Sore hari menjadi hari yang sibuk untuk Anita, dia harus masak untuk keluarganya tentunya untuk makan malam.
Kehidupan yang berubah drastis jelas merubah gaya makan mereka, tidak ada ayam goreng kali ini mereka harus makan dengan seadanya saja.
"Teh Anita?"
Terdengar suara Juleha dari luar pintu rumah mereka.
Tak lama berselang Anita membuka pintu, disana terlihat adanya Udin dan Juleha. Mereka hendak makan bersama, tentunya Juleha sudah membawa makanan sendiri untuk dimakan bersama-sama.
Selama makan malam Anita risih dengan Udin setelah kejadian siang tadi, apalagi Udin yang hanya memakai sarung dan celana dalam saja membuat Anita semakin kikuk.
Hal itu terjadi lantaran Anita sudah melihat bagaimana kemaluan milik Udin, hitam dan berurat menjadi pemandangan yang tidak bisa Anita lupakan.
"Teh, kalau di kota dulu suka makan sosis?" Tanya Udin.
Pertanyaan itu seakan menjebak Anita, dia tahu Udin berbicara seperti itu untuk memancing birahi Anita yang tidak tertahankan.
"Ibu suka masak sosis goreng!" Jawab Ria.
Tiba-tiba Juleha merasa ada yang aneh dengan Hendarto.
"Mas Hendarto kenapa lesu?" Tanya Juleha.
"Sudah lama gak nyangkul, eh sekalinya nyangkul nih badan segala kerasa." Jawab Hendarto.
"Hmm... Nanti teh Anita pijitin mas tenang aja!" Ujar Juleha.
Rio tidak banyak bicara selama makan malam itu, dia masih terbayang-bayang akan bentuk kemaluan Juleha dan bulu ketiak yang dia miliki.
Sekitar jam 7 malam Juleha dan Udin pamit untuk pulang, obrolan antar dua keluarga itu nampak sangat harmonis. Tapi beda dengan Anita dan Rio yang mengalami hal hebat dalam hidupnya.
Jam 8 malam Hendarto sudah mendengkur akibat kecapekan, Anita tidak bisa meminta jatah birahinya malam itu. Apalagi suaminya mengalami kecapekan luar biasa, bahkan Anita tidak sempat memijit suaminya.
Esok paginya juleha sudah siap untuk pergi ke sawah.
"Mas, kamu mau ke sawah gak?" Tanya Anita.
"Bu, badan bapak sakit-sakit gini. Ibu sama Rio saja ke sawahnya ya?" Ujar Hendarto.
"Ya sudah kalau begitu, nanti mandi pakai air hangat dari kemarin belum mandi. Biar segar mas!" Seru Anita.
"Iya." Jawab singkat Hendarto.
"Ria, kamu jaga bapak ya!" Pesan Anita kepada Ria.
Kemudian Rio dan Anita pergi ke sawah dan tinggal Ria dan ayahnya di rumah.
"Bapak mau makan?" Tanya Hendarto.
"Nanti saja nak, bapak pingin dipijitin badannya. Sakit sekali badan bapak." Pinta Hendarto.
"Gak mandi dulu saja pak biar enak mijitnya?" Tanya Ria.
"Kamu panaskan dulu airnya, sambil nunggu kamu pijitin bapak!" Seru Hendarto.
Ria menurut saja apa yang di suruh oleh ayahnya, dia langsung memanaskan air untuk mandi ayahnya. Kemudian dia membawa minyak untuk memijit Hendarto.
"Sudah siap pak?" Tanya Ria.
"Sudah." Jawab Hendarto.
Ria menelan ludah karena Hendarto kini hanya memakai sarung dengan dalaman langsung celana dalam warna hitam.
Tapi Ria tidak melihat hal itu, dia langsung memijat bagian punggung ayahnya, beberapa kali dia mengelus bagian ketiaknya. Memang bulu ketiak Hendarto cukup lebat sehingga Ria dapat membelainya beberapa kali.
