Tok! Tok! Tok!
"Ma? Mama?"
Alex mengintip ruang kerja vina melalui celah pintu yang sedikit terbuka. Vina mengabaikan layar laptopnya sebentar demi menoleh ke sumber suara. Melihat kepala alex yang mengintip, sementara tubuhnya di balik daun pintu. Lengkap dengan raut wajah bersalah bercampur takut.
Vina menahan senyum. Sepertinya mengerjai alex sebentar bukanlah ide buruk. Kapan lagi vina bisa melihat ekspresi lain dari wajah yang selalu terlihat datar dan dingin itu? "Masuk aja lex."
Vina berpura-pura sibuk kembali dengan layar laptopnya. Langkah kaki alex mulai terdengar mendekat, lalu berhenti tepat di depan meja kerja yang digunakan vina.
"A. Alex... mau minta maaf." cicit Alex sambil memainkan jemarinya. Mirip seperti seorang bocah yang dimarahi gurunya karena tidak mengerjakan PR. Vina berusaha keras untuk tidak tertawa. Sungguh tingkah Alex kali ini sangat menghibur bagi kepala vina yang mulai panas akibat terlalu banyak memikirkan alur cerita untuk kelanjutan novelnya.
Vina berdehem pelan. "Buat apa lex?"
"Nyepelein ancaman Mama, bikin Mama marah, terus..."
"Bikin ATM kamu gak bisa digunakan?" sambung vina telak.
Alex mendongak lalu mengangguk pelan. Alasan terbesar mengapa alex memohon maaf pada vina adalah karena itu.
"Ya udah, Mama maafin." ucap vina secepat kilat. Bahkan sebelum Ega sempat mengeluarkan jurus-jurus rayuan agar mamanya luluh dan mencabut hukumannya. Baru saja alex berniat memproduksi air mata buaya seperti saran Ronj. Namun, vina sudah memberinya maaf? Dengan cuma-cuma?
"S-serius, Ma? Beneran?" tanya alex memastikan. Namun tak lama, tatapan berbinar alex kembali meredup. Mungkin vina hanya memberinya maaf, tapi tetap tidak akan mencabut hukumannya. Bukankah itu sama saja bohong?
"Iya." vina memutuskan untuk menutup layar laptopnya, bermaksud menutup pekerjaannya malam ini untuk dilanjutkan esok hari. Wanita itu lantas menatap alex datar. Lebih tepatnya, berusaha untuk datar. "Terus? Kenapa kamu masih disini?"
"Ma..."
Vina menggigit bagian dalam pipinya, mencoba menahan gelak tawanya lebih lama lagi. Alex benar-benar terlihat seperti bocah polos. Vina tidak menyangka putra kesayangannya yang berwatak keras, dingin, dan jarang bicara itu memiliki sisi lain yang berbeda. Lebih tepatnya, sisi menggemaskan yang pernah menghilang kini kembali muncul ke permukaan.
Tapi akhirnya vina tidak tahan. Ia tertawa lepas sampai membuat alex heran bukan main.
"Mama gak lagi kerasukan hantu, kan?" tebak alex asal.
vina berhenti tertawa saat perutnya terasa sakit. "Maaf, maaf. Kamu lucu banget soalnya. Kayak bocah!"
"Jadi dari tadi Mama nge-prank alex?!" seru alex tak percaya. Jangan-jangan, soal ATM-nya yang tidak bisa berfungsi juga salah satu bagian prank? Kenapa Mama-nya sekarang punya ide nge-prank seperti kebanyakan Youtuber Indonesia?
"Ya enggak lah!" vina mengatur napasnya. "Mama beneran marah sama kamu. Bisa-bisanya bikin syila terganggu. Kalau dia gak betah di rumah gara-gara kamu gimana?"
Bagus lah! Alex berseru dalam hati dengan semangat.
"Iya, maafin alex y ma." ucap alex lagi makin lirih dan menunduk. Oh, dia harus mendapat penghargaan atas aktingnya yang cukup bagus ini.
"Ya udah. ATM kamu akan Mama balikin seperti sediakala, besok."
Alex mulai mengangkat kepalanya dan matanya berbinar lega.
"Tapi, ingat! Sekali lagi kamu gangguin syila dan ketahuan Mama, Mama gak bakal ngasih ampunan. Mama juga bakal bilang ke Dani dan Roni buat nggak minjemin kamu uang sepeser pun!"
