'Apa Ibu baik-baik aja?'
'Duh, gue jadi khawatir kan.'
'Balik gak ya?'
Sepanjang perjalanan menuju sekolahan, Rachel tidak bisa berhenti memikirkan Ibunya yang ia tinggal. Mengingat, tadi di rumah wajah orang yang telah melahirkannya itu sangat pucat. Kekhawatirannya tambah menjadi-jadi ketika iamemikirkan hal itu.
Saking khawatirnya Rachel akan Ibunya, ia sampai tidak menyadari ada sebuah tiang lampu jalanan di dekat belokan, menuju sekolahnya. Untungnya, ada seorang anak laki-laki yang menaruh tangannya ditiang itu hingga, dahi Rachel tidak jadi membentur tiang.
Duk.
Anak perempuan itu langsung memegangi dahinya yang berbenturan dengan tangan Kenzo. Walaupun tidak langsung mengenai tiang, tetap saja Rachel merasakan sakit.
"Rachel, kamu gak apa-apa?" tanya anak laki-laki itu dengan nada khawatir.
Yang ditanya hanya menggeleng perlahan.
"Syukurlah. Kamu lagi ada masalah, ya?"
Dengan cepat Rachel mengangkat kepala dan tangannya sambil mengoyang-goyangkan anggota tubuhnya dengan cepat. "Gak, bukan apa-apa kok Kak."
Anak perempuan itu sengaja berbohong, ia tidak mau orang lain khawatir karena memikirkan masalahnya. Apalagi itu masalah pribadinya.
"Oh, ya udah. Kita ke sekolah yuk, bentar lagi masuk." ajak Kenzo dan Rachel pun mengiyakan ajakan tersebut.
Ada perasaan bahagia yang menyelimuti perasaannya. Akhirnya, Kenzo bisa sedikit menepati janji yang pernah ia buat dulu.
Flashback.
Di sebuah padang rumput, di sebebelah sebuah pohon terdapat seorang anak perempuan kecil yang sedang menangis. Diperkirakan usianya sekitar 3 tahunan. Penyebab anak perempuan itu menangis adalah lututnya yang mengeluarkan darah. Sepertinya terluka saat ia datang ke tempat ini, untuk bersembunyi.
Tidak lama kemudian, datanglah seorang anak laki-laki yang usianya diperkirakan satu tahun lebih tua dari anak perempuan itu. Ia datang dengan raut wajah yang panik.
"Rara, kamu gak apa-apa?" tanya anak laki-laki itu dengan sedikit panik.
Anak perempuan yang dipanggil 'Rara' hanya bisa menangis sambil menunjuk luka pada lutut kanannya. Melihat temannya terluka membuat Kenzo kecil panik namun sebisa mungkin ia tahan.
"Kamu tunggu sini dulu ya, Zozo mau cari air buat kamu."
Begitu Kenzo berdiri dari duduknya, ujung pakaiannya seperti ditarik, dan ia melihat kearah ujung baju yang ditarik.
"Kakal mau cemana? Cangan tinggalin Lala cendili, Lala acut."
Kenzo kecil tersenyum dan kembali duduk di sebelah Rachel. Sambil menggenggan tangan mungil Rachel ia berkata,
"Rara, Kakak janji gak bakal tinggalin kamu. Kakak akan selalu jagain kamu sampai kita gede."
"Janji?" tanya Rachel kecil sambil mengacungkan jari kelingkinnya di depan wajah Kenzo.
"Iya, Kakak janji."
Flashback off.
Ketika mengingat kejadian itu membuat Kenzo jadi senyum-senyum sendiri. Rachel yang melihat Kenzo senyum-senyum sendiri langsung sedikit salah tingkah dan nengibas-ngibaskan tangannya depan wajah anak laki-laki itu.
"Woi, kamu gak kenapa-napa kan?" tanya Rachel dengan sedikit malu-malu dan takut. Takut kalau-kalau Kenzo kerasukan, sebat di dekat tiang tadi ada sebuah pohon beringin tua.
*E...E-eh iya, kenapa-kenapa?
"Gak apa-apa. Cuma aku heran aja kenapa Kamu senyum-senyum dari tadi."
Mendengar kata 'kamu' membuat hati Kenzo sedikit sakit. Ingin rasanya ia berteriak depan wajah gadis itu, kalau sebenarnya ia adalah teman masa kecilnya.
Ada sebuah mobil honda freed berwarna silver yang melintas dekat Rachel dan Kenzo. Di dalam mobil itu ternyata ada Alex dan Brian, yang hendak ke sekolah. Melihat sahabatnya berjalan bersama seorang anak perempuan, membuat jiwa kepo Brian keluar.
"Nuju buset dah tuh anak, bilangnya ada urusan tapi malah jalan sama cewek. Mana cocok baget lagi? Ckckck..."
Perhatian Alex langsung tertarik keluar jendela, Di lihatnya Kenzo, sahabatnya sedang berjalan bersama anak perempuan. Mereka tampak sangat serasi, ditambah senyum yang menghias wajah keduanya.
Brian hendak msmbuka kaca jendela dan meneriaki mereka, tapi sebuah tangan langsung menahannya.
"Mau ngapain, lo?" tanya Alex yang berpura-pura tidak tau akan niat Brian.
"Mau godain merekalah."
"Gak ada. Gue ada urusan pagi ini di sekolah. Gak ada waktu buat ginian."
"Huh ya udah deh, gak jadi. Padahal seru tuh kalo ledekin."
"..."
Sebisa mungkin Alex menahan amarahnya, entah mengapa ia tidak menyukai sahabatnya yang satu itu berdekatan dengan perempuan. Atau mungkin ada hal lain yang tidak Brian ketahui soal Alex?
***