"Teruslah berusaha mencekikku kalau, kamu bisa," ejek Aini. "Oh iya, kamu sudah mati, harusnya kamu relakan kekasihmu hidup dengan tenang." Gadis yang tak kalah cantik, dibandingkan semasa Kirana hidup itu meninggalkan makhluk gaib tersebut.
Aini masuk ke rumah lewat pintu samping jika ada tamu asing yang datang, Mbah Suki tidak memperbolehkan anaknya terlihat oleh calon atau pelanggan yang sudah biasa datang ke tempat ini. Jacob hanya beruntung saja karena kebetulan sang gadis berada di pohon mangga, dia bisa melihat berlian yang disimpan oleh dukun sakti ini. Aini.
"Besok adalah hari ke-17 setelah kematian Nona Kirana. Kau tahu, setelah hari itu dia akan berubah." Mbah Suki menjelaskan.
"Kirana pernah bilang kalau setelah hari ke tujuh belas, dia akan terbebas dari kungkungan Mbah Karmo," terang Jacob menyela.
"Bukan, bukan itu yang mau aku bahas. Awalnya setelah hari pembebasan jiwa Nona Kirana, semua akan baik-baik saja, tapi sudah kalian rusak!" ucap Mbah Suki, sambil meremas sarung keris. "Kau dan dia berhubungan. Aku sudah melarang, tapi mengapa kau langgar, hah?!" Mbah Suki murka, dia tak hentinya mendengkus kesal.
Jacob hanya menunduk, wajahnya memerah karena merasa malu. Apalagi Aini tiba-tiba datang dengan menyuguhkan dua cangkir teh panas.
Mbah Suki mendelik, "Kenapa kau keluar putriku? Masuk sana!"
Aini tersenyum pada sang ayah, lalu melirik sekilas pada Jacob yang masih tertunduk.
"Iblis itu mengandung," ujar Aini.
Jacob terkesiap, dia tak menyangka kalau arwah sang kekasih bisa mengandung. Benar-benar membuat lelaki bermata cokelat itu kebingungan.
"Masuk, Aini!" bentak Mbah Suki.
Aini kembali tersenyum, kemudian melipat bibirnya membentuk sebuah kerucut. Lalu, dia menggerakkan kedua bahunya. Dan berlalu dari hadapan lelaki yang mampu menerobos relung hati terdalam.
"Apakah yang dikatakan putri, Mbah, itu benar?" tanya Jacob, wajahnya memucat.
"Ya, inilah yang bakalan kita bahas. Ternyata aku salah karena telah memberikan kekuatan untuk bisa berkomunikasi dan bersetuhan dengan kau. Iya ... ya aku benar-benar menyesal." Di sela kemarahan, wajah pria paruh baya itu tampak cemas.
"Apa yang akan terjadi jika ...."
"Benih manusia yang tertanam di rahim iblis, itu akan menjadi sebuah kekuatan terbesar. Bisa saja membuat dunia ini hancur! Asalkan kau tahu, perkembangannya tidak sama dengan manusia biasa, ia akan cepat membesar dan lahir. Astaga!"
"Tapi, Mbah, Kirana bukan iblis," ujar Jacob tak terima.
"Tutup mulut kau anak muda! Sudah kukatakan dia menjadi iblis karena kau gauli," cecar Mbah Suki lantang, membuat Jacob kehilangan kata-kata.
Suasana menjadi hening di ruangan berukuran tiga kali empat itu. Sementara di kamar, Aini terus menajamkan pendengarannya. Dan di luar, iblis betina mencoba menerobos pagar gaib, pelindung rumah Mbah Suki.
"Jadi, apa yang harus aku lakukan, Mbah?"
"Kau harus meminum ramuan ini," jawab Mbah Suki, sejenak dia terdiam dan ragu-ragu. "Ajak iblis itu bercinta lagi."
"Oh, cuma itu. Gampang, Mbah, gampang."
"Iya, sangat gampang, karena kau adalah laki-laki yang tak tahu malu. Iblis pun kau tiduri," ujar Mbah Suki dengan nada mengejek.
