Syila langsung pergi membeli cola saat itu juga. Tidak peduli pada apa pun, termasuk para cewek yang melihatnya dan sesekali membicarakannya tentang kedatangan Alex ke kelasnya beberapa menit yang lalu.
Syila mulai melangkah perlahan sambil mengingat petunjuk yang Anisa katakan. "Lantai dasar, belok kanan," gumam Syila sambil mencoba mengingat perkataan Anisa. Dia berjalan langkah demi langkah dan kemudian menemukan kantin sekolah yang ramai oleh siswa siswi. Maklum, jam istirahat baru berjalan selama tujuh menit.
Namun, belum sempat Syila menjangkau kantin, langkahnya ditahan oleh seseorang yang memegang lengannya di koridor yang terbilang sepi.
"Kita mau ngomong!"
Tanpa melawan, Syila menghentikan langkahnya saat itu juga. Dia melihat beberapa cewek tengah mengerubunginya, salah satunya adalah orang yang memegang lengan Syila agar tidak menghindar.
Namun sayangnya, Syila tidak memiliki waktu yang banyak. Waktunya hanya beberapa menit sampai bel masuk berbunyi dan Syila tidak mau ketinggalan pelajaran berikutnya hanya karena Alex. "Maaf, saya nggak ada waktu. Saya harus segera-"
"Diem dulu, deh!" hardik salah satu cewek disana.
Syila menatap satu persatu cewek yang mengerubunginya dengan waspada. Syila sudah bersiap lari kalau para cewek itu berniat mengganggunya melalui kekerasan fisik. Bukannya Syila berpikir negative thinking, dia hanya perlu waspada agar tak perlu terlibat masalah nantinya.
"Ada apa?" tanya Syila pasrah.
"Tadi Alex ngapain ke kelas lo?"
"Udah banyak yang tau? Secepat itu?" gumam Syila heran. Tidak mampu membayangkan seberapa terkenalnya Alex di sekolah itu.
"Jawab!"
Syila menatap cewek-cewek itu bergantian. Setengah kesal karena Syila sangat tidak suka dibentak. "Seperti biasa. Majikan menyuruh sesuatu pada pelayannya."
"Nyuruh apa?"
"Beli sesuatu di kantin. Karena itu, boleh saya pergi sekarang? Sebelum Alex marah dan saya dicap sebagai pelayan yang tidak becus bekerja." Entah apa yang keluar dari mulutnya, Syila tak paham. Dia hanya bicara asal-asalan agar para cewek itu segera membiarkannya pergi. Dia tidak punya banyak waktu untuk meladeni kesinisan cewek-cewek itu termasuk menjawab pertanyaan yang lebih mirip interogasi.
"Saya permisi dulu," pamit Syila lalu berjalan dengan langkah lebar meninggalkan para cewek itu.
"Sialan! Gue kalah langkah dari cewek itu!"
"Bener! Kita aja yang sekelas sama Alex nggak berani bicara sedeket itu sama dia."
"Coba kalau Alex buka lowongan pekerjaan jadi pelayannya yang lain, gue bakal daftar pertama kali!"
"Udah lah! Nggak usah dipikirin! Sekarang kita pikirin caranya biar cewek itu kapok deket-deket Alex."
"Caranya?"
~~~
Setelah menuntaskan urusannya di kelas XI-A6, Alex kembali ke kelasnya yang berada di lantai tiga. Seperti biasa, hampir setiap langkah yang cowok jangkung itu ambil, selalu ada satu gadis yang menatapnya dengan pandangan kagum. Beberapa diantaranya bahkan menjerit histeris seakan Alex adalah penyanyi terkenal yang baru pertama kali masuk ke sekolah mereka. Padahal Alex sekolah di sana, otomatis dia bisa dilihat setiap hari.
Namun, tidak bisa dibilang setiap hari juga. Walaupun Alex masuk sekolah setiap hari, dia jarang sekali keluar kelas. Jam istirahat dia selalu di kelas, entah mengobrol dengan sahabat-sahabatnya atau tidur dengan menelungkupkan wajah di atas meja. Hanya ketika benar-benar kelaparan maka Alex akan pergi ke kantin. Karena jarangnya Alex terlihat di jam istirahat, maka para gadis yang sekelas dengan cowok itu seringkali dibilang sangat beruntung. Bisa melihat Alex kapanpun mereka mau tanpa harus menunggu cowok itu masuk kelas dan keluar kelas.
