Misteri Joya
Bab 12
Seminggu sudah, Joya menghilang. Erik dibantu dengan Heru dan yang lain telah berusaha mencarinya. Polisi juga sudah dilibatkan, tetapi Joya hilang seperti ditelan bumi.
Hindun menangis setiap hari mengingat anaknya yang tak kunjung ketemu juga. Rencana pernikahan yang akan berlangsung satu minggu lagi terpaksa ditunda sampai Joya ditemukan.
Sore itu, Erik baru saja pulang dari kantor polisi bersama Heru. Mereka sedang dalam perjalanan pulang, saat sebuah pesan masuk ke ponsel Erik.
Mata Erik membulat tak percaya membaca pesan yang baru saja di terimanya.
"Pa, baca ini!" katanya pada Heru yang sedang menyetir.
Heru menepikan mobilnya kemudian membaca pesan di ponselnya Erik.
"Maaf, saya baru saja melihat gadis yang mirip dengan foto yang Anda sebar di berita orang hilang! Dia sedang makan di food court di Mal. Sebaiknya Anda segera menemuinya di sana?" Heru membaca ulang pesan tersebut.
"Apa berita itu benar, Pa?" tanya Erik ragu.
"Kita akan segera mengetahuinya jika segera ke Mal sekarang juga!" seru Heru.
Dia pun mengemudikan mobil dengan kecepatan tinggi agar bisa tiba di Mal dengan cepat.
Sesampainya di sana, mereka segera menuju ke area food court yang berada di lantai tiga. Wajah keduanya sangat tegang, sampai mereka tak menyadari jika seorang gadis melihat mereka dengan senyum tipisnya.
"Om Heru, Erik, sedang apa di sini?" sapanya membuat kedua pria itu kaget.
"Sa-Sarah!" pekik Erik kaget.
Heru hanya tersenyum sambil melihat pada pintu lift yang masih tertutup. Panel di pintu lift menunjukkan mereka sedang naik ke lantai dua.
"Iya aku Sarah. Masa kamu lupa, Rik! Om Heru apa kabar?" sapa Sarah lagi.
Wajahnya kelihatan senang sekali, senyumnya kini semakin lebar tercipta di bibirnya.
"Hm, baik. Kamu sedang apa di sini?" Heru membalas sapaan Sarah.
"Sarah habis ketemu agen model di bawah tadi, Om. Sekarang mau makan, lapar," jawab Sarah.
Heru mengangguk tanda mengerti, kemudian mengajak Erik ke luar lift saat pintu terbuka di lantai tiga. Sarah juga ikut berjalan di belakang mereka.
Sampai di are food court, Heru dan Erik pun berpisah. Mereka berpencar mencari gadis yang mirip dengan Joya seperti pesan yang diterima oleh Erik tadi.
Sarah mengangkat kedua bahunya, lalu menuju ke stand yang menjual beraneka jenis makanan.
Setelah memilih beberapa jenis makanan, Sarah mencari tempat duduk yang masih kosong. Kemudian dia mulai menikmati makanan yang dipesannya tadi.
Tak lama, Erik dan Heru telah berdiri di dekat mejanya. Wajah mereka berdua kelihatan kecewa sekali.
"Ternyata pesan itu bohong, Pa!" ketus Erik.
"Sabar, Rik. Kamu harus tenang!" ujar Heru mencoba menenangkan Erik yang mulai marah.
"Om, Erik, sedang mencari siapa, sih?" tanya Sarah
Heru menikah pada Sarah kemudian tersenyum sumbang. Heru dan Erik pun duduk karena Sarah mempersilahkan mereka untuk duduk.
"Kami mencari Joya, dia sudah satu Minggu menghilang. Tadi ada pesan yang mengatakan kalau dia sedang makan di sini, tetapi sepertinya itu pesan palsu," terang Heru.
"Joya? Siapa Joya, Om?"
Erik menarik napas kecewa, kemudian melirik pada Sarah yang penampilannya sangat cantik itu.
"Joya itu calon istri aku, kami akan menikah Minggu depan. Namun, sepertinya harus batal karena ...." Erik menggantung kalimatnya.
Sebuah senyum sinis terbentuk di wajah Sarah. Heru sempat melihatnya, tetapi tak berani berburuk sangka pada mantan kekasih anaknya itu.
"Aku turut berdukacita cita, ya, Rik. Semoga kamu sabar, mungkin Joya punya pasangan sendiri sampai dia harus menghilang," kata Sarah dengan santai.
Deg! Heru tercekat, dia baru ingat kalau sebelumnya dialah yang memaksa Joya untuk menerima Erik sebagai suaminya. Apa Joya sengaja menghilang? Itu mungkin saja karena dia tak mau dijodohkan dengan Erik.