"Oke." jawab alex tanpa berpikir panjang.
Kalau gak ketahuan, berarti gak apa-apa, kan? Alex melanjutkan ucapannya dalam hati. Dikepalanya mulai muncul satu persatu ide yang bisa dia gunakan untuk mengerjai syila ketika mamanya tidak ada. Dan, apalagi cewek itu akan bersekolah di SMA-nya juga. Mamanya tidak akan bisa mengawasi di sekolah.
Vina hanya tidak tahu, dendam Alex pada syila tidak akan semudah itu padam hanya karena beliau yang minta. Selama syila masih bebas dengan segala kesenangan yang diberikan cuma-cuma oleh keluarga Prawira, maka alex tidak akan tinggal diam. Ia tidak akan membiarkan cewek penuh akal itu berhasil memuluskan rencananya di masa depan.
Bahkan kalau bisa, alex akan membuat cewek itu angkat kaki dari keluarga Prawira. Secepatnya!
"Ngapain kamu masih di sini? Mau tidur sini?"
"Gak lah Ma! Alex ke kamar dulu, ya?" alex mengecup pipi vina singkat sebelum melangkah keluar. Namun, di depan pintu alex kembali berbalik. "Oh ya, Ma."
"Apa lagi hmm?"
Alex hanya menggeleng kecil dan tersenyum tipis. "alex seneng liat Mama ketawa."
Alex lalu menghilang di balik pintu. Meninggalkan vina yang terkesiap, lantas ekspresinya berubah sendu.
~~~
Hari yang ditunggu-tunggu akhirnya datang juga. Setelah satu minggu meninggalkan pelajaran, akhirnya sebentar lagi Syila bisa menjalani proses belajar mengajar lagi. Ya, hanya satu minggu, semuanya sudah dipersiapkan dengan matang. Termasuk seragam baru yang baru sampai kemarin sore dan langsung dibawa vina menjauh untuk disetrika oleh salah seorang pelayannya. Tidak membiarkan syila menyetrika seragamnya seperti yang selalu cewek mandiri itu lakukan dulu.
"Semuanya udah disiapin? Peralatan kamu? Buku? Alat tulis?"
Syila tersenyum melihat kegaduhan dari vina. Wanita itu tidak henti-hentinya mengingatkan perihal keperluan yang harus dibawa syila. Mungkin dia lupa, bahwa syila sudah pernah sekolah yang pastinya paham tentang keperluannya sendiri.
"Sudah, Tanteku sayaaang~"
Syila menutup resleting tasnya, lalu berdiri sambil menggendong tas yang cukup berat oleh buku-buku itu. Resiko karena syila belum tahu sam sekali jadwal pelajaran yang telah ditentukan, jadi ia harus membawa beberapa buku lebih banyak.
Syila mulai kembali merapikan penampilan perdananya. Seragam berwarna putih dan rok lipat bermotif kotak-kotak biru selutut terpakai di tubuh ramping nya. Dia tampak sangat pantas dengan seragam yang ukurannya tidak terlalu ketat dan juga tidak kebesaran itu. Rambut lurus sebahunya diikat kuncir kuda dan poni setengah panjang dibiarkan tergerai menutupi tepian wajahnya. Syila menyapukan sedikit bedak bayi di wajahnya, lalu disempurnakan dengan lip balm dan lip tint berwarna pink di bibir tipisnya. Aroma baby cologne tercium samar di tubuhnya.
Hanya seperti itu. Tidak ada yang berlebihan. Tetap menjadi Asila Anastasya yang sederhana Seperti dulu. Tidak berubah meski sebentar lagi ia resmi menjadi pelajar sekolah swasta paling elit di kota metropolitan.
"Kamu keliatan tambah cantik!" puji vina tulus. Syila tersenyum malu dan pipinya sedikit merona.
"Makasih, Tan."
"Yuk sarapan! Om raka sama alex udah nunggu dibawah."
~~~
Di ruang makan, ada raka yang seperti biasa terhanyut dengan koran bisnis paginya dan alex yang sibuk dengan ponselnya. Menu sarapan telah terhidang di atas meja, namun adab makan yang keluarga Prawira tanamkan adalah tidak memulai sarapan sebelum seluruh anggota keluarga lengkap, kecuali jika sudah izin untuk meninggalkan sarapan. Kehadiran vina dan syial membuat raka melipat korannya.
