Rachel menutup pintu mobil Claudi, lalu melambaikan tangan ke arah Claudi dan dua orang sahabatnya.
"Makasih ya, kalian udah anterin gue sampe ke rumah."
Tiga anak perempuan itu mengangguk secara bersamaan, lalu melambaikan tangan mereka ke arah Rachel. Dan secara bersamaan mobil yang ditumpangi oleh Claudi, Aulia, dan Vinez pun secara perlahan-lahan meninggalkan rumah Rachel.
Rachel pun menunggu sampai mobil yang ditumpangi oleh teman-temannya itu benar-benar menghilang, barulah ia masuk. Ketika ia hendak memasuki rumahnya, ia heran melihat ada dua gelas sirup. Dan dua-duanya itu sudah diminum dan menyisakan setengah bagian.
'Ini gak mungkin Ayah sama Kak Adit yang minum, nih. Pasti ada tamu, tapi siapa?'
Dalam kebingungannya Rachel pun membereskan gelas bekas minum tamu itu dan hendak membawanya ke dalam.
Tepat pada saat itu, Adit keluar hendak mengambil gelas. Ia sangat terkejut melihat Rachel, terlebih lagi saat melihat dua buah gelas yang dipegang oleh Adiknya.
'Gawat, Rachel udah pulang. Mesti bilang apa, nih?!'
"Ra-Rachel, udah pulang?"
Rachel mengangguk, "Oh iya Kak, tadi ada tamu ya?"
"O-oh iya... Tadi... tadi temen gue dateng. Iya temen gue."
Butiran keringan mulai keluar membasahi kening Adit. Memang sudah menjadi ciri khas Adit jika ia sedang berbohong, pasti ia akan mengeluarkan keringat. Khususnya di bagian kening.
Namun sayangnya, Rachel tidak terlalu memperhatikan gelagat aneh Kakaknya. Ia malah percaya-percaya saja dan menawarkan membawa gelas itu ke dapur untuk dicuci.
Setelah adik perempuannya itu pergi, barulah ia dapat bernafas lega. Tapi tiba-tiba, ia dikejutkan oleh sebuah tangan yang memegang sebelah bahunya. Ia sangat terkejut dan hendak berteriak, namun mulutnya lebih dulu dibekap oleh orang itu.
"Ssst diam, jangan berisik. Ini Ayah."
Setelah mengetahui Ayahnya orang yang memegang bahunya, ia pun menjadi tenang sekaligus heran. 'Hampir aja copot, nih jantung.'
Setelah dirasa anak laki-laki itu cukup tenang, Heru pun perlahan melepaskan bekapan tangannya pada Adit, kemudian celingukan ke arah dalam. Seperti mencari sesuatu. Lalu pria itu menarik tangan anaknya untuk duduk di bangku teras.
"Dit, Ayah mau tanya sama-"
"Lho, Ayah sama Adit lagi ngomongin apa nih?"
Mira yang baru saja sampai di rumah, melihat suami dan anak laki-lakinya duduk dengan wajah yang sangat serius. 'Sepertinya serius, aku masuk aja kali ya?' Saat Mira hendak masuk, langkahnya dihentikan oleh suaminya yang memegang pergelangan tangannya..
"Dit, tadi Ayah denger kamu bicara sama orang. Siapa?"
"I-itu yah, temen dari Bogor." gagap Adit.
"Kenzo ya? Kamu ngomong apa sama dia?" tebak Ayahnya dan mulai mengintergoisasi Adit.
Adit sangat bingung harus menjawab apa saat ini. Di satu sisi ia ingin menjawab jujur, tapi di sisi lain ia tidak mungkin mengatakan yang sebenarnya pada orangtuanya.
"Tentang kondisi Rachel?" Heru sengaja bebicara dengan pelan agar anak perempuan itu tidak mendengar.
Adit sangat terkejut mendengar itu kemudian menunduk, 'Ayah denger semuanya. Usaha gue untuk nyembunyiin semua dari mereka, gagal.'
"Tunggu, tunggu ini maksudnya apa? Keadaan Rachel yang sebenarnya? Maksudnya apa?" tanya Mira yang mulai panik.
"Sst, kamu jangan panik. Kita denger penjelasan Adit."
