Chapter 15 - Tempat Tinggal

Ella menundukkan kepalanya dan merasa sedikit kecewa karena Christian sama sekali tidak bergerak dan tidak berniat untuk memakan makanan yang sudah ia pesan.

Tetapi saat melihat makanan yang tersaji di atas meja, semangatnya kembali muncul.

Bisa dibilang, ini adalah makanan terenak yang bisa ia nikmati setelah ia keluar dari rumah sakit jiwa.

Karena takut Christian akan jijik dan malu dengannya, Ella berusaha untuk tetap menjaga imagenya dan duduk dengan postur yang tegak. Sayangnya, ia tidak bisa menahan kecepatan makannya.

Makanan di piring Christian masih banyak. Ia baru saja makan beberapa sendok saja. Tetapi sebagian besar makanan di meja sudah habis karena Ella.

Christian mengangkat alisnya dan memandang ke arah Ella. Ia tidak pernah melihat wanita yang makan sebanyak ini. Ia tidak hanya menghabiskan makanan di piringnya, tetapi juga sisa makanan di meja.

Meski makannya sebanyak itu, tubuh Ella masih langsing.

Ia menyukainya …

Ia menyukai karena Ella bersikap apa adanya di hadapannya. Wanita itu tidak malu-malu dan jaga image seperti anak perempuan kaya atau model yang hanya makan salad saja dan mengeluh sudah kekenyangan meski sebenarnya mereka ingin makan lagi.

Ella benar-benar menghargai semua makanan lezat di hadapannya, membuat nafsu makan Christian juga semakin meningkat.

Setelah selesai makan, Ella bersandar di kursinya dengan nyaman. Ia merasa sangat puas dengan makan malam hari ini.

Namun, beberapa saat kemudian, ia menyadari bahwa ia telah melewatkan kesempatan yang besar! Ia berusaha untuk menyenangkan Christian, tetapi mengapa ia malah makan sendiri dan menikmati semuanya sendirian?

Melihat Christian berhenti bergerak dan tidak makan lagi, ia langsung bertanya dengan cemas. "Apakah makan malamnya tidak sesuai dengan seleramu?"

Ella mendekat dan memandang ke wajah Christian, berusaha untuk mencari tahu apa yang Christian rasakan saat ini.

Christian sama sekali tidak pernah memberikannya reaksi sehingga Ella ingin melihatnya sendiri dari ekspresinya.

"Tidak … Ini cukup …"

Namun, alih-alih menyantap makanannya kembali, Christian malah mengangkat tangannya untuk memegang dagu Ella. Matanya berkobar dengan gairah, seolah ingin menghanguskan mereka berdua.

Tangan yang memegang dagu itu terasa sedikit dingin. Bibir tipisnya yang juga dingin menyentuh bibir Ella.

Sebenarnya, Christian hanya berniat untuk memberikan ciuman ringan pada bibir Ella. Ia hanya ingin merasakan rasa bibir Ella. Tetapi tiba-tiba saja Ella mengambil inisiatif untuk menggunakan lidahnya, menggoda Christian dengan menjilat bibir tipis pria tersebut.

Christian terlihat sedikit terkejut dengan reaksi yang tidak ia duga itu. Tangannya langsung memegang dagu Ella semakin erat dan kemudian ia memperdalam ciumannya.

Ella merasakan rasa sakit di dagunya karena Christian memegangnya dengan terlalu keras. Dan ia juga merasakan napas yang panas dari bibir Christian.

Namun, ia tidak keberatan. Semua Ini adalah bukti dari keberhasilannya.

Ia memeluk pinggang Christian dan membalas ciuman yang dalam tersebut dengan sama bergairahnya. Semakin lama, ciuman itu membuat Christian semakin menggila. Jiwa dan raganya seolah menginginkan wanita di hadapannya ini agar lebih dekat dan melebur menjadi satu dengannya.

Tidak bisa disangkal bahwa ia memiliki ketertarikan yang luar biasa pada 'mainan' yang dikirimkan ke depan pintu kamarnya itu.

"Lepas pakaianmu," katanya dengan suara yang tenang.

Christian melihat Ella perlahan melepaskan gaunnya, menuruti perintahnya dengan patuh. Setelah melepaskannya, Ella melipatnya dengan rapi sebelum meletakkannya dengan hati-hati.

Wanita ini benar-benar berbeda dengan wanita lainnya …

Hanya sebuah gaun saja, apakah perlu ia memperlakukannya dengan sehati-hati itu?

