Sejurus kemudian, lelaki itu masuk ke dalam mobil putihnya, dengan sekejap mobil tersebut melaju, membelah jalanan dengan cepat, dan meninggalkan Asya sendirian.
Asya masih terhenyak, mematung di tempat itu sembari berpikir. Penjelasan Crish tadi, sungguh mengagumkan. Benar, sepertinya Asya terlalu terpaku pada sampul, dan tak memandang lebih dalam isinya.
Lalu, jika Asya memandang Sean sebagai lelaki yang kejam dan naif, apakah Asya tak boleh terpaku pada sikap buruk lelaki itu dan berusaha melihat sifat baik Sean?
Entahlah. Asya pikir, ia tak perlu memikirkan hal yang tak penting begitu.
***
Klek!
Jam sudah menunjukkan pukul tiga sore. Sean baru saja pulang sekolah, lelaki itu tak berniat pergi ke mana-mana. Ia tak memiliki jadwal apapun sekarang. Namun, saat mengingat bahwa Lathia sudah ada di rumahnya, hal itu membuat Sean ingin segera pulang ke rumah lebih awal.
Lelaki itu melangkah ke dapur, suasana rumah lumayan senyap. Rumah Sean memang besar. Namun, penghuninya terhitung sedikit. Hanya anggota keluarga dan beberapa pelayan, menjadikan beberapa ruangan terlihat sepi sekali.
Sean membuka kulkas dan mengambil sebuah apel dari sana.
"Rupanya kamu sudah pulang."
Sean langsung menghentikan tangannya yang tengah mengupas apel saat suara seorang gadis tiba-tiba terdengar. Sean mengangkat kedua sudut bibirnya, ia berbalik dan menagapt Lathia yang sedang berdiri di bingkai pintu sembari melipat tangan.
"Aku sudah pulang. Memangnya ada apa? Apa kamu merindukanku?" pancing Sean.
"Aku ingin keluar dari rumah ini." Lathia menatap seluruh area dapur. "Rumah besar ini tak membuat diriku senang sama sekali," lanjutnya. Gadis itu lalu mendekat ke arah Sean, berjalan dengan tatapan yang masih melirik setiap sudut dapur.
Tangan Lathia terangkat, menyentuh rahang Sean dan mengusap pelan wajah lelaki itu. Sean hanya terdiam, menatap manik Lathia dengan lekat. "Kamu berbeda sekali dengan dulu, Sean. Dulu, kamu hanyalah anak polos yang bahkan aku sendiri tak begitu tertarik denganmu." Lathia tersenyum penuh arti. "Namun, kamu jauh berbeda sekarang. Tatapan wajahmu itu, mmembuat siapun akan jatuh cinta. Sayang sekali, lelaki seperti dirimu jatuh ke pelukan gadis murahan anak pembantu itu," lanjutnya.
Sean melebarkan maniknya saat mendengar ucapan Lathia. Dari mana gadis itu tau tentang Asya? Ah, pasti karena Asya berkeliaran di sekitar rumah ini sehingga Lathia memergoki gadis itu.
"Oh, dia. Memangnya kenapa? Sepertinya kamu tak ingin aku berpecaran dengannya," tanya Sean.
Lathia melepaskan tangannya dan menghela nafas kecil. "Apa kamu tak takut dengan posisi gadis itu? Ayahmu tak akan menyetujuimu jika tau kamu berpacaran dengan dia," ungkapnya.
"Awalnya, aku tak ingin peduli lagi denganmu. Bahkan, menatapmu saja enggan. Apalagi saat tau kamu memiki pacar diam-diam, kau selingkuh. Itu membuatku kesal dan marah. Tapi Sean, saat tau gadis yang kamu selingkuhi itu adalah anak pelayan, aku rasa kamu hanyalah melampiaskan perasaanmu padanya di saat aku tak ada." Lathia menatap Sean tersenyum sinis.
Sean mendengus. Teruslah berspekulasi Lathia. Gadis itu tak sekalipun berpikir bahwa Sean dan Asya hanyalah pura-pura.
"Dan kamu sungguh tak mencintai gadis bernama Asyara itu. Bahkan saat Crish memanggilmu untuk datang ke rumah sakit, wajahmu terlihat kesal dan malas sekali. Tatapan matamu itu, membuktikan semuanya." Lathia tertawa kecil. "Karena kamu taka akan bisa berpaling dariku."
"Cukup," potong Sean cepat. Lelaki itu berubah menjadi dingin dengan ekspresi yang sulit ditebak. Ia menatap Lathia serius. "Kau bilang itu, karena cemburu padaku, bukan?" tanya Sean setelah dapat menyimpulkan maksud Lathia.
