Chereads / Aku Bukan Jalang / Chapter 2 - Aku Dijual

Chapter 2 - Aku Dijual

"Biar ayah saja yang membukanya! Kau bersiap-siaplah dulu!" ujar Harry pada Vanessa. Ia meminta sang putri tetap di posisinya dan tak bergeser barang sejengkal pun.

Kening Vanessa berkerut dalam. Bersiap-siap untuk apa?

"Memangnya kita mau kemana, Ayah? Aku baru saja pulang dan ingin menghabiskan malamku di rumah," tolak halus Vanessa pada ayahnya, ia tak mau membuat sang ayah merasa kecewa karena penolakan darinya. Putus hubungannya dengan Mark mempengaruhi mood-nya.

Tak nampak wajah kekecewaan di wajah sang ayah saat ini. Senyum hangat mengembang secerah matahari bersinar di wajah tuanya.

"Ayah ingin mengajakmu bersenang-senang! Sudah lama kau tak pernah berjalan-jalan dan melakukan kesenangan bersama Ayah. Ayah ingin sekali membahagiakanmu untuk terakhir kalinya!" ujar Harry dengan raut wajah gelisah.

"Apa maksud ucapan ayah? Ayah sakit? Atau apa? Jujurlah padaku, Ayah!" desak Vanessa.

Harry lagi-lagi menampakkan senyum terbaiknya di hadapan sang putri.

"Ayah merasa suatu saat nanti kau akan segera menjadi milik orang dan ayah tidak bisa lagi menikmati hari-hari bersamamu. Kau mau, 'kan?" ungkap Harry dengan wajah sendu yang terpampang jelas saat ini.

Melihat ekspresi seperti itu di wajah sang ayah, membuatnya tak ragu untuk menganggukkan kepalanya walau terasa berat.

"Baiklah, Ayah! Aku akan pergi ke kamar dulu dan bersiap! Wait a minute!" sahut Vanessa cepat. Ia pun mengayunkan kaki jenjangnya menuju kamar tercinta di lantai dua bangunan besar tersebut, tanpa ada keraguan sedikit pun pada niat sang ayah.

Harry mengangguk tanpa jawaban. Senyum mengiringi anggukan kepalanya menanggapi jawaban putri sulungnya tersebut.

***

Bibir dipoles dengan sedikit sentuhan lipstick berwarna peach sudah membuatnya tak lagi pucat. Entah sudah berapa lama Vanessa berada di dalam kamar.

Padahal, setengah jam lalu ia mengatakan pada sang ayah untuk bersiap di kamarnya selama beberapa menit saja.

Nyatanya, ia butuh waktu hampir dua puluh menit guna menghilangkan mata sembabnya. Ia masih terisak dan meratapi nasibnya yang telah dikhianati Mark dan Marie.

Sedikit sentuhan terakhir, gadis cantik itu menggunakan perona pipi dan parfum beraroma manis hampir ke seluruh tubuhnya.

"Aku harus kuat!" yakin Vanessa sambil mengepalkan tangan menyemangati dirinya sendiri.

Tok Tok Tok

"Vanessa! Apa kau baik-baik saja?" tanya Harry sambil mengetuk pintu kamar sang putri.

Vanessa terhenyak. Ia benar-benar tersadar bahwa ada seseorang yang telah menantikan dirinya selama beberapa saat.

Ayah?

Oh my goodness!

Buru-buru dengan kedua ibu jarinya Vanessa menyeka cairan bening dari pipinya yang basah.

"I'm okay, Ayah! Tunggu sebentar!" sahut Vanessa dari dalam.

"Oke, ayah akan menunggumu di bawah!" balas Harry dari luar.

Vanessa dapat menghela napas lega setelah mendengar jawaban ayahnya. Sebelum benar-benar pergi dari kamarnya, ia sempatkan menatap pantulan dirinya di cermin besar yang ada di meja rias.

"Vanessa, kau harus kuat! Harus!" pekiknya bermonolog dan segera melangkah cepat menuju pintu.

Blamm

Pintu dibanting olehnya. Vanessa tak tahu apa yang akan terjadi sebentar lagi. Ia tak pernah tahu bagaimana roda berputar, yang ia tahu hari ini adalah bahagia bersama ayah dan melupakan rasa sedih dalam hatinya.

****

Malam itu, Vanessa merasa menjadi seperti seorang anak di mata sang ayah. Baru saja pasangan ayah dan anak itu keluar dari taman bermain terbesar di Aiden City.

"Terima kasih, Ayah. Aku senang sekali bisa merasakan ini setelah sekian lama. Meski hanya berdua dengan ayah, aku sudah sangat, sangat, sangat bahagia!" ungkap Vanessa dengan wajah berbinar-binar.

