Jam istirahat belum berakhir. Setelah dari kantin tadi, Alex memisahkan diri dari sahabat-sahabatnya, dengan alasan ia kurang tidur semalam. Sekarang ia berada di aula sekolah. Tempat itu sedang tidak digunakan dan Alex berinisiatif untuk menggunakan tempat itu sebagai tempat dirinya memikirkan semua masalahnya.
Saking seriusnya memikirkan masalah demi masalah, anak laki-laki itu sampai tidak menyadari kalau ada tiga anak perempuan, yang tidak lain adalah teman satu kelasnya, mengikuti dirinya dari kantin. Mereka secara diam-diam memotret Alex.
Saat mereka sedang asyik memotret, terdengar suara pintu terbuka, dan mereka pun mengalihkan pandangan ke arah pintu.
"Dia? Dia ngapain di sini?!" tanya Laura kepada Nela dan Vita.
Mereka hanya dapat menggelengkan kepala.
"Gak bisa di diemin tuh anak! Minggir gue mau kasih dia pelajaran!" kata Laura sambil bersiap-siap berdiri dari posisi berjongkoknya.
"Lu gila? Kalo ketahuan Alex, bisa mati kita!" bisik Nela.
"Mati? Emangnya Alex mau apain kita?" tanya Vita polos.
Laura lebih memilih untuk mencari solusi daripada menanggapi pertanyaan polos temannya itu.
Rachel memasuki ruangan aula. Tadi ia sempat mengikuti Alex ke sini. Ia juga membawa semangkuk bakso urat. Itu adalah makanan kesukaan Alex. Rachel tahu bahwa Alex sangat menyukai bakso urat, informasi dari Vinez.
Karena tadi di kantin, Rachel sempat melihat Alex tidak makan ataupun minum minuman apapun. Maka dari itu, sebagai adik kelas yang baik dan sebagai permintaan maafnya ia berinisiatif, membawakan makanan untuk Alex.
"Udah aku duga, kak Alex ada di sini." ucap Rachel tersenyum sumringah.
Jangankan menjawab, sekedar melirik pada Rachel pun tidak. Anak laki-laki itu bergeming.
"Nih kak! Aku bawain baso urat. Aku taro sini, ya." kata Rachel lalu menaruh mangkuk bakso di samping Alex yang masih berbaring dengan menutup mata dengan tangan kirinya.
Rachel pun segera berbalik hendak pergi tapi,
PRANG.
Suara mangkuk dan lantai yang saling berbenturan berbunyi nyaring. Rachel membeku ditempatnya, tidak berani untuk membalikkan badan. Sedangkan, Alex hanya menatap bakso yang berserakkan tanpa rasa bersalah. Karena ia memang tidak bersalah. Ia tidak mengira bahwa Rachel menaruh mangkuk bakso tersebut di samping tangannya. Jadi pada saat ia menggerakkan tangannya, mangkuk itu jatuh.
Rachel segera membalikkan badannya dan matanya langsung mengarah pada mangkuk bakso yang sudah tidak berbentuk lagi. Dan orang yang menjadi penyebab pecahnya mangkuk itu, duduk santai sambil melipat kakinya.
"Yah, pecah."
Dengan langkah cepat, Rachel menhampiri dan langsung menampar wajah Alex untuk yang kedua kalinya. Alex yang tidak tahu apa-apa, mendapat perlakuan seperti itu pun marah.
"Heh, lo kok nampar gue? Salah gue apaan?" tanya Alex emosi.
"Gak usah belaga bego deh, kak. Lain kali kalau gak suka, bilang! Jangan dibuang. Ini tuh makanan, belinya pake uang!"
"Lagian salah siapa, naro makanan deket tangan, kan gue gak liat."
Memang ini semua salah Rachel. Dengan cerobohnya ia meletakkan mangkuk bakso tersebut di sebelah tangan Alex, yang sedang tiduran di panggung.
"Dasar laki-laki brengsek, gak tau diuntung!" teriak Rachel sambil berlari keluar aula.
Alex hanya terdiam menatap punggung Rachel yang menjauh pergi. Tiba-tiba saja ia mengacak rambutnya dan berteriak frustrasi. 'Astaga, Hel. Lo tuh- argh tau ah.' Entah kenapa, masalah yang ada muncul bertubi-tubi di hidup Alex.
Sementara itu, Laura, Nela, dan Vita bersorak tanpa suara. Tanpa campur tangan dari mereka, dengan sendirinya mereka sudah bertengkar.
***