Namun sepertinya, hari ini harus diperingati seumur hidup. Karena Alex keluar di jam istirahat dan menyegarkan mata para gadis yang mengantuk oleh mata pelajaran sebelumnya. Cowok itu berjalan santai di koridor kelas sebelas, dengan wajah datar andalannya dan tangan dimasukkan ke saku celana seragamnya. Mungkin, ini pertama kalinya Alex menyusuri koridor kelas sebelas setelah naik kelas.
Sayang sekali, Alex tidak mungkin tanpa alasan datang ke kelas sebelas. Para gadis mulai berspekulasi sendiri, dan karena tetap tak menemukan jawabannya, mereka nekat mengikuti dari belakang punggung Alex tanpa suara.
Akhirnya mereka mendapat jawaban saat Alex memasuki kelas neraka di koridor paling ujung. Masuk kelas tanpa ketukan dan tanpa permisi, lantas menghampiri sebuah bangku dipojokan dimana pemilik bangkunya tengah menelungkupkan kepalanya diatas meja. Dan tak perlu waktu lama sampai mereka tahu, siapa yang dihampiri Alex di jam istirahat. Syila. Cewek yang baru pindah ke SMA Nusa Bangsa hari ini.
Berita Alex yang menghampiri Syila langsung tersebar luas. Dari mulut ke mulut, dari kelas ke kelas, dari lantai ke lantai hingga hampir semua fans Alex mendengar berita itu. Secepat itu. Membuktikan bahwa Alex Prawira memang bukanlah orang biasa di SMA Nusas Bangsa.
Akhirnya Alex kembali ke kelasnya. Senyum miring cowok itu belum juga luntur, menimbulkan kernyitan bingung dari dua teman baiknya Roni dan Dika. Keduanya memandang Alex sampai cowok jangkung itu duduk dibangkunya. Tepat di belakang bangku Roni dan Dika yang kebetulan duduk bersebelahan.
"Dari mana lo? Bel istirahat langsung cabut." Roni bertanya sambil asyik mengunyah permen karet, lalu memutar kursinya menghadap ke belakang.
"Ngapain senyum-senyum? Gila?" Kali ini giliran Dika yang bertanya.
Alex melempar sebuah buku, namun Dika tangkis dengan cepat, tidak terima disebut gila oleh teman baiknya itu. Wajahnya menjadi datar kembali sementara Dika dan Roni tergelak puas.
"Gue barusan dari toilet dan denger dari cewek-cewek waktu di toilet-"
"Lo ke toilet cewek?" sela Roni asal.
"Enggak lah, Bego!" Dika mengangkat kepalan tangannya seolah akan memukul Roni. "Gue papasan sama mereka. Katanya lo abis dari kelas sebelas buat ketemu pelayan lo. Yang dimaksud pelayan itu... cewek yang lo ceritain itu, kan? Yang namanya Silvi itu?"
"Syila woi..." koreksi Renno.
"Iya itu maksud gue! Ck, cuma salah dikit doang."
"Hm," Alex hanya membalas dengan gumaman. Social media nya lebih asyik dari pada pembicaraan dua teman baiknya.
"Bukannya lo bilang dia disini jadi-"
"Ck!" Alex menegakkan punggungnya, lalu melihat sekitar. Roni dan Dika ikut melihat sekitar yang terlihat banyak orang. Lebih tepatnya banyak cewek-cewek yang masih mengikuti Alex meskipun hanya dari jendela.
"Jangan keras-keras, Bego lo ah!"
"Oke, oke. Sorry." Roni nyengir. Jangan sampai dia membangunkan macan tidur dalam diri Alex. "Tapi kenapa lo sampe dapet ide kayak gitu?" tanyanya dalam suara kecil.
"Gue cuman pengen ngerjain dia."
"Serius?" Roni dan Dika saling berpandangan.
"Gila lo! Kalau nyokap lo tau gimana?"
"Nggak bakalan," Alex meletakkan ponselnya ke atas meja. "Kecuali cewek itu yang ngasih tau sendiri ke nyokap."
"Gue jadi penasaran. Gue mau ketemu sama dia, ah! Kelas XI-A6 kan? Anjir kasian banget tuh cewek dapet kelas neraka." Roni berdiri dari bangkunya, berniat untuk keluar kelas seperti yang dituju Alex tadi.
