Drow adalah bangsa kegelapan dengan sosok seperti manusia yang merupakan satu keluarga dengan Elf, namun mereka dikatakan telah menyatu dengan kegelapan. Berbeda dengan Elf, mereka memang makhluk mitologi, namun mereka tidak bergabung dengan Beltzaar maupun Equattoria, mereka adalah salah satu bangsan yang netral di dunia ini.
Berbeda dengan Elf yang memiliki keindahan, Drow adalah keburukrupaan. Bukan karena mereka tidak indah dipandang, tapi karena mereka terlalu negatif. Berkat darah kegelapan mengalir di sana, kulitnya cenderung hitam - bukan cokelat seperti Negro, lebih hitam - matanya lebih cenderung merah gelap, hijau, atau kuning, dan rambutnya berwarna terang seperti perak, kuning emas, atau abu-abu. Mereka kejam, licik, suka menjilat, dan mayoritas tidak ada yang bisa dipercaya
"Terima kasih. Tapi, meskipun aku tidak suka dengan Agitur, bukan berarti aku mau ikut dengan kalian," jawabku. Jujur, aku pun sedikit bingung dengan tanggapanku yang terlalu santai. Bukankah seharusnya aku ketakutan atau panik? Anehnya, aku baik-baik saja. "Kalian pergi saja. Aku tidak akan menyerahkan Historia pada siapapun. Bahkan, akan aku pertaruhkan nyawku untuk melindunginya."
"Ah, sayang sekali kami tidak bisa membiarkanmu mati, Nona Historian -"
"Aya!!" seru seorang laki-laki dari arah belakang, arah kedatanganku.
Aku menoleh ke belakang, mendapati Muraco, Orynn, Urtzi, dan Carlos berlari ke arah kami. Awalnya aku malas, tapi karena Muraco dan Orynn tampak sangat ketakutan, aku tak jadi membenci mereka untuk saat ini. Mereka terlalu menggelikan dengan ekspresi itu. Bukankah mereka tidak menyukaiku? Seharusnya, mereka tidak perlu berlari panik ke sini.
Orynn menarik tanganku, membuat tubuhku ikut tertarik ke arahnya. Ia menarikku ke belakang tubuhnya. Tangannya masih menggenggam tanganku, membuat tubuhnya sedikit miring. Aku pun dapat melihat ekspresi wajah yang ia buat. Itu ekspresi wajah yang biasa orang-orang buat ketika mengkhawatirkan seseorang yang penting dan berharga untuknya.
Aku ingin mengejeknya, tapi aku tidak mau merusak suasana. Jadi, aku diam saja, mengamati, dan mengikuti arus.
"Aya, apa kamu terluka?" tanya Urtzi yang berdiri di kananku.
"Oh, tidak. Mereka belum menyerang," jawabku. Aku pun menoleh ke kanan, kiri, depan, dan belakang. Keempat Agitur dan ksatria yang beraamaku tadi telah mengelilingiku. Saat itu, aku pun sadar bahwa Drow yang datang ternyata sudah mengelilingi kami. "Wah, hebat sekali, ya, informasi di dunia ini. Aku baru tiba tapi sudah disambut."
"Kamu masih bisa berbicara dengan santai, huh?" ujar Orynn sinis. "Ini semua karena kamu. Kamu seharusnya tidak mengundang masalah."
"Orynn!" tegur Muraco.
Aku tergelak. "Oke, baiklah. Kalau kamu tidak suka dengan aku sebagai Historian, akan aku akhiri sekarang juga." Aku mendekati Orynn, berdiri di belakangnya, lalu menekukkan lututku ke belakang lututnya, membuatnya terjatuh ke belakang dan hilang keseimbangan. Aku menyingkir dan merebut pedang di pinggangnya yang sudah seperti hiasan. "Perlu kalian tahu, aku tidak meminta hidup seperti ini." Dan, aku pun berlari menerjang Drow di depan sana.
"Aya!!" seru orang-orang.
Seumur hidupku, aku tidak pernah belajar bela diri. Memegang pisau saja jarang, karena Bunda melarangku menggunakan benda-benda berbahaya. Aku bisa pingsan tiba-tiba dan benda berbahaya bisa menyakitiku saat itu. Tapi, aku memang terbiasa nekat. Toh, kalau aku mati saat ini, tak akan ada yang bersedih untukku. Tak kembali ke duniaku pun aku tak masalah, jadi aku tidak akan membebani Bunda lagi, meski aku yakin Bunda akan sangat sedih, namun aku yakin ia akan mampu bangkit.
Pada Historia, Ethaniel Janko dan Cato Dominick mengatakan bahwa Historian boleh melakukan perlawanan, termasuk di dalamnya adalah melatih fisik, berpedang, berkuda, memanah, dan lainnya. Meski Historian itu harus bersifat netral, bukan berarti Historian tidak boleh melukai mereka yang mencoba melukainya. Jadi, apa yang aku lakukan sekarang tidak akan mendapatkan hukuman apapun, bukan?
