Chereads / life must Go on / Chapter 12 - Bab 12

Chapter 12 - Bab 12

Mobil hitam itu mulai melaju membelah jalanan jakarta. Tidak ada pembicaraan disana, hanya keheningan. Sama sekali tidak ada kata yang terucap di bangku belakang. Namun tidak masalah bagi Syila. Setidaknya ia bisa menghabiskan waktu dengan melihat jalanan agar nantinya ia hafal dengan jalan menuju sekolah barunya itu.

Ditengah kesunyian, syila merasakan ponselnya bergetar di saku dada. Nama 'Bu Lidia' tertera di layar. Lidia, seorang karyawati berusia empat puluh tahunan yang akan menemani Syila menemui wali kelasnya nanti. Vina meminta bantuan wanita itu kemarin, tidak ingin syila kebingungan di sekolah barunya yang tentu masih sangat asing. Syila tidak mengenal siapa pun sementara vina tidak bisa menemaninya di sekolah. Meminta pertolongan alex? Ah, dalam hal ini vina tidak bisa mengandalkan putranya untuk hal-hal seperti ini.

Syila berdehem pelan, bergegas menggeser icon hijau untuk menjawabnya.

"Hallo?"

"Selamat pagi, Syila. Sudah sampai di sekolah?"

"Masih di perjalanan, Bu. Eum..." syila menutup layar ponselnya sebentar untuk memajukan badannya sedikit dan bertanya pada Yusman. "Masih jauh gak ya, Pak?"

"Sekitar lima menitan, Non."

"Oh, oke." syila kembali pada posisinya. "Saya sampai sekitar lima menit lagi."

"Oh yaudah, Ibu tunggu di halaman depan, ya?"

"Iya, Bu Lidia. Maaf ngerepotin."

"Gak apa-apa. vina memang meminta saya secara khusus untuk mengantar kamu. Kalau begitu saya tutup teleponnya, ya?"

"Iya, baik Bu."

Syila kembali meletakkan ponselnya dalam saku. Dia melihat jalanan yang cukup ramai oleh para pekerja dan siswa yang berangkat ke tempat tujuan masing-masing. Syila tersenyum ketika melihat bus kota yang penuh. Dia teringat dengan kesehariannya yang dulu. Harus berangkat pagi agar tidak ketinggalan bis dan harus berdesak-desakan hingga sampai di sekolah dengan wajah penuh keringat.

Dan Syila sama sekali tidak menyangka, jika dalam waktu tidak lebih dari sepuluh hari, hidupnya berubah seratus delapan puluh derajat. Dia tidak perlu berjalan jauh ke halte, menunggu bis dan berdesakkan. Sebuah unit mobil yang dingin dan nyaman, sopir yang ramah, dan bonus... sesosok manusia patung yang tidak berminat membuka mulutnya sedari tadi.

Setelah menikmati perjalanan yang sunyi, mobil itu pun tiba di halaman sebuah sekolah. Yusman mematikan mesin mobil dan menoleh ke arah belakang. "Sudah sampai di sekolah, Mas alex, Mbak ila."

Syila memandang sekolah barunya dari kejauhan. Ia pernah mendengar sebelumnya, SMA Kesatuan Bangsa termasuk SMA swasta paling tersohor di Jakarta, tidak kalah dengan SMA berstandar Internasional dalam hal metode pembelajaran dan fasilitasnya. Kemarin, syila sempat kesana beberapa kali untuk mengurus beberapa hal. Gedung utama yang terdiri atas lima lantai, berwarna biru-putih yang tampak terawat dengan sangat baik.

Syila mengernyit heran ketika satu persatu cewek mulai mendatangi mobil yang ditumpanginya. Mereka layaknya semut yang mengerubungi sebutir gula. Semakin heran lagi, syila tidak melihat satu pun cowok yang ikut bergabung di sana.

"Pak, kok rame banget, ya?" syila bertanya sambil menatap Yusman meminta jawaban, namun pria paruh baya itu hanya tersenyum tipis lalu kembali mengarah depan. Syila tidak bisa mengartikan senyum itu.

Ini mau ada demo apa gimana? Tapi kok cuma cewek-cewek doang, mana masih pagi juga! pikir Syila. Entah terlalu lugu atau kadar kepintarannya berkurang pagi ini.

"Thanks, Pak."

