Sekarang baik Alex maupun Kenzo, keduanya telah meninggaljan Jakarta. SMA Nusa Bangsa menjadi sangat sepi, hanya tinggal Brian seorang diri. Tapi sayang, popularitasnya tidak dapat menyaingi keduanya, walaupun mereka tidak lagi bersekolah disana. Sebenarnya, Brian juga kesal dengan kehadiran Rachel. Karena dua sahabatnya pergi dengan alasan ingin melupakan 'cintanya'. Tapi tidak bisa Brian pungkiri, kalau Rachel adalah adik tiri dari sahabatnya.
Berbanding terbalik dengan Rachel. Ia justru dapat bernafas dengan lega. Sejak kakaknya, Adit datang ke sekolah, Laura dan dua temannya tidak lagi berani menggangunya. Sekedar menyapa saja tidak, kalau tidak sengaja berpapasan paling Laura tidak menghiraukan Rachel. Seolah-olah ia tidak ada. Rachel sendiri tidak tahu apa sebabnya, ia lebih memilih untuk fokus pada nilai-nilainya.
Usaha Rachel untuk meningkatkan nilainya tidak sia-sia. Buktinya saja Rachel berhasil menjadi juara pertama saat kelas 1 dan 2. Namun sayang, saat kelas 3 ia mengalami penurunan nilai. Itu saat-saat terberat bagi Rachel, orangtuanya bercerai. Sehingga ia harus menentukan pilihannya. Sebenarnya bukan hanya bagi Rachel, bagi Adit dan Ibunya juga. Ini merupakan keputusan yang sangat berat, khususnya untuk Mira.
Meski mengalami penurunan nilai, hari ini Rachel masih bisa lulus dengan nilai terbaik. Ibu dan kakaknya sangat bangga atas pencapaiannya.
"Hel, selamat ya, lo dapet juara ketiga." sapa dua orang sahabat Rachel.
Rachel yang sedang melakukan rutinitasnya, (apalagi kalau bukan stalking idola kpop) segera mendongakkan kepala.
"Lia, Vinez! Selamat juga buat kalian." ujar Rachel sambil memeluk kedua sahabatnya itu.
Akhirnya, tiga orang sahabat itu kembali bersatu, setelah sekian lama hanya melempar senyum pun jarang. Entah kenapa, hati mereka tergerak untuk menyapa Rachel.
"Vin, lo mau kemana habis ini?" tanya Rachel
"Gue? Pulang." jawab Vinez polos
Rachel menggelengkan kepala sambil mencoba menahan tawanya.
Aulia yang mengerti maksud pertanyaan Rachel, langsung menoyor kepala Vinez.
"Bukan itu, neng. Maksudnya-"
"Iya gue tau, gue cuma bercanda! Gitu aja langsung marah." ujar Vinez kesal. Sahabatnya yang satu ini tidak pernah bisa diajak bercanda.
Rachel sudah tidak dapat menahan tawanya, melihat tingkah mereka. Melihat Rachel yang tertawa, membuat wajah Aulia dan Vinez berubah muram.
"Lo ngetawain kita, Hel?" tanya Vinez dengan sinis.
"Iya. Hel?!" lanjut Aulia dengan wajah marahnya.
"E-eh, b-buk-bukan gitu maksud gue." Rachel mulai gelagapan.
Aulia dan Vinez pun segera berdiri mengelilingi Rachel, satu di kiri dan satu di kanan. Anak perempuan yang bernama Rachel itu kini tidak dapat kabur kemana-mana.
Dalam hitungan ketiga, Aulia dan Vinez segera menglitiki pinggang Rachel, hingga terjadi kejar-kejaran di sana.
***
Hari demi hari terus berganti, tidak terasa Rachel sekarang sudah duduk di bangku kuliah. Ya, mulai hari ini ia telah resmi menjadi seorang mahasiswa. Sebenarnya, ia sama sekali tidak berniat untuk kuliah, tapi karena perceraian orangtuanya ia tinggal bersama Ibunya dan wanita itu memaksanya untuk kuliah. Mau tidak mau, anak perempuan yang kini tumbuh menjadi seorang gadis cantik pun, terpaksa menerimanya.
Jurusannya pum telah diatur oleh Ibunya, yaitu management keuangan. Kata Ibunya, lulusan ini adalah jurusan termudah untuk mencari pekerjaan. Padahal menurut Rachel mencari pekerjaan itu bukan berdasarkan lulusan apa, tapi sesuai dengan kemampuan.
Sekarang Rachel sedang memakai sedikit bedak pada wajahnya agar tidak terlalu pucat. Setelah itu ia menyambar tasnya dan bersiap keluar dari kamarnya. Tepat pada saat itu, Adit pun secara tidak terduga membuka pintu kamar Rachel.
"Cie, yang udah jadi anak kuliahan." ledek kakaknya
"Bawel, misi gue mau jalan." ujar Rachel
"Waduh, bahasanya... Udah berani nentang kakak ya sek-"
"Aduh, kalau kakak mau marah-marah mending nanti ya, Rara udah telat. Bye!"
