Hari pertama Rachel cukup mengesankan bagi Rachel. Di kampusnya, ia menemukan banyak teman baru. Ada yang dari Bogor dan sekitarnya, tapi kebanyakan datang dari Jakarta. Selain teman seangkatan, ada juga kakak tingkat Rachel. Mereka juga semuanya rata-rata baik dan ramah pada Rachel. Apa Rachel yang belum mengenal mereka, jadi ia tidak tahu sifat mereka?
Entahlah. Saat ini Rachel ingin cepat-cepat sampai di rumah. Saat ini ia sangat amat lelah, karena biasanya, saat ia belum mulai kuliah, ia sedang berbaring ditempat tidur single bed sambil memeluk bantal kesayangannya.
Tidak lama kemudian, anak gadis itu telah sampai di depan rumah kontrakannya.
"Widih, baru pulang nih. Gimana kampus?" tanya Adit yang sedang mengenakan sepatunya.
"B aja." jawab Rachel sambil mencopot satu demi satu sepatunya
"Kok sepatu lo... beda?"
Gerakan refleks Rachel membawa penglihatannya ke arah sepatu sendal yang baru dilepasnya.
"Iya, sepatu gue patah tadi."
Rachel berjalan masuk ke dalam, namun Adit menahan sebelah tangannya, hingga gadis itu menoleh ke arahnya dengan wajah cemberut.
"Gue pergi dulu ya. Ada urusan."
"Sekalian, gak usah balik sana!" ujar Rachel kesal
"Dih gitu amat, gue gak balik kapok lu." canda Adit.
Setelah itu Rachel langsung berjalan ke kamarnya, sementara Adit pergi dengan mengendarai motornya.
Sesampainya Rachel di kamarnya, ia segera menaruh tas dan mengganti pakaian, lalu ke luar lagi untuk makan siang.
Gadis itu mengambil beberapa butir bawang putih, untuk memasak nasi goreng dan hendak mengupasnya. Pada saat itulah suara pintu diketuk pun terdengar. Rachel meletakkan pisau dengan malas dan berjalan menuju pintu.
"Kena- Kak Vino?"
"Nih, buat lo!" ujar Vino sambil menyodorkan kantong berisi sebeah kotak.
Dengan ragu, gadis itu menerima, lalu membuka kotak tersebut. Dilihatnya sepasang sepatu hightheels berwarna hitam. Rachel terpana untuk sekejap, menatap sepatu itu. Bukan karena siapa yang memberikan, melainkan karena alasannya. Ya, Vino belum mengatakan alasan ia memberikan sepatu itu.
"Itu buat ganti sepatu lo yang patah." ujar Vino seakan tahu arti tatapan Rachel.
"Makasih. Oh iya tau rumah gue dari mana?" tanya Rachel.
"Gak sengaja denger."
Rachel pun tersenyum, lebih tepatnya senyum terpaksa.
"Ah, gue coba dulu ya."
Rachel pun mulai mengeluarkan sepatu itu dan mencobanya. Akan tetapi ada yang aneh dari sepatu tersebut. Kakinya hanya bisa masuk setengahnya, walaupun sudah ia paksa sedikit.
"Kenapa? Gak muat?" tanya Vino khawatir melihat Rachel yang kesusahan
"Iya nih. Gimana dong?"
"Ya udah sini, mau gue buang." kata Vino enteng
Gadis itu hanya bisa melongo mendengar perkataan Vino barusan.
"Kakak mau buang sepatu ini?" tanya gadis itu memastikan
"Ya lah, di lo aja gak muat, apa lagi di gue."
Saat Vino hendak berbalik badan, Rachel segera menahannya.
"Eh tunggu, jangan dibuang!"
Vino memandang Rachel dengan pandangan heran. Gadis itu menutup pintu, kemudian menarik Vino keluar dari rumahnya.
***
Akhirnya mereka sampai di depan sebuah toko, dekat rumah Rachel. Papan reklame yang ada menyatakan, kalau tempat itu merupakan tempat jual beli sepatu bekas. Vino hanya bisa terdiam melihat tempat itu. Sebuah toko yang sudah tua dan lampunya seperti sudah mau mati. Ia ragu bisa mendapat sepatu yang layak pakai disini.
"Hel, kayaknya disini..."
"Kenapa? Kakak gak yakin? Masuk dulu yuk." kata Rachel sembari tersenyum.