Syila beralih menatap alex sebentar. Cowok jangkung itu tampak tak peduli dengan keramaian di luar dan tatapan penuh tanya dari syila yang menghujaminya. Syila ingin bertanya langsung pada alex yang bisa-bisanya tidak terganggu dengan keramaian di luar, namun ia mengurungkan niatnya itu setelah ia sadar bahwa alex tidak mungkin menjawabnya. Syila tidak ingin membuat alex semakin tidak nyaman. Di mobil tadi saja, alex terlihat ogah-ogahan duduk berdua dengannya.

"Nanti aku pulang sama Roni. Pak Yusman gak usah jemput."

"Lho ya tetap jemput, Mas alex. Kata Bu vina, Mbak syila gak boleh pulang sendiri, harus saya jemput."

Oh iya. alex lupa. Ada orang lain yang menggunakan mobil jemputannya mulai hari ini.

Alex melirik Violet dengan ujung matanya, dari atas ke bawah, lalu kembali ke wajah cewek itu.

"Ngapain liatin gue?" tanya syila, cukup risih karena alex tidak berhenti meliriknya. Memangnya kenapa, sih? Apa tampilannya aneh? Tetapi Syila sempat melihat ke spion depan dan tampilannya baik-baik saja.

"Lo keluar dulu!" seru alex, terdengar seperti perintah di telinga syila. Tentu saja, syila tidak semudah itu menaati perintah sang Tuan Muda.

"Kenapa harus gue? Kenapa gak lo duluan? Toh pintunya juga beda, kan?"

alex mengurut keningnya yang sedikit pening mendengar pertanyaan bertubi-tubi dari Syila. "Tinggal lakuin apa susahnya?"

"Gue bukan pelayan lo. Lo gak bisa semena-mena sama gue!"

Habis sudah kesabaran alex. Cowok itu dengan cepat memajukan tubuhnya ke arah syila. Mengikis habis jarak hingga ujung hidung masing-masing nyaris bersentuhan. Ayila melotot terkejut dan refleks memundurkan tubuhnya hingga belakang kepalanya terantuk kaca.

"Aduh!" keluh syila yang tak digubris oleh alex.

"Gue bilang keluar duluan." alex menekankan setiap kalimatnya, lalu tangannya meraih tuas pintu mobil di belakang syila.

Cklek!

"E-EH! BENTAR!"

Terlambat. Dengan cepat alex membuka pintu dan sedikit mendorong bahu syila. Sampai akhirnya syila tidak memiliki pilihan lain kecuali membuka pintu mobil dan turun. Dia bersungut nyaris mengumpat ketika alex kembali mendorongnya dari belakang karena jalannya menjadi terhambat.

Suasana mendadak hening. Para cewek yang semula bersorak mendadak menutup mulut masing-masing. Beberapa diantaranya menjerit tertahan, seolah melihat sesuatu 'menakutkan' di depan mereka.

"Cewek itu siapa?"

"Kok bisa semobil sama alex?"

"Bikin rusak pemandangan gak, sih?!"

"Siapa, sih? Beruntung banget bisa semobil sama alex!"

"gak mungkin orang nebeng, kan?"

"gak mungkin lah!"

Syila mulai menggaruk puncak kepalanya bingung. Kebisingan disekitarnya membuat cewek berkuncir kuda itu linglung. Bahkan syila kesulitan untuk mencari jalan keluar dari kerumunan itu ketika mereka melangkah semakin dekat. Mencoba mencari tahu tentang siapa syila sebenarnya dan mengapa cewek itu bisa satu mobil dengan alex.

"Beraninya cewek itu deketin pujaan hati kita!"

Ah, ya, syila akhirnya mengerti. Ternyata pemikiran syila tadi salah. Mereka tidak sedang berdemo, melainkan menyambut sosok Alex Prawira yang selalu tampil menyilaukan di mana pun cowok itu berada. Berwajah tampan, kaya, tinggi, wangi, dan tentunya populer. Oh jangan lupakan sifat dingin yang cowok itu miliki. Membuat siapa pun terutama para siswi SMA Nusa Bangsa rela berangkat pagi demi melihat Alex datang ke sekolah. Sangat menyegarkan untuk menyambut pagi yang suntuk.

Alex nyaris tidak memiliki kekurangan. Kecuali... kurang ramah. Ya, itu saja. Tetapi, bagi budak cinta alex yang jumlahnya tak terhitung di SMA Nusa Bangsa, kekurangan itu sama sekali tidak berarti.

Syila melirik alex disampingnya tak percaya. Apa benar alex yang dimaksud sebagai 'pujaan hati' oleh mereka? Syila tidak salah dengar, kan? Kenapa cowok dingin dan agak kurang ajar ini harus dipuja sampai disambut ketika datang?

