Seolah merasa tidak paham dengan apa yang baru saja Arthur bicarakan, Clarissa pun menunjukkan ekspresi wajah yang bingung. "Latihan? Apa maksudmu?" Tanyanya.
"Bukankah besok kita harus melakukan adegan sebagai pasangan yang mesra di hadapan banyak orang? Tentu saja kita harus memulainya dari sekarang agar tidak terlalu canggung saat besok melakukannya." Kata Arthur yang berhasil, membuat alasan yang terdengar masuk akal untuk menahan Clarissa sedikit lebih lama lagi di sisinya.
Clarissa merasa apa yang di katakan oleh Arthur barusan, ada benarnya. Karna ia juga sudah cukup lama tidak menjalin hubungan dengan pria sebagai kekasih, mungkin saja nantinya ia akan sedikit kaku saat berakting di depan banyak orang. "Apa yang kamu katakan, ada benarnya juga." Kata Clarissa, yang merasa setuju dengan ucapan Arthur barusan.
Meskipun sebenarnya tubuhnya sudah cukup merasa lelah akibat langsung menemui Arthur begitu sampai di bandara, Clarissa pun berfikir sama dengan Arthur, setidaknya ia juga memerlukan latihan agar tidak terlalu canggung saat berakting di depan banyak orang seperti besok. Clarissa yang semula sudah memakai tas selempangnya itu, kini menaruhnya kembali ke atas sofa.
Clarissa pun meminta Cintya untuk menunggunya di luar sebentar, sementara ia memulai gladi bersih agar dapat berakting dengan sempurna untuk besok. Meskipun awalnya Cintya merasa kesal dan menolak jika harus meninggalkan nona nya sendirian dengan pria yang baru saja ia temui, namun karna itu merupakan perintah dari Clarissa, mau tidak mau, Cintya pun terpaksa harus menurutinya.
Cintya pun pergi ke luar, menunggu Clarissa dari luar ruangan dengan ekspresi wajahnya yang cemberut sekaligus perasaan hatinya yang tidak rela. Melihat Cintya yang akhirnya pergi meninggalkan Clarissa itu, Arthur pun juga meminta Jackson untuk menunggunya di luar, agar tidak menjadi pengganggu di antaranya dan Clarissa. Jackson yang memiliki rasa kepekaan yang tinggi itu, tentu saja dengan senang hati keluar dari dalam ruangan itu dalam perasaan yang girang, sangat berbeda sekali dengan Cintya.
Kini, hanya tinggal Clarissa dan Arthur saja yang berada di dalam ruangan itu. Meskipun ini baru pertama kalinya ia berhadapan berdua saja dengan Arthur, tapi anehnya, Clarissa tidak merasa canggung atau pun berfikir bahwa Arthur berniat buruk padanya sama sekali. "Jadi, apa yang harus kita lakukan sekarang?" Tanya Clarissa.
Meskipun tadinya Arthur sangat percaya diri saat mengatakan hal itu, tapi kini, entah kenapa ia justru ikut merasa bingung dengan hal apa yang harus mereka lakukan. "Apa aku boleh menyentuh tanganmu?" Tanya Arthur yang meminta ijin terlebih dahulu pada Clarissa, untuk dapat menyentuh tubuhnya.
Clarissa pun tersenyum, ia merasa tertegun dengan Arthur yang bahkan sampai meminta ijin hanya untuk menyentuh tangannya. Padahal sewaktu di paris, hal yang lebih dari sekedar sentuhan tangan pun, bahkan di lakukan oleh pria tanpa meminta ijin terlebih dahulu seperti sekarang ini. "Tentu saja." Jawab Clarissa, merasa sikap Arthur padanya kini sangatlah menggemaskan.
Arthur pun dengan gugup, mulai meraih kedua telapak Clarissa begitu Clarissa memberinya ijin untuk menyentuh tangannya. Perasaan aneh seolah menyelimuti seluruh permukaan kulitnya, karna meskipun selama ini Arthur sudah beberapa kali menyentuh tubuh wanita, anehnya, ia tidak pernah sekalipun merasa jantungnya berdegup dengan sangat kencang seperti sekarang ini, saat hanya sedang menyentuh kedua telapak tangan Clarissa.
