Chereads / The History About Us. / Chapter 15 - Bagian 14.

Chapter 15 - Bagian 14.

Tidak lama kemudian, mobil yang dinaiki Alex dan Brian telah sampai di depan sekolah. Saat mobil berhenti, tanpa banyak bicara Alex segera turun dari mobil dan langsung berjalan memasuki gedung sekolah, tanpa menunggu Brian sahabatnya. Wajahnya tampak ditekuk sedikit. Dan langkahnya juga besar-besar, khas orang sedang marah. Entah alasan apa yang membuatnya marah. Mungkinkah karena ia habis melihat sahabatnya ataukah ada sangkut pautnya dengan masalah yang terjadi dirumahnya?

Terlihat Brian yang sedikit berlari mengejar Alex. "Woi, Lex tungguin! Ish buru-buru banget sih, lo? Kenapa sih?"

"Gak apa-apa. Gue lagi pengen dateng pagi aja." sahut Alex

'Hm, ketahuan ini anak lagi ada masalah. Alesannya aja sama yang dimobil beda.'

"Lo kalau lagi ada masalah, cerita-cerita dong sama gue. Siapa tau, gue bisa bantu."

Anak laki-laki itu terdiam sebentar sebelum menjawab. Pada saat akan menjawab, ada seorang anak laki-laki, teman sekelasnya datang menghampirinya, dan memberikan sebuah foto padanya, lalu pergi.

Hal itu membuat Alex heran dan segera melihat foto itu. Di gambar itu, terdapat gambar dirinya yang mengenakan seragam tim basket sekolah mereka sambil memegang sebuah piala. Tapi yang aneh dari gambar itu, kenapa hanya disekeliling kepalanya yang mendapat coretan gambar hati. Kenapa sahabat-sahabatnya tidak? Padahal kedua sahabatnya juga berada dalamfoto itu.

"Wih, dapet apa tuh?"

Alex sontak menunjukkan foto tersebut pada Brian. "Gue dapet foto ini dari dia." sambil menunjuk ke arah anak tadi.

"Mungkin salah satu dari fans." lanjut Alex.

Tidak satu pemikiran dengan Alex, Brian merasakan hal yang sama sekali tidak terpikirkan oleh Alex. 'Ah, tapi masak iya. Gak mungkin, gak mungkin.' Brian terlihat mengeleng-gelengkan kepalanya. Hal itu, membuat tanda tanya bagi Alex.

"Kenapa lo? Belom minum obat lo?"

"Hah?E-eh, gak. Gak apa-apa, cuma semalem gue salah tidur, jadinya leher gue rada kaku.'' bohong Brian. Ia tidak ingin sahabatnya itu sampai tau hal yang ia pikirkan karena pikirannya itu belum tentu benar.

Mereka kembali melanjutkan perjalanan ke kelas. Tidak lama kemudian, Alex dan Brian lagi-lagi dihentikan oleh teman laki-laki mereka. Tapi kali ini, ada yang berbeda. Teman laki-laki itu memberikan sebuah kotak berbentuk love pada Alex.

"Tunggu, ini maksudnya apaan coba? Kasih gua coklat terus bentuknya hati?"

"Oh ini sih, dari cewek yang mau nembak lo Lex."

Seketika itu juga, Alex yang mendengar itu langsung bertambah kesal. Foto yang ada ditangannya pun diremasnya, tidak paduli dengan gambar dirinya yang ada di foto tersebut.

Seketika itu juga anak laki-laki yang menjadi target penembakan itu pun langsung melangkah, meninggalkan teman laki-laki yang memberikannya coklat dan juga Brian.

'Duh, gawat! Alex ngamuk. Bisa perang, nih. Benerkan dugaan gue?!' Dengan segera, Brian berlari sambil meneriakkan nama Alex sambil berharap kalau sahabatnya yang satu itu mau berhenti dan mendengarkannya.

Sekarang Alex berada di ambang batas kesabarannya, ia sangat marah. Sudah pikirannya sibuk dengan urusan keluarganya yang hampir pecah, tadi pagi ia melihat sahabatnya jalan dengan orang yang ia suka, dan sekarang ia harus mendapat pernyataan cinta dari orang yang sama sekali tidak ia suka.

Alex mengabaikan seorang anak yang hendak memberikan setanhkai bunga mawar kepadanya. Langkahnya kemudian terhenti saat ia tiba di depan pintu kelas.

BRAK.

Alex membuka pintu kelas dengan kasar.

"Kerjaan siapa ini, hah? Ayo jawab?" kata Alex sambil mengacungkan kotak coklat yang diterimanya.

"Lex, kamu denger-" seorang anak perempuan berusaha menenangkan Alex.

Brian yang baru sampai pun terengah-engah mengejar Alex. Ia berhenti di pintu masuk, karena ia melihat Alex sedang mengintergoisasi seorang anak perempuan.

"Jadi ini dari lo, Ra? Buat apaan, ha?"

"Iya... Itu... Aduh gimana ya cara ngomongnya?" Laura, orang yang akan menyatakan perasaannya pada Alex pun jadi nervous sendiri.

"Alexander Ryanno Santoso, mau gak kanu jadi pacar aku?" dengan blak-blakan anak perempuan itu langsung menyatakan perasaannya tanpa ragu.

Alex tidak menjawab hanya memandangi puncakkepala Laura, Laura berpikir kalau Alex terkejut dan membutuhkan waktu untuk berpikir. Namun pada kenyataannya ia salah besar, setelah ia merasakan sebuah kotak mengenai kepalanya.

"Jangan ngimpi deh lo, RA."

"Why, Lex?"

"Gue gak suka sama cara lo yang lebay dan sori waktu lo kurang tepat." Alex langsung menujuke tempat duduknya. Sedangkan Laura harus menanggung malu akibat ditolak di depan umum.

'Liat aja, kamu pokoknya harus jadi milik aku!'

Di bangku paling belakang, terdapat seorang anak perempuan yang sedang menertawakan kebodohan Laura dalam hati. 'Ha ha ha, ditolakkan lo?! Mampus.'

***