mengayunkan penggaris kayu yang ia pegang kearah Zeana. Zeana menunduk, lalu menangkap penggaris tersebut dan menariknya kuat.
Terjadilah tarik-menarik penggaris kayu oleh Zeana dan Griffin.
"Siniin!" bentak Griffin.
"Penggaris punya kelas aja belagu lo!" ketus Zeana.
"Siniin bego!" sentak Griffin lebih keras.
Teman-teman kelasnya yang biasanya bersorak-sorai ketika menyaksikan perkelahian, kini terdiam kaku. Tak ada satu pun yang berani melerainya.
Zeana menggertakkan giginya, "Bego lo bilang?! Kita liat siapa yang bego!" sorak Zeana lebih keras dari suara Griffin. Lalu tanpa aba-aba, Zeana melepaskan genggamannya pada penggaris kayu, hingga membuat Griffin terjungkal kebelakang.
Tak sedikit para siswi yang menertawakannya. Griffin meringis, sembari menahan sakit di punggungnya, Griffin bangkit dan merangsek ke arah Zeana.
"Awas!" pekik Olyn.
Zeana segera menggeser posisinya secepat belut, membiarkan Griffin tersungkur ke lantai. Kali ini tak ada yang tertawa, sebab ekspresi Zeana seolah melarang keras mereka.
Zeana menginjak punggung Griffin, "Urat malunya udah nyambung belom?"
Ervin menarik pundak Zeana, "Lepasin Griffin," mohon Ervin.
"Kalo gue ga mau?" tantang Zeana.
"Gue minta tolong, Ze," mohon Ervin.
"Lo pilih gue apa dia?" tanya Zeana ambigu.
"Hah? Maksud lo?"
"Kalo lo milih dia, lo gantiin posisinya," geram Zeana.
"Lepasin Griffin, Ze!" sorak Violetta.
"Don't gimme that shit," ketus Zeana.
Zeana semakin keras menginjak tubuh Griffin, "Lo mohon ampun ke gue!"
Griffin mendongak dengan susah payah, laku menggeleng keras. 'Bisa ilang harga diri gue, kalo mohon-mohon ke lo!' tolak Griffin dalam hati.
Zeana menaiki tubuh Griffin, lalu menginjaknya dengan keras.
"Ze, gue traktir coklat deh.. keknya lo PMS, makanya sensi, lepasin Griffin ya," rayu Deon.
Zeana menatap Deon denah kepala dimiringkan, "Gue ga semiskin itu sampe gue mau lo traktir!" sarkas Zeana.
"Coklat sekardus!" sorak Tyaga menawarkan.
Zeana menggeleng dengan tawa meremehkan, "Gue aja bisa beli pabriknya," cemooh Zeana.
Deon menghela nafas. "Ga kasihan Griffin, Ze? Sulit nafas dia," tutur Deon yang menatap iba sahabatnya.
Zeana bergeming, dengan perasaan bersalah ia menurunkan kakinya. Namun, Griffin dengan kasarnya bangkit, membuat Zeana kehilangan keseimbangan.
Zeana yang tidak siap ambruk dengan perut membentur ujung meja.
"Zeana!" sorak Olyn yang langsung berlari ke arah Zeana.
Sedangkan saat itu Zeana jatuh terduduk, mencengkram erat perutnya, dengan Deon yang juga jongkok di depan Zeana, menatap gadis itu dengan penuh rasa khawatir.
Griffin yang baru bangkit kembali jongkok dan memegang pundak Zeana, menguatkan gadis itu agar tidak semakin ambruk.
"Lepasin dia!" sentak Alula, ia menarik tangan Griffin dan membuangnya.
Alula jongkok, menepuk pipi Zeana pelan, "Ze! Kita ke UKS ya?"
Sheryl yang berdiri di antara mereka, mengambil inisiatif sendiri dan menelpon kakak laki-laki Zeana.
"Gue minta maaf," sesal Griffin.
"Simpan maaf lo! Zeana ga butuh!" teriak Olyn penuh emosi.
"Halo! Bang Nathan! Zeana jatuh!"
"..."
"Itu.. perutnya kebentur ujung meja."
"..."
"Di kelas!"
"..."
"Oke bang!"
"Abangnya bilang apa?" tanya Kaesha.
"Di suruh bawa ke UKS dulu, dia otw!"
Deon yang mendengar hal itu langsung meraih pundak dan paha Zeana yang meringkuk kesakitan dan mengangkatnya.
Cuitan dan suara riuh terdengar. Deon menendang kursi yang berada ditengah jalannya, lalu melirik ke seisi kelasnya.
"DIEM BANGSAT! INI BUKAN BAHAN CANDAAN!"
Setelah mengatakannya, Deon berjalan cepat keluar kelas, meninggalkan sunyi yang tanpa ia sadari telah ia tanam di kelasnya.
Kaesha, Olyn, Sheryl, Alula, Griffin, serta Ervin berlari mengejar Deon.
Deon sesekali melirik Zeana yang mulai berkeringat, "Bertahan ya Ze!" mohon Deon.
"S.. sakit.. ini sakit banget Yon!" rintih Zeana.
"Habis ini diobati kok," bisik Deon berusaha menenangkan Zeana.
"Ga kuat.." lirih Zeana.
Deon mempercepat langkahnya, "Bentar lagi Ze!"
Dalam hati, Deon ketakutan setengah mati. Sesekali mengutuk ayah Sheryl yang notabene adalah kepala sekolah yang membangun UKS dengan jarak cukup jauh dari kelasnya.
"Maaf," ucap Zeana pelan, nyaris tak terdengar jika saja lorong itu ada yang lalu-lalang.
Deon mengguncang Zeana yang sudah tak sadar lagi.
"Zeana kenapa?" ujar Alula.
Deon menelan ludahnya, tak sedikit pun memelankan kecepatan langkahnya, "Pingsan."
¹ jadilah pacarku dulu!
² di dalam mimpi mu