Setelah sampai di hotel tempat mereka menginap pun, entah kenapa rasanya Clarissa masih tidak bisa melupakan ekspresi wajah Arthur yang terlihat sedih tadi. Perasaan bersalah karena berfikir bahwa dirinyalah penyebab Arthur sampai terlihat begitu sedih seperti tadi, terus menghantui Clarissa. Padahal dengan kekuasaan dan kekuatan yang di miliknya itu, seharusnya Arthur tidak memiliki sesuatu yang membuatnya dapat bersedih, hal itulah yang tengah mengganggu pikiran Clarissa sekarang ini. "Cintya .... apa yang kau ketahui soal Tuan Arthur?" Tanya Clarissa tanpa sadar.
Mendengar Clarissa yang bertanya padanya mengenai Arthur, membuat Cintya pun cukup merasa kaget. Karena Cintya sangat mengenal Clarissa dengan baik, bahwa Clarissa bukanlah seorang wanita yang sampai memikirkan orang lain apalagi jika orang tersebut adalah pria. "Saya hanya mengetahui hal-hal dasar soal dirinya. Misalnya nama lengkap, prestasi, sekaligus usia, dan kekayaan yang di milikinya." Jawab Cintya. Meskipun Cintya merasa curiga bahwa sebenarnya Clarissa memiliki perasaan yang mendalam kepada Arthur, Cintya tetap mencoba untuk berfikir positif dan menganggap maksud dari pertanyaan Clarissa barusan hanyalah sekedar pertanyaan biasa saja.
Tentu saja jawaban yang di berikan oleh Cintya barusan, bukanlah jawaban yang sesuai dengan harapan Clarissa. Karena jika hanya mengenai hal-hal mendasar seperti itu, semua orang pun dapat mengetahuinya, sementara apa yang ingin Clarissa ketahui adalah sesuatu yang tidak dapat di ketahui oleh orang lain. "Bukan itu jawaban yang ku harapkan darimu, aku ingin mengetahui hal-hal yang lebih bersifat pribadi tentang dirinya." Ujar Cintya yang lagi-lagi mengatakan sesuatu tanpa sadar. Ia sekarang sedang melamun, sehingga mengatakan apapun tanpa kesadaran yang utuh.
Tampaknya apa yang Cintya pikirkan sebelumnya adalah benar, bahwa Clarissa memang memiliki perasaan kepada Nocton sehingga bertanya mengenai hal seperti itu kepadanya. Tentunya Cintya merasa tidak menyangka, jika bosnya yang selama ini bahkan tidak pernah memikirkan orang lain, kini justru sangat ingin mengetahui sesuatu soal Arthur. "Nona .... apakah Anda mencintai atau memiliki perasaan khusus kepada Tuan Arthur?" Tanya Cintya yang menunjukkan ketidaksenangannya atas hal tersebut.
Begitu mendengar Cintya yang menanyakan hal seperti itu padanya tentu saja langsung membuat Clarissa kaget sehingga berhasil kembali fokus dari lamunannya sebelumnya. "Apa yang kamu katakan barusan? Tentu saja tidak. Kami hanya patner kontrak, aku cukup menghormatinya, dan selamanya pun seperti itu." Dengan mengingat hubungan di antara mereka berdua yang hanya sebatas kontrak saja, tentunya membuat Clarissa pun menentang dengan keras pemikiran Cintya tersebut. Karena setelah beberapa bulan, hubungan mereka berdua akan berakhir, kemudian Clarissa akan kembali menjalani kehidupannya yang damai di paris, tidak ada kemungkinan bagi mereka berdua untuk tetap bersama.
Untung saja, kekhawatiran Cintya tidak benar-benar terjadi. Karena sejujurnya, di dalam hati Cintya semenjak awal terus merasa tidak rela setelah mendengar bahwa pria yang di pilih secara langsung untuk menjadi patner kontrak dari Clarissa, adalah Arthur Edward. Pria yang memiliki sifat dingin, sulit di tebak, dan memiliki banyak sekali skandal yang buruk di luaran sana. Mana mungkin Cintya yang sudah menganggap Clarissa sebagai keluarganya sendiri itu, rela membiarkan satu-satunya orang yang Ia miliki bersama dengan pria seperti itu meskipun hanya dalam beberapa bulan saja. "Syukurlah kalau begitu, Nona. Dari pada membahas hal seperti itu sekarang ... apakah tidak lebih baik jika kita membahas mengenai gaun apa yang besok akan Anda kenakan untuk menghadiri acara?" Tutur Cintya yang mencoba untuk mengalihkan topik pembicaraan mereka sekarang ini, agar Clarissa tidak terus membuatnya merasa muak hanya dengan membicarakan Arthur terus-menerus.
