Adit membawa Rachel kembali ke kamarnya, sembari menutup telinga Rachel menggunakan kedua tangannya. Sesampainya mereka di kamar Rachel, ia segera mendudukkan adik tercintanya di tempat tidur.
"Kamu tunggu disini, kakak ambil air buat bersihin luka kamu."
Setelah berkata seperti itu, Adit langsung pergi ke bawah untuk mengambil air. Sekarang Rachel seorang diri dalam kamar. Pikirannya kembali memutar kejadian tadi, saat ia hendak naik ke atas.
Lantas ia langsung menutup kedua telinganya. Dalam pikirannya Rachel berpikir,
'Ayah sama Ibu lagi berantem. Ya Tuhan, aku
harus cerita sama siapa?'
Tanpa ia sadari, air matanya mengalir begitu saja membasahi pipinya yang tirus. Entah mengapa air matanya terus saja mengalir, walau hatinya mengatakan ia ingin berhenti.
Adit yang sudah kembali dari dapur dan melihat adik kesayangannya sedang menangis pun terdiam di depan pintu. Anak laki-laki itu terdiam melihat adiknya yang sedang menangis.
'Kalau karena orangtua kami bertengkar, pasti dia tidak sampai menangis seperti sekarang. Pasti ada masalah lain. Harus cari tau nih!'
Tiba-tiba terbesit dipikirannya untuk bertanya pada Kenzo. Setelah memutuskan, Adit menutup pintu kamar adiknya perlahan dan pergi ke kamarnya.
***
Keesokan paginya di rumah Alex, semua anggota keluarga sedang sarapan di temani oleh keheningan. Tania dan Alex makan dengan lahapnya, karena menu sarapan hari ini adalah makanan kesukaan mereka.
Sesekali Arga mencuri-curi pandang ke arah Wina dan sesekali berdehem untuk memancing Wina, membuka pembicaraan. Tapi entah sedang tidak mood untuk bicara atau sedang sariawan, Wina sama sekali tidak mengindahkan kode yang diberikan Arga padanya.
Tiba-tiba ponsel Wina, yang ia letakkan dekat piringnya berdering. Arga ingin mengambil ponsel itu, tapi Wina lebih dulu menyambar ponselnya dan meninggalkan meja makan. Menyisakan tanya bagi Arga dan juga anak-anaknya, khususnya Alex.
'Hm, Mama lagi telponan sama siapa? Jangan-jangan sama om Heru lagi? Bilang ke Papa gak ya?
Saat ini Alex sangatlah bingung antara memberi tau ke Papanya ataukah tidak. Tania yang melihat gelagat aneh dari adiknylangsung menarik tangan Alex untuk berbicara berdua di kamar.
Sementara itu di meja makan hanya tersisa Arga seorang diri.
"Semuanya sibuk sama urusan sendiri. Aku di cuekin. Kacang mahal tau, ha ha ha..."
Sesampainya Tania dan Alex di kamar Tania, Alex langsung di tanyai oleh Tania.
"Lex tadi pas Mama angkat telepon, kok wajah kamu kayak betubah gitu?" tanya Tania cepat.
"Berubah gimana?" elak Alex sambil mengamati replika gedung yang sedang di design oleh kakaknya.
"Wajah kamu seolah-olah tau akan sesuatu."
'Sial. Gue gak bisa boong sama nih anak!' maki Alex dalam hati. Sebelum berbicara lebih lanjut, Alex menghela nafas.
"Ini masih prediksi gue aja, sih." ucap Alex sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal itu.
Tania memasang expresi serius mendengarkan omongan Alex.
"Jadi, kemaren gue sama Mama telat pulang gara-gara ke rumah temen gue,"
"Lalu?"
"Bayar dulu Rp150.000 buat tau kejadian selanjutnya,"
Sedang serius-seriusnya menyimak cerita, adiknya malah meminta uang jajan untuk kelanjutan ceritanya itu. Benar-benar merusak suasana! Tanpa berdebat dengan adiknya, ia segera mengambil dompet dan mengeluarkan uang kertas berwarna biru dan merah.
"Thankyou." Alex langsung menjadikan uang tersebut kipas.
"Jadi?"
"Jadi apa, kak?" tanya Alex berpura-pura tidak mengerti.
"Lanjutin cerita kamu ato kakak ambil uangnya!" geram Tania.
"Kita ketemu Ayahnya." kata Alex santai.
"Yakin cuma itu?"
"Ada lagi sih. Cuma ada tambahan Rp 50.000." kata Alex sambil nyangir kuda.
Tania kembali membuka dompet dan mengeluarkan uang dari dalamnya. Setelah mendapatkan uang dari kakaknya, Alex pun mulai menceritakan semua kejadian kemarin. Mulai dari kecelakaan kecil itu sampai bagaimana Mamanya bertemu dengan mantan kekasihnya dulu.
Selesai bercerita, Alex segera pamit ingin pergi ke sekolah. Sesudah Alex pergi, Tania pun bermonolog alias berbicara sendiri.
"Mama ketemu mantan pacarnya, gimana kalau mereka CLBK lagi? Ini gak bisa di diemin ini, gue harus lapor!"
***