"syilaa.!"

Samar, di antara suara berisik itu, syila mendengar namanya disebut. Hanya beberapa detik, syila berhasil menemukan sumber suara. Itu Lidia. Melambaikan tangannya sebagai isyarat agar syila menghampirinya.

"Iya, Bu, sebentar!"

"Mau kemana, Lo?"

Namun, baru dua langkah, kerah bagian belakang syila tertarik hingga dia nyaris terjatuh ke belakang. Untung saja, syila memiliki keseimbangan yang bagus. Hanya oleng sedikit namun berhasil berdiri dengan tegak. Syila menoleh, memberi tatapan sengit pada Alex yang tanpa rasa bersalah melepaskan tarikannya dari kerah seragam syila. Syila bersumpah akan meminta alex menyetrika ulang seragamnya kalau sampai kusut!

"Kasih gue jalan!" perintah alex lagi. Dengan nada tenang dan datar seolah ia biasa melakukannya.

"Hah?"

Alex menunduk, berniat berbisik langsung di telinga syila. Kontan tingkahnya membuat para cewek yang berdiri di sekitarnya memekik kaget. Mereka berdua terlalu dekat. Rasa penasaran cewek-cewek itu semakin menjadi.

Sebenarnya siapa perempuan di sebelah alex itu? Kurang lebih itulah yang ada di batin hampir semua cewek yang berkumpul disana.

"Gue gak suka lewat dikerubungin mereka." bisik alex hingga membuat syila menjauhkan sedikit tubuhnya. Alex terlalu dekat. Napas hangat cowok itu bahkan bisa syila rasakan dengan jelas, membuatnya merinding.

"Itu sih urusan lo!"

Alex mengepalkan tangannya di kedua sisi tubuhnya. Kelopak matanya memejam erat selama dua detik, berusaha meredam emosi yang lagi-lagi tersulut oleh sosok cewek yang minggu lalu 'dipungut' orangtuanya.

Dimata alex, syila benar-benar kurang ajar. Perilaku ayila seolah sama sekali tidak menghargai alex yang merupakan putra tunggal dari keluarga Prawira yang menolongnya.

Dia harus segera memberi pelajaran untuk cewek ini!

"Kak alex, dia siapa?"

Alex tidak tahu siapa yang menanyakan hal itu. Namun disaat yang sama, alex menyeringai. Sebuah ide mampir di otaknya yang mendidih terbakar emosi.

Dalam sekejap, alex menarik tangan syila yang berusaha mencari celah agar bisa keluar dari kerumunan itu. Syola pikir dia terbebas berebut oksigen dalam kerumunan itu, namun ternyata dugaannya salah. Dia kembali tertarik ke pusaran itu, dan alex lah pelakunya.

"Lo apaan, sih?!" seru Syila marah. Lama-lama ia ikut terpancing emosi kalau alex bertingkah sesuka hatinya. Dia sekuat tenaga menahan diri agar tidak menonjok wajah yang dipuja para cewek disana. Kalau sampai kelepasan, syila bisa saja terbunuh oleh jambakan, cakaran, atau tingkah sadis lainnya saat itu juga.

Saat syila sibuk mengontrol emosi, alex menarik tubuh syila kedepan hingga cewek itu berdiri memunggunginya. Syila menggerakkan lengannya agar alex segera melepas cengkramannya.

"Kalian pengen tau dia siapa?"

Para cewek disana kembali berbisik, sebagian besar menggumamkan kata iya, sebagian lagi langsung terfokus pada ucapan alex sebentar lagi. Merasa deg-degan dan takut secara bersamaan. Pangeran sekolah itu... tidak mungkin sudah sold out kan?

"Dia? Pelayan pribadi gue!"

Syila melotot. Dia lantas berbalik dan memberi tatapan semenakutkan yang ia bisa.

Pelayan, katanya? Apa-apaan?!

Sayangnya, alex seolah tidak melihat apa pun. Cowok itu tetap tenang, matanya mengerling sekilas pada Syila yang nyaris mengeluarkan asap dari lubang hidung dan telinganya, lalu kembali fokus pada para fans-nya.

"Dia adalah pelayan yang dipekerjaan buat nemenin gue di sekolah. Jadi, kalau ada urusan apa pun, gue bisa nyuruh dia kapan pun gue mau."

Seringaian alex menjadi penutup dari rasa penasaran para cewek di sana.