Seolah di taman bermain 'Gloria & Funny' itu segala kesedihannya sirna sudah dari hidupnya.

Harry tersenyum puas.

"Aku juga senang karena ayah beberapa hari ini tidak menyentuh minuman keras dan berjudi! Aku senang ayah telah berubah!" pekik Vanessa girang.

"Maafkan ayah, kalau kau ikut ibumu mungkin kau tidak akan merasakan hidup menderita dengan ayah! Kau bisa hidup bahagia dengan ibumu di luar sana!" ucap Harry tiba-tiba.

Wajah pria paruh baya itu mendadak sendu. Amat kentara dan begitu jelas hingga dalam jarak lumayan jauh pun kalian akan segera menangkap jelas ekspresi itu dari wajah Harry.

"Aku sudah menentukan pilihan, aku ingin hidup bersama dengan ayah dan membuatmu bahagia. Asalkan, ayah tidak lagi mabuk-mabukan dan berjudi. Aku tidak mau ayah sakit atau mengalami hal buruk di masa mendatang. Ayah sangat berharga untukku," ungkap Vanessa dari hati. Usai mengatakan hal itu, gadis itu menggelayut manja di lengan sang ayah yang tak lagi sekekar dulu.

Harry terdiam sejenak. Ia bingung bagaimana menanggapi ucapan putrinya saat ini.

"Terima kasih, putri kesayangan ayah!" sahut Harry dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Aku akan selalu menjadi putri kesayangan ayah! Sampai kapan pun!" yakin Vanessa dan diangguki Harry sebagai jawabannya.

****

Dark Angel

Sebuah papan besar yang ditempeli huruf kapital berjejer dengan lampu warna-warni di setiap sisi itu mengundang decak kagum Vanessa.

Sudah lama sekali ia tak pernah menjejakkan kaki di tempat ini. Ia pernah kemari tapi bukan untuk bersenang-senang. Melainkan, mencari Valerie, adiknya yang kabur dan bersembunyi di tempat ini bersama seorang laki-laki.

Ah, bagaimana kabar Valerie?

Apakah ia baik-baik saja?

Vanessa segera mengenyahkan pikiran mengenai adik kandungnya yang lebih memilih hidup bergelimang harta bersama ibunya daripada hidup susah bersama ia dan ayahnya. Sang ibu telah memiliki suami baru, dan setelah diruntut pria itu adalah kekasih gelap ibunya selama ini.

Huh!

Setahun lalu, perusahaan ayahnya mengalami kebangkrutan. Hampir seluruh harta benda telah disita pihak Bank dan hanya meninggalkan bangunan besar yang masih bisa ia huni bersama sang ayah.

Mengingat itu, Vanessa merasa sedih. Secepat kilat ia melupakan kenangan lama yang menyesakkan dada tersebut dari dalam pikirannya.

"Vanessa, apa yang kau pikirkan? Kenapa sejak tadi kau melamun?" tanya Harry perhatian.

Menepis semua tuduhan yang tak salah sama sekali, Vanessa menggelengkan kepalanya dan berkata, "Aku baik-baik saja, Ayah!"

"Baiklah, kau tunggu saja dulu di sini! Teman ayah sebentar lagi akan datang, ayah mau ke toilet sebentar. Tunggu, ya!" ucap Harry sebelum meninggalkan putrinya.

"Baik, Ayah!" sahut Vanessa mantap. Senyumnya begitu meneduhkan mata siapa saja yang menatapnya.

Satu menit.

Tiga menit.

Lima menit.

Sesaat keraguan menelusup ke dalam benak Vanessa. Sang ayah berkata padanya bahwa mereka diundang ke acara ulang tahun kawannya, namun tak satu pun orang datang mendekati mereka berdua sampai Harry ijin ke toilet pun tak ada yang mendatangi table di mana dirinya berada.

"Ayah, kenapa lama sekali? Apakah ayah sedang mengantre di toilet?" gumamnya pelan.

"Ayahmu tidak akan kembali lagi kemari, Nona Cantik!" seru seseorang yang tiba-tiba mendekat. Seorang wanita paruh baya dengan rokok yang masih mengepulkan asap putih terselip di antara jari tengah dan telunjuknya itu tersenyum penuh misteri pada gadis di hadapannya.

"Siapa kau? Apa yang kau lakukan pada ayahku?" tanya Vanessa dengan raut wajah panik. Ia mengedarkan pandangan ke segala arah demi mencari keberadaan sang ayah.

"Kau telah dijual ayahmu sendiri! Dijual padaku, dan aku telah membayarmu kontan!" sahut wanita itu pada Vanessa.

"Tidak mungkin!!"

To be continue…

***