"Kamu jangan sembarangan bicara, Sarah. Joya bukan wanita seperti itu!" ucap Erik dengan ketus.
"Aku kan, hanya mengungkapkan fakta yang ada saja. Kalau bukan dia sengaja kabur, lalu mengapa sampai sekarang tidak ada orang yang meminta tebusan pada kalian. Logikanya, jika tak ada tuntutan atau ancaman dari para penculik. Bisa dipastikan kalau Joya sengaja menghilang." Sarah mengakhiri bicaranya dengan senyum mengembang.
Erik merasa apa yang dikatakan Sarah mungkin ada benarnya. Namun, sudut hatinya tak percaya jika Joya bisa berbuat hal senekat itu.
Dia merasa ada orang iseng yang memanfaatkan kesusahan mereka, dengan memberikan berita palsu.
"Pa, ayo kita pulang saja. Sepertinya SMS itu palsu, Pa." Erik mengajak Heru pulang.
Mereka berdua akan pergi meninggalkan Sarah, tetapi ucapan Sarah selanjutnya membuat mereka tertegun.
"Jangan pulang dulu, dong. Kita cari lagi calon istri kamu itu, Rik. Aku bantu, deh. Kalau memang tadi dia ada di sana, pasti ada orang yang melihatnya," saran Sarah.
"Benar juga, Rik. Tak ada salahnya kita coba, tanggung sudah sampai di sini." Heru mulai termakan hasutan Sarah. Sebab dia tahu kalau Joya terpaksa menerima rencana pernikahan yang dirancang oleh Heru.
Akhirnya, Heru dan Erik berkeliling mencari Joya sekali lagi. Sarah mengikuti mereka dengan senyum puas. Rencana Sarah telah berhasil, sekarang dia hanya tinggal menunggu waktu Keluarga Kusuma itu akan mendepak Joya dari daftar calon menantu mereka.
"Tidak ada juga, Pa. Kita pulang sajalah!" Erik menyerah setelah capek berjalan mengelilingi area Food court itu.
Heru mengangguk, mereka mulai beranjak lagi untuk turun ke lantai bawah. Kali ini mereka menaiki eskalator. Sambil berdiri di atas eskalator yang menuju ke bawah, Erik menatap ke lantai paling bawah.
Matanya tak percaya melihat sosok yang dicarinya sejak tadi sedang berjalan mesra dengan seorang pria.
"Pa! Itu Joya, kan?" tanya Erik tak percaya dengan penglihatannya.
"Kami benar, Rik. Ayo kita kejar!" seru Heru.
Mereka pun menuruni eskalator dengan tergesa, tapi itu sangat sulit karena banyak orang yang sedang berada di atas eskalator.
Satu lantai terlewati, tinggal satu lantai lagi. Dengan susah payahnya, Erik dan Heru berhasil tiba di lantai paling bawah. Mereka mencari keberadaan Joya di sana.
"Itu dia, Pa!" seru Erik.
Mereka mengejar Joya yang akan masuk ke dalam mobil di depan Mal. Terlambat, mobil yang ditumpangi Joya sudah melaju ke jalan raya.
Walaupun sudah berlari sekuat tenaga, Erik dan Heru gagal mengejar Joya.
"Sial, ternyata benar dugaan Sarah, Pa! Joya sengaja menghilang dari kita semua. Licik sekali dia!" umpat Erik.
Wajahnya memerah menahan amarah yang sudah sampai ke ubun-ubun. Heru berusaha menenangkannya, sementara Sarah yang mengejar di belakang mereka baru saja tiba.
"Dapat, Om?" tanya Sarah dengan napas terengah-engah.
Heru menggeleng, kemudian dia mengajak Erik untuk pulang ke rumah. Mereka harus membahas hal ini dengan angka lainnya.
"Saya ikut, Om!" ucap Sarah ragu.
Heru menoleh pada Sarah, kemudian mengangguk setuju. Sarah tersenyum senang, dengan langkah tergesa dia mengikuti Heru dan Erik ke mobil mereka.
*
"Tidak mungkin, Joya bukan gadis seperti itu. Anakku tak mungkin menipu kalian!" pekik Hindun dengan histeris.
Hindun tak percaya dengan apa yang disampaikan oleh Heru barusan. Bagaimana mungkin dia percaya Joya sengaja menghilang.
"Memang sulit untuk di percaya, tapi begitulah kenyataannya," sahut Heru pelan.
Hindun menggeleng berulang kali. Hatinya belum bisa menerima kenyataan ini.
"Saya tetap tidak percaya kalau belum bertemu dengan Joya secara langsung, Pak!" ucap Hindun kesal.
"Kami akan terus mencari Joya sampai ketemu."
Heru menarik napas panjang, semuanya masih misteri jika Joya belum bisa ditemukan.
Bersambung.