"Dorong aku menjauh, jika kamu merasa bahwa aku telah melewati batas." Kata Arthur yang secara tidak langsung, meminta ijin pada Clarissa untuk memalukan hal yang lebih, dari sekedar menyentuh kedua telapak tangannya.
Clarissa pun mengangguk, memberikan ijin pada Arthur untuk melakukan hal yang lebih dari sekedar menyentuh kedua telapak tangannya. Melihat Clarissa yang sudah memberinya ijin itu, kini membuat Arthur merasa berani, hanya untuk sekedar memberikan kecupan manis di dahi dan pipi Clarissa yang begitu lembut itu. Arthur pun mendaratkan beberapa kecupan manis dari bibirnya, tepat di bagian dahi dan pipi Clarissa.
Entah kenapa, aroma wangi yang keluar dari tubuh Clarissa, seolah menarik Arthur dan membuatnya tidak bisa berhenti, untuk terus memberikan ciumannya pada seluruh wajah Clarissa. Clarissa yang sudah di buat salah paham dengan maksud dari ucapan Arthur barusan itu, tentu saja merasa kecewa, karna ia sudah terlanjur berharap bahwa Arthur akan melakukan hal yang lebih dari sebatas kecupan di pipi dan dahinya. Wajar saja jika Clarissa sampai berfikiran negatif dan mengarah ke pikiran itu, karna ia sudah cukup lama menghabiskan waktunya selama di paris dengan menganggap, bahwa sebuah ciuman bibir merupakan hal yang wajar, karna itu merupakan sebuah kebiasaan warga di sana.
Meskipun begitu, Clarissa tidak menghentikan Arthur yang dari tadi terus mendaratkan kecupan di wajahnya tanpa henti. Clarissa membiarkan Arthur melakukan hal yang ia mau, karna mulai sekarang, Clarissa pun harus terbiasa untuk menerima perlakuan semacam ini dari Arthur, yang mulai sekarang dan 3 bulan ke depan, akan menjadi patner kontraknya sekaligus suaminya meskipun hanya di atas kertas.
Karna terbuai oleh wangi yang mencuat dari tubuh Clarissa, tanpa sadar, Arthur pun sudah cukup lama hanya terus mengecup kening dan pipi Clarissa. Arthur pun dengan cepat langsung menyudahi tindakannya barusan itu, karna merasa khawatir akan Clarissa yang merasa tidak nyaman dengannya. "Maaf, tanpa sadar aku sudah membuatmu tidak nyaman, ya?" Tanya Arthur merasa takut jika tindakannya barusan ini, sudah membuat Clarissa merasa tidak nyaman.
Bukannya marah ataupun menunjukkan ekspresi wajahnya yang kesal, Clarissa justru tersenyum. "Aku tidak apa-apa lagi pula, aku juga harus mulai terbiasa dengan hal seperti ini, bukan?" Kata Clarissa yang tidak menganggap tindakan Arthur barusan termasuk lancang padanya.
Arthur pun merasa lega, karna Clarissa ternyata tidak menganggap tindakannya barusan termasuk tindakan yang mesum. "Kamu pasti lelah, bukan? Apa mau ku minta pada para pelayan di sini, untuk menyiapkanmu sebuah kamar?" Tanya Arthur yang mencoba untuk mengalihkan topik pembicaraan di antara mereka agar tak lagi merasa canggung.
Clarissa pun merasa berterimakasih dengan tawaran Arthur yang sampai memperhatikan kondisinya saat ini. Namun sayangnya, Clarissa tidak bisa jika harus menginap di kediaman Arthur secara mendadak seperti ini. "Aku sangat berterimakasih atas tawaran yang kamu berikan. Tapi sayangnya, aku harus pulang malam ini juga." Kata Clarissa yang kembali memakai tas selempangnya.
Mendengar Clarissa yang menyebutkan kata malam dalam ucapannya barusan, secara reflek, langsung membuat kepala Arthur seolah bergerak sendiri kemudian menatap jam dinding yang terus berjalan. Tak terasa, ternyata sudah cukup lama Clarissa berada di kediamannya. Arthur pun merasa bersalah, karna tanpa sadar, ia sudah terlalu lama menahan Clarissa untuk tetap berada di sini hanya karna keegoisannya semata.