Sekarang mata Ayah dan Ibunya menatap ke arahnya dan kali ini lebih tajam dari sebelumnya. Ia sudah tidak bisa lari lagi sekarang, jalan satu-satunya hanyalah jujur kepada kedua orangtuanya.
"Sebenarnya, Adit menyembunyikan fakta kalau ingatan Rachel hilang. Hanya orang terdekat yang bisa diingat sama dia."
Heru dan Mira sama-sama terkejut memdengar pernyataan Adit tentang kondisi putri mereka. Memang setahun yang lalu Rachel pernah mengalami kecelakaan, tapi mereka sama sekali tidak menyangka akibatnya akan sefatal ini.
Heru sampai kehabisan kata-kata dibuatnya. Ingin rasanya ia memarahi putranya itu, tapi ia tidak bisa. Adit memamg ada benarnya. Karena ia dan istrinya sama-sama sibuk dengan pekerjaan mereka waktu itu.
"Maafin Adi- Ibu!!!"
"Mira!"
Saking terkejutnya Mira, ia sampai pingsan. Dengan sigap Heru menggendong Mira dan membaringkannya di sofa ruang tamu. Adit pun segera mengambil minyak angin yang langsung di arahkan ke depan hidung Ibunya.
Tanpa meminta penjelasan lebih lanjut, Heru pun segera pergi masuk ke kamarnya. Meninggalkan Adit yang masih merasa bersalah dan juga istrinya yang masih pingsan.
Tidak membutuhkan waktu yang lama, Mira pun bangun dari pingsannya. Begitu ia sadar, hal pertama yang ia cari adalah putri kecilnya. Wanita itu, kini mulai mencari-cari keberadaan Rachel.
"Ibu cari siapa?" tanya Adit.
"Rachel, dimana dia?"
"Dia ada dikamarnya."
Buru-buru Mira pergi ke atas, ke kamar putrinya untuk memastikan keadaannya baik-baik saja.
Sebelum Mira memasuki kamar anak perempuannya, ia menarik nafas panjang terlebih dahulu. Menyiapkan hati dan sikapnya, agar ketika ia bertemu dengan anak perempuannya nanti wanita yang usianya sudah menginjak kepala empat itu tidak menunjukkan gelagat yang aneh.
Sebelah tangan Mira terangkat, untuk mengetuk pintu. Lama menunggu, namun dari dalam belum ada tanda-tanda pintu itu akan terbuka. Karena khawatir, takut terjadi sesuatu pada putrinya, ia pun membuka pintu tersebut dengan hati-hati.
Terlihat tempat tidur Rachel kosong. Mata Mira pun langsung mencari-cari di mana putrinya berada. Ternyata, Rachel ketiduran di meja belajarnya, dan tampaknya hari ini ia sangat lelah. Ia pun langsung berjalan menuju lemari baju milik putrinya, mengambil selimut, dan berjalan ke arah Rachel.
Saat Mira hendak menyelimuti tubuh Rachel, ia tidak sengaja melihat sebuah buku milik anaknya yang terbuka. 'Sepertinya dia ketiduran saat menulis.' Dengan perlahan, Mira mengambil buku tersebut, yang ternyata adalah buku harian milik putrinya. Ia pun segera membaca tulisan yang ditulis oleh putrinya.
'Hari ini aku seneng banget! Aku dapet temen baru, namanya Kak Claudi. Yang bikin aku seneng itu dia Kakak kelas tapi baik banget, mau temenan sama adik kelas! Jadi sekarang aku punya banyak temen deh. Ada Aulia, Vinez, dan Kak Claudi.'
Mira meneteskan air matanya ketika membaca tulisan Rachel. Dari tulisan itu bisa wanita itu bayangkan, betapa bahagianya anak perempuannya itu ketika ia mendapat teman baru. Dan tidak dapat Mira bayangkan, betapa hancurnya hati Rachel, ketika ia mengetahui fakta sebenarnya.
Pasti itu sangat menyakiti hati anak perempuan itu. Mira pun memeluk Rachel dan menangis. Dalam tangisannya, ia berdoa agar Rachel bisa tegar menjalani ini semua. Diam-diam Adit yang melihat kejadian itu, ikut menitikkan air matanya.
***