Ella tidak tahu bahwa Christian sedang memperhatikannya. Saat ini, pikirannya terpaku pada gaun dan cardigan yang seharga 50 juta.

Ia tidak mau merusak baju semahal itu …

Setelah selesai, ia tersenyum dan memandang ke arah Christian. Tangannya memeluk leher Christian dengan manja. "Bagaimana?"

Christian memandangnya dengan tatapan tajam. "Kamu sangat percaya diri."

"Tentu saja. Kalau tidak percaya diri, bagaimana aku bisa menjadi wanitamu?"

Tatapannya itu menunjukkan ambisi dan keinginannya. Wanita ini memiliki tujuan, tujuan yang sampai sekarang Christian masih belum tahu …

Rambutnya yang panjang menggelitik dada Christian, membuat napas pria itu terasa semakin berat.

Ciuman itu semakin lama menjadi semakin mengganas. Mereka mulai berpindah dari meja makan hingga ke tempat tidur. Kursi yang mereka diduduki terjungkal ke belakang, namun mereka sama sekali tidak peduli.

Christian menanggalkan jubahnya dan menmbiarkannya tergeletak di tengah ruangan, tetapi mereka tidak peduli.

Ruangan itu bagaikan diterpa badai, tetapi mereka tidak peduli …

Saat Ella terbangun, ia berusaha bangkit dari tempat tidur. Tetapi seluruh tubuhnya terasa pegal.

Pria ini memang benar-benar seperti binatang buas!

Kemarin malam, Ella berulang kali meminta ampun dan meminta waktu sebentar untuk beristirahat. Tetapi Christian tidak memberinya kesempatan sama sekali.

Setelah meregangkan tubuhnya beberapa saat, ia termenung sambil memikirkan langkah selanjutnya.

Apakah ia harus mulai bernegosiasi dengan Christian?

Christian masih tertidur pulas di sampingnya.

Tirai jendela yang tebal itu menghalau sinar matahari dari luar. Hanya sedikit cahaya saja yang bisa mengintip dari sela-sela. Ruangan itu terlihat masih remang-remang, tetapi sedikit cahaya dari luar sudah cukup untuk menyinari garis tubuh Christian yang indah.

Ella tidak pernah membayangkan akan menggambarkan seorang pria dengan sebutan 'indah', tetapi tidak ada yang lebih tepat untuk menggambarkan Christian.

Pada saat ini, Christian terlihat sangat tenang. Matanya tidak waspada seperti biasanya dan ia juga tidak terlihat tegang. Pemandangan ini benar-benar sedap dipandang mata.

Ia hanya sedang tidur, tetapi pemandangan ini seperti sebuah lukisan yang tanpa cacat cela.

Ella berpikir cukup lama, sampai suara ponselnya berbunyi. Pada saat itu juga, Christian terbangun dari tidurnya.

Awalnya, ia berniat mengabaikan panggilan tersebut. Tetapi saat ia melihat siapa yang meneleponnya, Ella bergegas menuju ke kamar mandi, tanpa memedulikan rasa sakit dan pegal di sekujur tubuhnya.

Begitu ia mengangkatnya, sebuah teriakan terdengar. "Aku sudah memberimu waktu satu minggu! Mengapa kamu tidak memberikan uang sewanya?"

Orang yang meneleponnya itu adalah pemilik apartemen yang ia sewa.

Kepala Ella terasa pening saat mendengar teriakan tersebut. "Aku … Aku mencarimu kemarin untuk memberikan uangnya, tetapi kamu tidak ada."

"Omong kosong! Kalau kamu tidak segera memberikannya sekarang juga, jangan harap kamu bisa tinggal di tempatku."

Setelah mengatakannya, orang tersebut langsung menutup telepon dengan marah.

Ella bahkan tidak mendapatkan kesempatan untuk berbicara.

Ia sudah memasukkan uangnya ke dalam bank. Ia harus pergi ke bank untuk mengambil uangnya dan kemudian pergi ke apartemen yang ia sewa.

Sementara itu, ia tidak memiliki kendaraan sendiri. Ia harus menggunakan bus.

Bagaimana ia punya kesempatan untuk bernegosiasi dengan Christian kalau ia dikejar oleh waktu seperti ini?

Tetapi, tempat tinggalnya saat ini jauh lebih penting.

Ia segera mengenakan pakaiannya dan pergi meninggalkan hotel.