Insiden
Bab 10
"Apa-apaan kamu, Rik! Keterlaluan sekali kamu, apa begitu caramu memperlakukan wanita, hah?!"
Seno sangat marah dengan kelakuan Erik tadi. Sedangkan Erik hanya melihat kepergian Joya dengan senyum kemenangan.
Erik memang sengaja melakukannya agar rencana Papa dan saudara-saudaranya gagal total. Erik senang karena sekarang Joya pasti sangat membencinya.
"Sudah aku katakan tadi, kan, Mas. Aku gak mau dijodoh-jodohkan lagi. Apa lagi dengan wanita bar-bar seperti Joya itu," sahut Erik dengan santainya.
"Mas gak mau tahu, kejar Joya dan minta maaf padanya!"
"Mas, aku ...."
"Kejar dia dan minta maaf atau Mas laporkan kelakuan bejatmu tadi!" ancam Seno dengan wajah yang semakin merah.
Mau tak mau, Erik terpaksa mengejar Joya. Sampai di luar ruangan, Erik bingung mungkin dia masih ada di dalam lift.
Erik pun mengejar Joya, dia masuk ke dalam lift yang kebetulan tiba di lantai empat. Setelah sampai di lantai dasar, Erik mencari Joya di parkiran.
Dia juga bertanya pada para satpam yang sedang bertugas hari itu. Namun, tak seorang pun yang melihat Joya keluar.
"Ke mana dia?"
Erik merasa bingung, mengapa tak seorangpun yang melihat Joya. Ini pintu keluar satu-satunya di kantor ini.
"Maaf, Mas. Kelihatannya sedang bingung, ada yang bisa saya bantu?" tanya seseorang di belakang Erik.
Erik menoleh lalu tersenyum pada petugas kebersihan yang menyapanya.
"Eh, itu, saya mencari Joya. Bapak kenal dia kan? Asistennya Mas Seno," jawabnya tergagap.
"Oh, Neng Joya. Saya tahu, tadi saya bertemu dengannya di tangga darurat. Sepertinya dia sedang bersedih."
"Tangga darurat, di sana dia rupanya," pikir Erik.
"Terima kasih, ya, Pak."
Erik pun bergegas ke tangga darurat. Dia menaiki tangga demi tangga sampai akhirnya tiba di tangga lantai dua. Erik melihat Joya sedang duduk melamun, di antara anak tangga.
"Tidak, dia bukan melamun, tetapi sedang menangis tanpa suara. Apa aku sudah terlalu kejam padanya?" gumam Erik.
"Joya, apa yang sedang kamu lakukan di sini?"
Joya menoleh kemudian kembali menundukkan wajahnya. Amarahnya kembali timbul saat melihat wajah Erik.
"Mau apa ke sini? Mau berbuat hal tak senonoh lagi padaku?" tanya Joya dengan pelan.
"Aku ... mau minta maaf padamu. Sikapku memang sangat kurang ajar tadi. Aku menyesal, maukah kamu memaafkanku?" pinta Erik dengan tulus.
Joya masih bergeming dengan permintaan maaf dari Erik. Berat rasanya untuk memaafkan perlakuannya tadi. Ini pertama kali bibirnya disentuh oleh cowok.
"Enak saja kamu minta maaf, bibirku sudah ternoda. Kamu jahat, Rik. Aku benci sama kamu, pergi sana!" usir Joya.
"Maafkan aku, tadi aku panik karena mereka mulai lagi menjodohkan diriku. Maafkan aku, ya," bujuk Erik.
"Tidak! Aku tidak mau, pergi sana. Jauh-jauh dari aku, hush!" Joya mendorong tubuh Erik sekuat tenaganya.
Dia lupa kalau mereka berdua sedang berada di tengah anak tangga. Erik yang tak siap saat didorong Joya pun jatuh bergulingan sampai di lantai bawah.
"Erik!" Joya berteriak panik. Dengan setengah berlari, dia menuruni anak tangga mengejar tubuh Erik yang sudah diam tak bergerak.
Erik pingsan dan Joya semakin takut begitu melihat darah yang keluar dari mulut dan hidungnya.
"Erik! Bangunlah, Rik!" Joya terus menggoyangkan tubuh Erik, tetapi dia tak bangun juga. "Tolong!" teriak Joya berlari keluar dari pintu darurat, dua orang karyawan pria yang sedang melintas langsung berhenti mendengar teriakannya.
"Ada apa, Mbak?" tanya karyawan itu.
"Tolong, Mas. Ada yang jatuh di tangga darurat!" jawab Joya berbohong. Mereka pun berlarian menuju ke tangga darurat.