"Badan bapak bau ya?" Tanya Hendarto.
"Iya, bapak belum mandi sih!" Jawab Ria.
Padahal itu jawaban pura-pura dari Ria, aroma badan Hendarto jelas membakar birahi Ria. Kemaluannya sudah mengeluarkan cairan yang rembes pada celana dalam yang dia pakai.
Akhirnya Ria memijit bagian paha dari Hendarto, dia bergidik tak kala memijit bagian pahanya. Bulu yang dimiliki oleh Hendarto memang lebat sampai menuju ke pangkal paha.
Sampai sekali Ria menyenggol biji kemaluan Hendarto.
"Ahh, jangan kesitu!" Seru Hendarto.
Ria bingung kenapa ayahnya seperti kesakitan, hal itu bukan tanpa alasan karena Hendarto sendiri kini sedang mengalami birahi cukup tinggi. Posisi badan tengkurap berhasil menutup kemaluannya yang sudah berdiri tegak.
"Maaf pak." Ujar Ria.
Keringat dingin dialami oleh ayah dan anak pada itu seolah ingin ada yang diluapkan. Tapi Hendarto tidak seperti itu, tak kala birahinya terus menggoda dia masih bisa menghindarinya.
"Nak, airnya sudah panas. Bapak mau mandi." Ujar Hendarto.
"Iya pak." Jawab Ria.
Air panas di tumpahkan ke dalam ember bekas cat yang ada di kamar mandi yang berdinding bilik itu.
Dengan menghela nafas lega, Hendarto berhasil menjauhkan dirinya dari hal yang tidak dia inginkan. Tapi hal itu menyisakan sesak bagi Ria yang masih bingung untuk berbuat apa.
***
Udin dan Anita sudah ada di sawah, disana sudah ada Udin dan Juleha dengan pekerjaan mereka masing-masing. Tidak seperti Anita yang berada di kebun, Juleha ikut Udin untuk berada di sawah dengan kegiatan yang dia bisa.
Udin jelas tertarik kepada Anita, kalau dibandingkan antara kakak beradik ini jauh sekali perbedaannya.
Anita memiliki wajah yang cantik dan kulit yang putih, itu karena ketika dia ada di kota selalu perawatan. Sedangkan Juleha terlihat hitam manis dengan badan yang masih bagus karena belum punya anak.
"Rio, kamu cangkul bagian sebelah sana. Kalau ibu di kebun sebelah sana."
Penjelasan singkat dari Anita cukup membuat Rio mengerti dan melakukan apa yang dia suruh.
Rio nampak gagah dengan membuka kaos yang di pakai, Juleha tidak henti-hentinya memandanginya. Bulu dada yang dibasuh keringat membuat Rio semakin seksi Dimata Juleha.
Sementara Anita sibuk memilih terong ungu yang belum beres dari kemarin.
"Teh, masih milih terong? Memang terong punya aku masih kurang?" Kembali Udin menghampiri Anita.
"Apaan sih kamu? Lihat disana ada Juleha nanti aku laporin kamu sama dia." Ancam Anita.
"Sebentar lagi juga Juleha pulang buat masak makam siang." Ujar Udin.
"Terus?" Ketus Anita.
"Jadi kita bisa berduaan disini." Jawab Udin.
"Kamu sudah gelo Udin!" Bentak Anita.
Tiba-tiba Juleha berteriak kalau dirinya akan pulang dan Udin mengiyakan apa yang dikatakan oleh Juleha.
"Memang teteh mau laporin aku sama Juleha? Teteh nanti gak bisa lihat terong punyaku lagi lho!" Ujar Udin.
"Udah ngeres otak kamu Udin!" Gertak Anita dengan nada keras.
Anita kemudian berbalik untuk pergi dari situ, tapi tiba-tiba saja Udin menarik tangannya dan Udin langsung mendaratkan ciuman penuh nafsu di bibir Anita.