Rachel segera berlari keluar rumahnya. Rumahnya yang saat ini ia tempati, ukurannya pun lebih kecil dari rumahnya bersama Ayahnya. Akan tetapi, itu bukanlah hal yang penting bagi Rachel.
Saat ini yang ia pikirkan adalah bagaimana saat ia tiba di kampus nanti, ia langsung diintimidasi oleh para kakak kelasnya? Bukankah ini sangat gawat, sudah cukup ia di bully saat SMA. Inilah alasan Rachel tidak mau berkuliah, ia takut jika hal yang pernah ia alami kembali terjadi padanya.
Tidak sadar, kereta bawah tanah yang dinaiki Rachel, sudah berhenti di perhentiannya. Ia pun segera berdiri dari duduknya untuk keluar dari kereta itu. Namun naasnya, saat ia berdiri ia tidak sengaja menjatuhkan tas milik seseorang yang ada di dekatnya, hingga isi dari tas itu keluar setengahnya. Sebagai rasa tanggung jawab, Rachel membantu mengangkat barang-barang milik orang itu.
Ada sesuatu yang menarik perhatian anak gadis itu. Name tag orang itu. Bukan nama yang membuat ia tertarik, melainkan tali name tag itu. Di sana tertulis, universitas satu bangsa.
"Kamu juga kuliah di satu bangsa?" tanya Rachel sambil menatap mata pemuda laki-laki itu.
Rachel langsung mengulurkan tangannya, untuk mengajak berkenalan. Entah ada apa, tetapi setelah Rachel menatap mata itu, mata itu seolah-olah mengajaknya untuk berkenalan. Aneh memang, tapi gadis itu tidak menghiraukannya.
"Nama kamu siapa? Kayaknya kita seumuran."
Dengan dingin pemuda itu menjawab, "Gue Vino. Sekedar informasi gue kakak tingkat lo. Lo maba kan?"
Rachel langsung membungkuk 90° sebagai rasa hormatnya, tapi pemuda bernama Vino itu mengabaikannya dan langsung keluar dari kereta.
Saat Vino telah keluar, segerombolan orang berbondong-bondong masuk kedalam kereta. Rachel yang memiliki tubuh yang kecil, tidak bisa keluar karena terhimpit orang-orang. Akhirnya, pintu kereta pun tertutup dan hal itu menyebabkan, Rachel ikut terbawa kereta.
Vino yang menyadari kalau Rachel belum keluar, segera mengejar kereta tersebut sampai stasiun berikutnya dengan berlari. Setelah kereta berhenti, Rachel akhirnya berhasil keluar dari gerbong itu dan menghampiri Vino.
"Kakak kenapa, kok bisa disini?" tanya Rachel yang bertanya pada Vino yang terengah-engah.
"Tau ah." jawab Vino ketus
Ia kesal karena Rachel masih saja menanyakan alasan ia terengah-engah begini.
"Yuk, kak kit-"
CKRAK.
Kata-kata Rachel terpotong akibat sepatu high heelsnya tiba-tiba saja patah salah satunya.
"Lo tuh bener-bener ngerepotin ya?!" ujar Vino lelah.
***
"Eh, eh liat tuh si Vino!"
"Sama siapa, tuh?"
"Gila, masih pagi udah mesra."
Bisikan-bisikan itu yang saat ini terdengar di telinga Rachel. Karena salah satu heelsnya patah, ia terpaksa harus digendong oleh Vino. Dalam hati ia mengutuki kampusnya yang mengharuskan maba (mahasiswa baru) menggunakan sepatu begini.
"Kak udah sampai sini aja, aku-"
"Ya emang cuma sampai sini. Lo pikir gue mau gendong lo sampe dalem?" tanya Vino sambil merenggangkan badan.
"Aku berat ya?" tanya Rachel hati-hati.
"BERAT BANGET!" teriak Vino sampai orang-orang disekitar memperhatikan mereka. Rachel sampai harus menunduk akibat ucapan Vino barusan.
Setelah itu, Vino langsung pergi meninggalkan Rachel seorang diri. Gadis itu hendak pergi, namun ada seorang gadis yang menghalangi jalannya. Rachel otomatis langsung menunduk, karena takut jika kejadian saat bertemu Laura dulu terulang kembali.
"Hei, nunduk aja. Ada apa sih di bawah?"
"G-ga-gak, g-gak...ada." jawab Rachel takut-takut.
"Kok lo kayak takut gitu, sih? Gue buat salah ya sama lo?"
Setelah mendengar perkataan gadis itu, Rachel memberanikan diri untuk membalas tatapan gadis itu. Seorang gadis berkulit tidak terlalu putih, dengan rambut panjang yang di biarkan terurai dan balutan terusan berwarna hitam putih tersenyum kearahnya.
Dengan ragu, Rachel membalas senyuman indah itu.
"Lo juga maba ya?" tanya gadis itu lembit.
Rachel hanya mengangguk. Lalu mereka pun berkrnalan karena gadis itu sama seperti Rachel yang juga maba. Nama gadis itu adalah Eliza. Sepertinya Rachel langsung memdapatkan teman baru.
***