Secara teori, aku tahu bagaimana cara memegang pedang, mengayunkannya, menebas, dan teknik berpedang lainnya. Secara fisik, tubuhku tidak bisa melakukannya. Bahkan, pedang milik Orynn ini beratnya mungkin sama dengan berat satu tungkaiku. Bilahnya yang panjang hampir sedadaku ini juga agak sulit untukku menggerakkannya. Awalnya memang mudah, tapi aku yakin hanya bisa bertahan 15 menit saja.
"Kamu gila, Aya!" seru Muraco yang tiba-tiba datang dan berdiri di belakangku, melindungiku dari titik butaku.
Aku masih sibuk menebas-nebas, sesekali tubuhku agak terpental. "Kalian tidak menyukaiku, jadi aku akhiri saja tugasku yang bahkan belum mulai. Kalian sama sekali tidak berusaha untuk mengenal dan menyukaiku. Aku diam saja karena aku orang asing di sini, tidak bisa melawan. Oh, atau kalian protes saja pada Tuhan, kenapa harus orang lemah sepertiku yang terpilih." Aku mengangkat pedang cukup tinggi, lalu mengayunkannya ke bawah secara diagonal.
BRUK!!
"Hah! Hah! Hah!" Oksigen seperti membenciku. Padahal, sejak aku tiba, aku tak pernah merasakan sesak seperti ini. Tapi, sepertinga mengayunkan pedang tidak cocok untukku. "Argh! Rese!" kesalku menggeram.
"Aya?"
"Hm?" tanggapku sambil berbalik. Aku melihat Urtzi berjalan cepat ke arahku, dan Carlos menyusul di belakangnya. "Oh, sudah selesai. Yah, lumayan untuk olah raga," gumamku. "Uhuk! Uhuk!"
Trang!!
Aku menjatuhkan pedang Orynn dari tanganku. Tubuhku terhuyung ke depan, seperti ada yang mendorongku dari belakang tapi aku tidak bisa mengendalikan tubuhku. Dadaku mungkin sakit, mungkin tidak. Aku tidak tahu, tidak bisa merasakannya. Aku hanya tahu bahwa aku kesulitan bernapas.
Bruk!!
"Panggil tabib!" seru seorang lelaki, seperti Orynn.
Tubuhku ditangkap oleh Urtzi dengan tepat waktu, jadi aku tidak perlu berciuman dengan aspal. Aku masih bisa membuka mataku, meski semua terlihat berkunang-kunang dan buram. Aku masih bisa mendengar, tapi telingaku berdenging dan menghalau hampir semua suara yang seharusnya bisa kudengar.
"Aya, kamu bisa mendengarku?" Suara Urtzi teredam, seperti mendengar orang berbicara di dalam air. "Tekan di sana! Aku minta kain. Kita harus membebat lukanya. Cepat!"
"Lu-ka...?"
"Kamu tidak sadar tubuhmu terluka?" tanya Orynn. Suaranya teredam, tapi aku bisa mengidentifikasinya dengan baik. Suara itu datang dari belakang kepalaku. Aku sampai harus sedikit mendongak. "Perutmu terluka. Darah yang keluar terlalu banyak. Kamu tidak ingat kapan terluka?"
Aku tak yakin terluka karena sesuatu. Aku bahkan cukup yakin bahwa aku bisa menghindari semua serangan yang datang, meski dengan cara terjatuh, berguling, atau melompat ke sisi lain. Aku pun tak bisa berpikir terlalu keras. Semakin kekurangan oksigen, semakin aku tidak bisa berpikir. Otakku kekurangan oksigen.
"Orynn, gunakan kekuatanmu!" seru Muraco.
"Tidak bisa. Kalian tahu bahwa Agitur tidak bisa menggunakan kekuatannya pada Historian. Hukum menganggapnya sebagai perlawanan. Kita ada untuk Historian," tegas Orynn.
Oh, benar. Aku pernah baca tentang hal ini. Agitur tidak bisa menggunakan kekuatannya pada Historian dalam bentuk apapun. Agitur ada untuk Historian, seperti 'menyembah' pada Historian. Penggunaan kekuatan pada Historian dianggap sebagai perlawanan dan pengkhianatan, sekalipun itu untuk menyelamatkan Historian.
"Jadi, kenapa kalian membenciku?" tanyaku.
"Itu tidak penting, Aya," seru Urtzi.
Aku mencoba menggeleng. "Kalau aku mati, setidaknya aku bisa mati dengan tenang setelah tahu perasaan kalian terhadapku." Aku tergelak, tapi berakhir batuk dan sepertinya ada yang ikut keluar bersama batukku.
"Batuk berdarah!" seru Carlos.
Sepertinya lukaku cukup parah. Atau, mungkin juga ditambah dengan penyakit jantungku yang juga menyebabkan batuk berdarah. "Jadi -"
"Jangan bicara!" seru Orynn.
Aku pun diam. Tapi, sepertinya aku sudah menemukan jawaban atas pertanyaanku. "Thanks."