Entah kenapa Anita tidak melawan, dia sangat menikmati ciuman di bibirnya. Aroma tubuh Udin membuat dia semakin lupa kalau dia adalah kakak ipar dari Udin.
Ketika Udin hendak meremas pantatnya, disitulah Anita tersadar dan langsung melepaskan ciuman di bibirnya.
"Kurang ajar!" Bentak Anita.
Kenapa teh? Teteh tadi menikmatinya juga bukan?" Tanya Udin.
Kemudian Anita menampar pipi kanannya Udin dan langsung pergi meninggalkan dia yang masih terbakar birahi.
"Teh, kalau mau lebih aku sanggup kok!" Ucap Udin tak kala Anita hendak pergi meninggalkannya.
Anita terdiam sejenak setelah mendengar apa dikatakan oleh Udin, tapi kemudian dia lanjut berjalan seolah tidak menghiraukan apa yang dikatakan oleh Udin.
***
Malam hari dipenuhi kebingungan antara Hendarto dan Anita, pasalnya mereka tidak bisa meluapkan birahi yang menyerang merak hari itu.
Seusai makan malam tidak biasanya Anita langsung ke kamar, kali ini dia lebih menemani suaminya dia rumah tengah yang kosong tanpa adanya televisi.
Terdengar suara dengkuran Rio yang kelelahan sesudah bekerja sebagai petani siang tadi, sementara Ria masih sibuk membaca buku yang disukai.
Jam 11 malam semua orang sudah pada tidur dan hanya Anita dan Hendarto yang belum tidur, Anita hanya menemani Ria sampai tidur.
"Mas?" Bisik Anita kepada Hendarto yang sedikit tertidur.
"Eh, sudah pada tidur anak-anak?" Hendarto meyakinkan Anita.
Anita menganggukkan kepalanya tanda apa yang ditanyakan oleh Hendarto benar adanya.
Tiba-tiba saja Anita langsung menindih Hendarto, birahinya sudah sangat meluap-luap. Bibir Hendarto langsung bersatu dengan bibir Anita yang sama-sama bernafsu.
Pertukaran air ludah terjadi sangat intens sekali, birahi mereka benar-benar membuat mereka lupa segalanya. Terlebih ketika mereka berdua dalam keadaan telanjang bulat, kemaluan Anita sudah banjir dan kemaluan Hendarto sudah mengeluarkan banyak pelumas.
Akhirnya penantian mereka dapat mereka lakukan pada malam itu, tanpa sadar Anita mendesah agak keras.
"Aduh mas maaf jadi agak keras!" Ujar Anita.
"Gak apa-apa, kedengaran juga gak apa-apa. Mereka sudah dewasa sudah saatnya tahu kaya ginian." Ujar Hendarto.
Anita nampaknya tidak terlalu mendengar apa yang dikatakan oleh suaminya, dia sangat menikmati hubungan badan yang sedang dia lakukan.
Tapi ketika dia memejamkan mata, teringat akan kemaluan Udin yang hitam legam ada di depannya. Tak jauh beda dengan Anita, Hendarto pun merasakan hal yang sama. Ketika Anita memeluk erat tubuhnya, dia merasakan sentuhan Ria tadi pagi.
"Mas, aku sudah gak tahan pingin keluar!" Ujar Anita.
"Sama Bu, bapak juga sudah di ujung." Sahut Hendarto.
Akhirnya mereka berdua mendapatkan apa yang tidak bisa didapatkan akhir-akhir ini, tanpa sadar ada sepanjang mata yang menyaksikan apa yang mereka lakukan.
Ria jelas melihat bagaimana orang tuanya berhubungan badan, dia bisa melihat bagaimana kemaluan mereka bersatu. Kemaluannya sudah sangat basah, tapi sekali lagi dia tidak tahu harus melakukan apa.