"Pagi, Om." sapa syila.
Raka tersenyum dan sangat takjub pada syila yang tidak pernah lupa memberi sapaan pagi. Kebiasaan kecil yang memberi pengaruh besar bagi munculnya suasana hangat di meja makan. "Pagi juga, ila. Kamu cantik banget pakai seragam itu."
Syila mengusap tengkuknya malu. Terus terang, syila tidak terlalu percaya diri dengan baju seragamnya yang sebatas lutut. Karena di sekolah lamanya, syila memakai rok panjang sampai mata kaki.
"Serasa kayak liat putri kita baru masuk sekolah nggak sih, Pa?" komentar Vina.
"Lho, kan emang putri kita, Ma?"
"Padahal syial udah kelas dua." sungut syila dengan bibir cemberut, lalu berubah menjadi senyuman dalam waktu beberapa detik. Dia tidak menggubris perkataan raka yang menganggapnya sebagai putri beliau. Dia tahu pria paruh baya itu hanya bercanda.
"Lama banget. Keburu siang ini." Suara dengan nada dingin milik raka menginterupsi. Rupanya cowok itu bicara tanpa berpaling dari layar ponselnya.
Cup!
"Gitu aja ngambek!"
"Mama!" alex memegangi pipinya yang baru dikecup vina. Semenjak melihat sisi kekanakan alex masih 'tersisa', vina sesekali memperlakukan alex seperti anak kecil. Salah satunya mengecup atau mencubit kecil pipi cowok jangkung itu.
Acara sarapan berlangsung dengan ringkas. Raka langsung pamit lebih dulu untuk pergi ke kantor. Sebagai Direktur Utama, raka harus memberi contoh yang baik untuk karyawannya. Misalnya, disiplin berangkat pagi dan menghindari keterlambatan meski hanya beberapa menit setelah jam kantor dimulai.
Sementara itu, sisa anggota keluarga Prawira yang lain; alex dan vina serta ditambah dengan Syila, mereka masih berada di halaman rumah.
Alex melirik jam tangannya, lalu memandang dua manusia yang masih asyik mengobrol. Padahal jam masuk tinggal beberapa menit. Meski jarak rumah ke sekolah tidak terlalu jauh, tetap saja ada kemungkinan terlambat. Dan alex tidak mau terlambat hingga harus menjalankan hukuman bersama syila.
Karena mau tidak mau, vina mengumumkan bahwa mulai hari ini syila akan berangkat bersama dengan alex. Dengan diantar oleh Yusman dalam mobil yang sama.
Memangnya alex gak boleh menolak? Boleh, tentu saja. Tapi kartu ATM alex kembali menjadi korbannya.Ega tidak mau hal itu terjadi.
"Ini kapan berangkatnya?" tanya alex yang menyuarakan kebosanan menunggu syila dan vina berbincang.
Vina menoleh ke arah alex yang bersandar di samping mobil sembari menyembunyikan kedua tangannya di dalam saku celana.
"Iya. Ini mau berangkat, kok."
"Tan, ila berangkat dulu."
"Iya. Hati-hati ya, Sayang!" vina memeluk syila singkat dan memberi kecupan ringan di pipi cewek itu. Syila berkedip-kedip karena terkejut. Ini pertama kalinya vina memberikan kecupan seperti yang mamanya lakukan dulu. Mamanya bilang, kecupan itu sebagai tambahan semangatnya. Dan kini syila mendapatkannya lagi meski bukan dari mamanya. Tapi ajaibnya, semangatnya juga bertambah.
"alex berangkat, Ma!" pamit alex lalu berniat membuka pintu mobil bagian depan.
"Lho kamu kok duduk depan? Duduk belakang sama ila! Kasian dia sendirian." vina menahan lengan alex, setengah menyeret agar cowok jangkung itu duduk di kursi belakang bersama syila. Membuka dan menutupkan pintu mobilnya.
Vina melambaikan tangan dari luar. Tampak sekali kepuasan di wajahnya setelah berhasil membuat putranya bad mood bukan main.
"Lagi-lagi ngerepotin." dengus alex, memilih menyandarkan kepalanya pada kaca samping mobil dan bersedekap dada, membuat jarak sejauh mungkin dengan syila. Cewek itu mengedikkan bahu, tidak peduli.