"Gue ikut!" Dika menimpali. Dia penasaran dengan sosok Syila yang sangat dibenci Alex itu.
"Dia nggak ada di kelas."
"Hah? Dimana? Kok lo bisa tau?"
"Gue nyuruh dia ke kantin." ujar Ega santai.
"Jadi, lo kesana tadi buat nyuruh Syila ke kantin?" tebak Roni.
"Seratus!" Alex memuji Roni yang mampu menebak dengan benar. Roni memang terkenal dengan kepintarannya. Dia sangat pandai membaca dan menebak situasi, meski akhirnya dia sedikit tertular oleh ketidak normalan Dika. Ikut menjadi pintar mengumpat, misalnya.
"Bangs-" Dika menutup mulutnya sebelum kata umpatannya terucap dengan benar. "Ya udah gue nyusul dia ke kantin. Lumayan sekalian beli cimol."
"Emang tau wajahnya?"
"Nggak juga, sih,"
Roni menjentikkan jarinya. "Kita bisa nanya ke setiap cewek. Kayaknya banyak yang tau anak itu gara-gara lo."
"Tumben lo pinter, Ron?"
Roni hanya memutar bola matanya, malas menanggapi keusilan Dika yang entah kapan habisnya. "Ayo, keburu bel masuk!"
"Lets go! Lo nggak ikut, Lex?"
"Nggak. Nanti juga pelayan gue dateng sendiri."
"Gila! Nggak berperi kecewekan banget!"
"Udah, ayo!"
Renno menarik kerah belakang Dika, membuat cowok itu kelimpungan karena harus berjalan menghadap belakang.
~~~
Dari lantai tiga sampai lantai dasar, Roni dan Dika sibuk membalas sapaan dari para cewek yang ditujukan untuk mereka, hingga tidak sengaja mengesampingkan tujuan awal mereka ke kantin. Siapa bilang yang terkenal di SMA Nusa Bintang hanya Alex? Roni dan Dika pun ikut masuk dalam jajaran most wanted bagi para bidadari di sekolah elite itu. Alex, Roni dan Dika sering disebut pangeran sekolah. Sama-sama ganteng, bertubuh tinggi ideal, dan kaya serta memiliki pesona masing-masing. Alex si Ice Prince, Roni si Smart Prince dan Dika si Silly Prince . Entah siapa yang memberi julukan itu pada awalnya hingga membuat ketiga pangeran sekolah itu risih sendiri.
Roni dan Dika berjalan menyusuri kantin yang terbilang ramai. Mata mereka melihat satu persatu cewek yang melintas, siapa tahu bisa berpapasan dengan Syila tanpa harus susah-susah mencari.
"Woy!" Suara Dika yang menggelegar berhasil membuat beberapa cewek yang berdiri di koridor menatapnya. Cowok itu tidak malu, malah menghampiri kumpulan cewek itu seolah dia mengenalnya. Toh Dika memang mengenalnya kok. Ngomong-ngomong, mereka memang satu kelas. Sebuah keberuntungan karena Roni dan Dika tidak perlu repot-repot sok kenal sok dekat ke cewek lain. Belum lagi bahaya kalau mereka dikira sedang modus mencari gebetan.
"Tumben lo keluar, Ron? Biasanya baca buku sampe mampus."
Roni hanya terkekeh. Kebiasaannya membaca buku dan mengerjakan PR di sekolah tepat setelah diberikan guru memang sering menjadi bahan bercandaan teman-teman dan ia tidak masalah.
"Kalian tau yang namanya Syila nggak? Ya pasti tau lah! Kecepatan penyebaran gossip kalian kan udah kek jaringan internet 5G."
Salah satu dari cewek itu menghela napas jengah. "Ngapain nyari dia?"
"Ada kepentingan yang tidak dapat diganggu gugat," ucap Dika, sok penting.
"Gaya lo, Dik!"
"Serius. Kalian liat Syila nggak?" Kali ini Roni yang bicara. Cowok berkacamata itu menatap temannya satu persatu.
"Barusan ke kantin. Anaknya mungil dan rambutnya dikuncir kuda."
Setelah mendapat ciri-ciri Violet, Renno dan Dhika bergegas pergi. Tidak lupa berpamitan pada teman sekelasnya yang semakin dongkol pada Syila.
Kenapa semua orang harus mencari Syila? Bahkan cewek itu nggak ada spesialnya sama sekali!