Malam harinya, Adit sama sekali tidak bisa tidur. Ia terus saja berganti-ganti gaya tidur. Ada sesuatu yang mengusik pikirannya. Masalah Rachel. Ya sejak setengah jam yang lalu, pikirannya terus dipenuhi oleh nama adiknya.
Adiknya dibully di sekolah? Itu tidak mungkin. Rachel setiap hari selalu tersenyum, seperti ia tidak memiliki masalah apa pun. Apa adik dari laki-laki bernama Adit itu menyembunyikan hal itu, karena tidak ingin Adit tahu?
Adit pun segera turun dari tempat tidurnya, keluar dari kamar, dan menuju kamar Rachel. Ya, tujuannya hanya untuk melihat apakah adiknya itu sudah tertidur atau tidak. Kalau belum, ia akan bertanya soal pembulyan itu pada adiknya.
Drngan perlahan, Adit membuka sedikit pintu kamar adiknya. Di lihatnya Rachel yang sudah tertidur pulas. Walaupun begitu, ia tetap masuk ke kamar adiknya.
Ditatapnya Rachel yang sedang tertidur pulas. 'Ra... kenapa kamu nyembunyiin itu? Apa itu kebenarannya?' tanya Adit dalam hati sambil membelai salah satu pipi Rachel.
Rachel yang merasa tergangu pun menggeliatkan tubuhnya. Membuat Adit menyingkirkan tangannya dari pipi Rachel. 'Besok kakak bakal ke sekolah kamu, gak ada satu orang pun yang boleh gangguin kamu.'
Setelah berkata begitu dalam hatinya, Adit pun mengecuk kening adiknya dengan penuh kasih sayang. Adit sudah membulatkan tekad, ia akan pergi ke sekolah Rachel besok.
***
Pagi hari yang cerah, saat waktu menunjukkan pukul 06.15, Rachel yang menggunakan kursi roda, keluar dari kamarnya dengan handuk dan seragam sekolah dipangkuannya. Hari ini ia akan berangkat ke sekolah, walau ia belum mendapat izin dari orangtuanya.
Saat di depan kamar, ia berpapasan dengan Adit yang telah rapih, lengkap dengan kemeja dan sepatunya. Rachel yang bingung melihat penampilan kakaknya, menertawainya.
"Pft, mau kemana lo kak, pagi-pagi buta udah rapih aja?!"
Adit yang sedang menganakan kaus kaki pun menatap Rachel.
"Kamu hari ini di rumah aja!" perintah Adit dengan suara tegas.
"Ya-"
Baru Rachel akan berbicara, namun di potong Adit. "Gak ada penolakan."
Rachel hanya bisa pasrah mendengar perintah kakaknya. Sebagai adik yang baik bukankah Rachel harus mendengarkan perintah kakaknya?
Kini Rachel kembali masuk ke kamarnya, di dalam kamar ia menyetel lagu TWICE - TT. Persis seperti suasana hatinya saat ini, yang tiddak diperbolehkan berangkat ke sekolah oleh kakaknya.
Sementara itu dibawah, Ayah dan Ibu mereka sedang menyantap roti bakar. Mereka berdua masih perang dingin akibat kejadian waktu itu. Adit yang baru saja turun, langsung menyambar roti bakar miliknya yang sudah disiapkan di piring, di atas meja.
"Lamu mau ke mana, dit?" tanya Mira.
"Tumben pagi gini udah rapih?" sekarang giliran Heru yang bertanya.
Adit melahap roti yang ada di tangannya kemudian menuangkan teh manis dari sebuah teko.
"Adit mau ke sekolahan Rachel Yah, Bu."
"Sekolah Rachel? Memang ada acara?" tanya Mira heran.
"Gak kok, Bu. Cuma hanya ada sedikit masalah."
Mendengar kata 'masalah' keluar dari mulut anak laki-lakinya, raut wajah Mira berubah menjadi khawatir.Beruntung Adit dapat meyakinkan Ibunya bahwa ia sendiri dapat menyelesaikan masalah itu. Sesudah itu ia tidak lupa segera berpamitan pada orangtuanya.
Kemudian Adit mulai mengendarai motornya. Beberapa saat kemudian, ia sudah tiba di SMA Nusa Jaya, tempat Rachel bersekolah. Di tempat parkir khusus motor, ada Kenzo yang terlihat baru saja sampai.
"Pagi, Zo." sapa Adit.
Kenzo yang sedang merapihkan rambutnya, terkejut mendengar dan melihat kedatangan Adit yang tiba-tiba.
"Eh, kak pagi. Ada apa ke sini?" tanya Kenzo heran.
"Gue mau bahas soal pembulyan Rachel sama pihat sekolah."
"Gue gak tenang, Zo." lanjut Adit.
"Iya gue ngerti, ya udah, yuk gue tunjukin ruang gurunya."
Kenzo pun memimpin jalan menuju ruang guru. Baru saja mereka menginjakkan kaki di gedung sekolah,ada yang menyapa mereka. Membuat keduanya sama-sama terkejut.
"Halo, kak Adit."
"Halo, Kenzo."
Ternyata itu adalah suara Alex yang mendadak berubah menjadi ramah.
'Kesam- oh gue tau!' lalu Kenzo menahan tawanya agar tidak lepas.
Sementara itu, wajah Adit tiba-tiba menjadi dingin. "Yuk, Zo cepetan tunjukin jalannya!"
Kenzo sempat menyuruh Alex menunjukkan jalan lewat isyarat tangan. Karena Alex tidak mengerti, akhirnya Kenzo yang menunjukkan jalan diikuti oleh Adit dan juga Alex. 'Kapan lagi bisa nemenin kakak ipar coba?'
Mereka akhirnya tiba di ruang guru sebelum Adit maduk, ia sempat menarik nafas.
"Ken, ngapain kakaknya Rachel ke ruang guru?" tanya Alex.
"Dia mau buat laporan tentang buly yang terjadi sama Rachel." jelas Kenzo.
Pernyataan dari Kenzo membuat Alex terkejut, "Terus lo gak ngomong sama gue?"
"Emang lo siapanya sa-"
Belum sempat Kenzo menyelesaikan ucapannya, Alex lebih dulu berteriak lantang. Membuat semua orang tidak percaya.
"GUE PACAR RACHEL."
***
Sinar mentari pagi menembus sebuah ruangan berbau obat-obatan. Terlihat seseorang yang sedang menunggu seorang pasien yang terbaring tidak berdaya. Sebuah selang infus terpasang di tangan kirinya dan sebuah masker oksigen terpasang menutupi alat pernafasannya.
Tiba-tiba jari-jemari pasien itu bergerak. Menandakan bahwa ia telah siuman.
"A...aku-"
Adit yang sedang tertidur, terbangun mendengar suara Rachel. Ia pun langsung mendekatkan wajahnya ke arah Rachel.
"Hel, kamu udah sadar? Dokter... Suster..." Adit langsung berlari kegirangan.
Akhirnya setelah lewat 1 bulan dari malam naas itu, Rachel terbangun dari tidur panjangnya. Dokter pun datang ditemani beberapa orang suster.
Setelah dokter mengatakan semuanya aman, Ibu Rachel, Mira pun datang ditemani oleh Heru, Ayah Rachel. Seketika Mira langsung menghambur ke pelukan Rachel.
"Ibu?"
"Akhirnya, kamu sadar juga sayang. Ibu gak tau gimana Ibu bisa hidup tanpa kamu."
Deg.
'Apa maksud dari semua ini? Jadi aku yang jadian sama kak Alex, semua itu cuma mimpi?'
***