Begitu mereka masuk ke toko itu, Vino terperangah. Banyak sepatu-sepatu yang terpajang, ditambah perabotannya yang antik menambah kesan retro.
"Gimana kak? Bagus gak?" tanya Rachel pada Vino.
Vino mengiyakan dengan mengangguk. Rachel tersenyum senang melihat reaksi Vino. 'Kayaknya kak Vino suka sama tempat ini.'
Anak gadis itu pun menghampiri si penjaga toko dan mengobrol sebentar. Tidak lama kemudian ia segera mengeluarkan highheelsnya yang patah.
"Masih disimpen tuh sepatu?"
Suara itu membuat Rachel menoleh ke arah sumber suara.
"Sayang, kak. Masih muat." jawab Rachel sembari cengengesan.
Sepatu tersebut pun dibawa ke belakang oleh penjaga toko itu. Sembari menunggu mereka pun berkeliling toko tersebut. Toko itu terdiri dari 2 lantai dan tangga tersebut merupakan tangga yang sudah tua, kayunya mungkin sudah lapuk.
"Yuk keatas, kak." ajak gadis itu.
"Gak deh, ngeri tangganya." tolak Vino
"Ya udah, aku yang-"
Belum sempat Rachel menyelesaikan kalimatnya, tangga yang baru saja ia pijak tiba-tiba patah, membuat Rachel kehilangan keseimbangan dan hampir jatuh kebelakang. Untungnya, Vino dengan cepat menangkap tubuh Rachel agar tidak jatuh.
"Kan udah dibilangin, kamu itu ngerepotin aja deh."
Rachel terdiam menatap wajah Vino dari dekat. Wajah itu jika di lihat dari dekat ternyata cukup tampan. Membuat jantung Rachel menjadi sedikit berdebar. Untung ia cepat sadar dan menegakkan tubuhnya.
Tanpa mereka berdua sadari penjaga toko itu sudah tepat berada dibelakang Vino sambil menahan senyum.
"Eh, bapak. Sepatunya udahan?" tanya Rachel sambil gelagapan.
Si penjaga toko itu mengangguk dan Rachel segera menerima sepatu itu.
"Dibayar sama dia ya, pak." sambil menunjuk kearah Vino, setelah itu Rachel langsung berlari keluar.
"Berapa pak?" tanya Vino
"Buat kalian gratis deh. Cantik sih pacarnya."
"Dia bukan pacar saya." ucap Vino
Di dalam hatinya Vino berbisik, 'Tapi masih
calon'.
***
"Dia siapa? Pacar baru?"
Rachel tersentak kaget. Baru saja ia masuk ke dalam rumahnya setelah memperbaiki sepatu miliknya yang patah, ternyata Adit sudah pulang.
"Apaan sih? Orang baru kenal hari ini." elak Rachel sambil berjalan ke kamarnya.
Adit berjalan menyusul Rachel. "Boleh tuh, cakep anaknya."
Rachel memutar bola matanya malas. Memang semenjak kejadian saat SMA dulu membuatnya kapok jatuh cinta lagi. Tapi sebenarnya jauh dilubuk hatinya yang paling dalam, gadis itu masih mengharapkan cinta pertamanya.
Ya, benar. Alexander Ryan Santoso. Orang yang sudah membuat Rachel jatuh cinta berkali-kali. Tidak perduli kalau laki-laki itu tidak suka padanya, ia akan terus suka pada laki-laki itu. Hal itu terbukti dari buku diary Rachel yang masih menyimpan foto Alex. Sebenarnya foto itu tidak langsung menangkap gambar Alex, hanya tidak sengaja anak itu ikut terpotret di dalam foto itu.
"Udah ah kak, lo kalo mau ceramah ntar aja ya. Bye!" Rachel segera masuk ke kamarnya dan mengunci pintu dari dalam.
Setelah memastikan pintu kamarnya benar-benar terkunci, gadis itu berjalan ke tempat tidurnya dan mengambil buku diary yang ia simpan di dalam laci. Rachel memandang foto nya dan kedua sahabatnya di SMA sambil tersenyum.
"Kamu apa kabar?"
Bukan kedua sahabatnya yang menjadi fokusnya, melaikkan anak laki-laki yang sedang bermain basket.
Rachel tersenyum sedih, lalu mengusap wajah Alex dam foto itu.
"Kak, hari ini aku jatuh cinta untuk yang kedua kalinya."
Rachel menarik nafas lalu memghembuskannya.
"Menurut kakak apa kali ini akan berhasil? Jujur, aku takut kak."
***