Joya juga menghubungi Seno dan mengabarkan apa yang terjadi pada Erik. Dalam sekejap, pintu darurat menuju ke lantai dua telah penuh dengan karyawan kantor.
Heru, Seno, Riko, dan Diki tampak panik melihat Erik yang tak sadarkan diri. Mereka segera membawa Erik ke rumah sakit. Joya pun diajak ikut serta ke sana.
Sepanjang perjalanan, hati Joya berdetak tak karuan. Dia tak bisa membayangkan apa yang akan terjadi dengan Erik.
Joya menyesal telah bertindak begitu ceroboh. Seharusnya dia tak mendorong Erik saat itu. Mereka sedang berada di tangga darurat. Joya menyesal setengah mati, tetapi dia gak bisa berbuat apa-apa lagi.
"Joya!" panggil Heru membuat Joya tersadar dari lamunannya.
"Eh, iya, Pak," jawabnya tergagap.
"Apa yang terjadi? Bagaimana Erik bisa terjatuh seperti itu?" tanya Heru dengan tatapan menyelidik.
"Sa-saya juga kurang tahu, Pak. Mu-mungkin Erik terpeleset waktu mau menuruni tangga," jawab Joya makin tergagap. Dia takut Heru mengetahui kebohongan yang dilakukannya.
Joya sengaja melakukannya, dia takut keluarga Kusuma akan menyalahkannya. Lebih buruk lagi, mereka akan memenjarakannya.
*
Seminggu kemudian, Erik telah sadar. Kesehatannya berangsur mulai pulih. Keluarga Kusuma senang dan bersyukur melihat keadaan Erik.
Dokter mengatakan jika luka di kepalanya tidak terlalu fatal. Mungkin karena dia jatuh tidak dari posisi anak tangga tertinggi.
Erik masih harus dirawat beberapa waktu lagi dan tepat sebulan setelah kejadian itu, Erik pun di perbolehkan pulang ke rumah.
Semua anggota keluarga menyambutnya dengan suka cita. Mereka mengadakan acara pengajian dan santunan kepada anak yatim, sebagai wujud rasa syukur atas kesembuhan Erik.
Semenyara Joya tak pernah menampakkan batang hidungnya sejak menemui Heru di rumahnya.
Erik yang sejak sadar tak melihat Joya, ternyata diam-diam merindukan celotehan gadis bar-bar itu. Erik rindu dengan tingkah Joya yang absurd dan nyeleneh padanya.
Sedikitpun dia tak merasa dendam karena kejadian itu. Erik merasa Joya melakukan itu karena sedang kesal padanya. Tak seharusnya Erik terus memaksa Joya agar memaafkannya waktu itu.
"Erik, sudah mau Maghrib. Ayo kita masuk!" ajak Dayu.
Erik yang sedang duduk melamun di teras rumah menoleh, lalu tanpa bersuara berdiri dan masuk ke rumah.
Dayu yang mengikutinya dari belakang merasa heran dengan sikap Erik selama beberapa hari ini. Erik berubah menjadi pendiam dan jarang bicara. Tak ada lagi sikap kolokan dan manja yang biasa dia tunjukkan.
"Aku lapar, Mbak masak apa?" tanya Erik langsung menuju ke ruang makan.
"Masak sayur lodeh dengan ikan asin. Ayam goreng juga ada, kamu mau makan sekarang? Gak menunggu Mama sama Papa dulu?"
"Aku ngantuk, Mbak. Lapar juga, jadi aku makan lebih dulu saja, ya!" jawab Erik.
Dayu pun menyajikan makanan untuk Erik. Dia tersenyum melihat Erik yang makan tanpa protes. Biasanya ada saja kekurangan yang dilihatnya dalam makanan itu.
"Erik sudah berubah atau ada pikiran lain yang mengganggunya,?" batin Dayu.
"Sudah, Mbak. Aku ke kamar dulu, ya. Masakannya enak, terima kasih, Mbak Dayu," ucap Erik sembari berdiri.
Dayu mengerjap tak percaya mendengar ucapan terima kasih dari Erik. "Benar -benar sudah berubah," batinnya lagi.
Dayu masih memandangi punggung Erik sampai menghilang di balik pintu kamarnya.
"Kamu kenapa, Yu. Kok bengong sendirian di sini?" tanya Seno pada istrinya.
"Erik, Mas. Dia sudah berubah!" seru Dayu.
"Berubah, jadi apa? Satria Baja Hitam atau Spiderman?" Seno sengaja mengganggu istrinya yang semakin cantik jika sedang cemberut.
"Jadi Pangeran Kodok!" jawab Dayu kesal.
Seno tertawa terbahak jadinya.
Bersambung.