"Apa?!" Lathia menatap Sean tak suka. "Yang benar saja. Hhhh, cemburu katamu? Tak mungkin, aku—"
"Tatapan matamu itu, membuktikan semuanya." Sean tersenyum miring, hal itu membuat Lathia bungkam. Sial, Sean berhasil membalikkan keadaan. Lelaki itu lalu berusaha menatap senyumnya. "Ya ampun, aku tak tau apakah aku harus senang atau bagaimana. Kau? Cemburu padaku?"
"Jangan salah paham!" Lathia tak terima. "Aku akan segera keluar dari rumah ini, dan Crish akan segera menikahiku! Jadi jangan berharap aku cemburu padamu!" tekan Lathia marah, selanjutnya gadis itu berbalik badan hendak keluar dari sana.
"Tapi kamu tak mencintai Crish, 'kan?"
Lathia refleks menghentikan langkahnya saat mendengar suara dari Sean. Gadis itu mengepalkan kedua tangannya sembari mengatupkan gigi.
"Jangan sok tau tentang diriku!" tandas Lathia menatap Sean murka.
"Kamu tau tidak, Lathia." Sean kembali bersuara, kali ini lebih dingin, dan tentunya lebih serius, itu menatap tepat ke retina Lathia, seolah menusuk menembusnya. "Kak Crish ... sewaktu pesta berlangsung, nampak terpesona dengan wajah Asyara. Bagaimana kalau nyatanya dia juga ragu padamu?"
Lathia terbelalak, gadis itu mengejutkan keningnya. "Apa maksudmu?! Berhenti mengatakan hal yang tidak tidak padaku!" tandas Lathia makin geram.
"Tapi, itu kenyataan." Sean santai. "Sepertinya, Crish akan tertarik pada Asya. Bagaimana kalau kita memanfaatkan gadis itu untuk mendekati Kak Crish!? Kalau kamu bersedia, kita bisa bekerja sama, dan aku bisa memilikimu seutuhnya."
PLAK!
Lathia melayangkan tamparan pada wajah Sean, hingga wajah lelaki itu tertoleh dengan pipi yang terasa memanas.
"Berani sekali kamu merencanakan hal buruk pada Crish! Dia kakakmu! Aku semakin jijik melihat dirimu yang semakin licik seperti ini!" desis Lathia menatap Sean penuh kebencian.
"Lathia, ucapan burukmu tentang Asya tadi juga licik. Kamu menjelekkan dia di depan mataku. Bukannya tujuanmu adalah agar aku menjauhi gadis itu?" pancing Sean dengan nada mempermainkan, ia tersenyum lebar. "Aku hanya menyatakan kenyataannya."
"CUKUP!" Lathia memejam mata, muak dengan semua. "Sudah cukup! Sepertinya memang benar aku harus segera pergi dari rumah ini!" Lathia beranjak.
"Lathia! Pertimbangankan tawaranku. Kita gunakan Asya agar Crish bisa melepaskanmu! Pikirkan itu baik-baik! Oh, ya! Jangan lupa, aku mencintaimu!" ujar Sean agak berteriak dengan nada suara masih mempermainkan, tidak. Sean memancing gadis itu. Melihatnya membuat Sean rasanya puas sekali.
"Berisik!" Lathia jengah dan melangkah dengan menggebu.
Sean masih tersenyum sembari memandang punggung gadis itu yang semakin menjauh. Tubuh mungil yang ia sukai. Sean berdesis kecil. "Ahhh, aku harus melakukan apa lagi, ya, untuk membuat gadis itu cemburu?"
***
Crish duduk di kursi kerjanya, sembari memeriksa beberapa berkas yang cukup menumpuk di mejanya. Sudah cukup sore. Bagi pemula sepertinya, jam sekarang adalah waktunya pulang.
Lelaki itu menghela nafas sembari memijat pelipisnya. Crish menyandarkan punggungnya di kursi. Lelaki itu lalu merogoh saku jas-nya dan mengambil sesuatu dari sana. Sebuah kotak cukup kecil dengan warna merah beludru kini ada di tangannya. Crish menatap benda itu lamat-lamat, sembari berpikir.
Ia lalu membuka kotak tersebut. Sebuah cincin dengan liontin pertama biru yang sangat indah, berada di sana, tersimpan dengan rapi dan cantik.
"Lathia, aku masih belum siap menikahimu. Tapi, apa boleh buat. Aku membelikan ini sebagai tanda pertunangan kita."
***
~Bersambung~