Clarissa merasa bahwa apa yang di katakan oleh Cintya ada benarnya juga, ini waktu yang tepat untuknya memesan gaun kepada salah satu desainer ternama di negara ini. Karena kepulangannya ke tanah kelahirannya ini terlalu mendadak, Clarissa bahkan sampai tidak sempat untuk membawa barang-barang pribadinya seperti gaun, aksesoris, dan juga berbagai macam kebutuhan lainnya. Namun sayangnya, saat hendak memberikan jawaban atas ucapan Cintya barusan, ponsel yang berada di dalam sakunya pun berdering. Clarissa pun dengan cepat merogoh saku bajunya itu untuk mengambil ponsel, namun rupanya setelah di cek, hanya sebuah panggilan dari nomor tidak di kenal yang menelfonnya. Meskipun begitu, Clarissa tetap mengangkat panggilan tersebut karena berfikir mungkin saja panggilan itu penting. "Halo?" Ujar Clarissa begitu mengangkat panggilan tersebut.
Mendengar Clarissa yang langsung menyapanya begitu mengangkat panggilan darinya, membuat Arthur pun merasa gugup. "Ha-halo ... ini aku Arthur, tolong simpan nomorku setelah ini." Jawab Arthur dengan sangat gugup. Karena sejujurnya, Arthur tidak memiliki alasan khusus dengan niatnya menelfon Clarissa seperti sekarang ini, itulah yang membuat Arthur merasa cemas jika Clarissa merasa bahwa panggilan darinya merupakan pengganggu di waktu istirahatnya yang berharga.
Clarissa pun tersenyum, rupanya panggilan yang berasal dari nomor tidak di kenal itu, merupakan panggilan dari Arthur, tampaknya Ia langsung menghubungi nomornya yang tertera di kartu namanya tadi. "Ah .... ternyata kamu, aku pikir siapa. Baiklah, setelah ini aku akan langsung menyimpan nomormu." Jawab Clarissa dengan hangat. Karena ke depannya mereka berdua akan terus bekerja sama sebagai patner, Clarissa merasa bahwa membangun hubungan yang baik dengan Arthur mulai dari sekarang, bukanlah hal yang buruk juga untuk di lakukan.
Tentu saja meskipun Clarissa hanya memberikan jawaban yang sederhana kepadanya, hal itu berhasil membuat Arthur merasa sangat senang. "Baiklah kalau begitu .... terimakasih. Ngomong-ngomong, apa yang sedang kamu lakukan sekarang ini? Ah, apa aku mengganggu waktu istirahatmu?" Tanya Arthur yang merasa tidak enak. Karena bingung dengan hal apa yang harus mereka berdua bicarakan sekarang ini, Arthur pun hanya mengucapkan topik pembicaraan yang kebetulan sedang melintas di dalam kepalanya.
"Tidak, kebetulan aku juga sedang bersantai, kamu sama sekali tidak menggangguku. Aku hanya hendak memesan pakaian untuk ku gunakan besok." Meskipun masih terasa canggung, Clarissa pun dengan nekat mencoba untuk berbicara santai dengan Arthur tanpa menggunakan panggilan yang formal dan baku. Tentunya Clarissa merasa tidak enak, karena hanya Arthur saja yang semenjak tadi terus memanggilnya dengan santai.
Mendengar Clarissa yang rupanya sekarang ini baru hendak memesan pakaian untuk di gunakan dalam acara besok, membuat Arthur pun jadi terpikirkan oleh ide yang cemerlang. Meskipun sebenarnya Arthur memiliki banyak sekali satu set pakaian yang lengkap dengan kemeja dan juga jas yang dapat di kenakan untuk acara besok, Arthur memutuskan untuk mengajak Clarissa pergi ke sebuah butik ternama di negara ini agar bisa memiliki alasan untuk mengajak Clarissa pergi berdua dengannya. "Kebetulan sekali, aku juga belum memesan pakaian untuk besok. Apakah kamu mau pergi ke butik bersamaku?" Tanya Arthur dengan malu-malu.