Setelah menerima sebotol ramuan dari Mbah Suki, Jacob pun langsung pulang ke rumahnya. Ramuan tersebut berwarna ungu yang mampu menghancurkan benih-benih di dalam rahim Kirana. Walau Kirana sudah berubah dan bisa mendengarkan pembicaraan manusia, tetapi ia tak bisa mendengarkan pembahasan antara Jacob dan Mbah Suki karena telinganya dibuat budek oleh dukun sakti itu. Jadi, Jacob bisa menjalankan rencana dengan lancar.
"Aku harus melakukan itu tujuh kali, sampai jam tiga pagi? Ah, aku butuh tenaga banyak," gumam Jacob.
Di perjalanan Jacob berhenti di warung jamu, niatnya mau membeli beberapa bungkus obat kuat, tetapi terdengar sebuah bisikan ....
"Untuk apa kau beli itu? Minum saja ramuan itu, nanti tenaga kau bisa untuk menggauli orang sekampung. Huahahaha." Suara Mbah Suki menghilang, seiring tawa yang masih bernada ejekan untuk lelaki yang berdiri mematung di depan warung jamu.
"Sialan!" Jacob mendengkus kesal.
"Jamu, Mas?" tawar seorang wanita berpakaian seksi.
"Maaf, tidak jadi, Mbak." Jacob membalikkan badan hendak kembali ke mobil.
"Kami lagi promosi, Mas. Jadi gratis kali ini," ucap wanita itu dengan suara centilnya.
Jacob mengabaikan wanita itu, lalu masuk ke dalam mobil. Di saat dia menginjak pedal gas, wanita yang menawari jamu tadi, tiba-tiba tersungkur sendiri. Berkali-kali membenturkan kepalanya ke tanah. Jacob mengernyitkan dahi, mengira orang itu sudah gila. Dia tak tahu saja, kejadian tersebut adalah ulah Kirana.
Sesampai di rumah, Jacob masuk ke dalam kamar. Sebelumnya dia berpesan pada Bi Juni agar tidak diganggu dan jangan menerima tamu siapa saja. Jacob tersenyum membayangkan apa yang akan dilakukan nanti malam. Kemudian dia masuk ke dalam bathup, beredam dengan menambahkan cairan pewangi.
***
Tik!
Jarum jam menunjukkan tepat di angka dua belas. Setelah meminum ramuan ungu, Jacob membaca mantra pemanggil. Tak lama, bau bunga melati menguar di kamar.
"Tumben memanggilku dengan mantra." Kirana tiba-tiba sudah berbaring di samping Jacob.
"Enggak apa-apa, Sayang. Aku kangen. Besok udah hari ke tujuh belas, kan?"
"Huum." Kirana mengangguk.
"Boleh?" tanya Jacob, mendekatkan wajahnya pada Kirana.
Kirana kembali mengangguk, bola matanya berubah agak kemerahan. Itu tandanya Kirana— si iblis betina— mulai bergairah. Jacob tak menyia-nyiakan kesempatan, dia langsung menyerang sang kekasih dengan segala jurusnya. Berkali-kali, sampai peluh bercucuran dari tubuh lelaki itu yang bertindak melebihi seekor kuda.
"Lagi?" tawar Kirana. Jacob menggeleng, lalu menghempaskan tubuhnya di samping sang kekasih.
Jam tiga dini hari, iblis betina pun mulai menggelinjang. Ia menghempas ke sana-kemari, sambil meletakkan tangannya di perut. Jacob yang tadi sempat terlelap, dia kaget mendapati kekasihnya meraung.
Krak! Krak! Krak!
Kirana mengangkang, ada sesuatu yang merangkak dari jalan lahirnya bayi.
Jacob bergidik, matanya melotot ketika ada sesosok makhluk melompat tepat di hadapannya. Lalu, makhluk yang ternyata adalah hasil dari buah cintanya, terbakar sampai menjadi abu. Dan beterbangan di langit-langit kamar.
"Sayang, kamu membunuh anak kita! Aku kecewa." Cairan kental berwarna kuning meleleh dari mata Kirana. Lalu, kepanya berputar-putar.
"Jangan begitu!" teriak Jacob.
"Kamu jijik, ya? Katakan!"
"Ti-tidak, Sayang," ucap Jacob gugup.
"Kalau kamu cinta padaku dan kamu tidak jijik, mari mendekat." Kirana tersenyum, sedangkan cairan di matanya tak berhenti mengalir. Bau bangkai.
Jacob terpaksa mengikuti perintah Kirana. Dia mendekat, kemudian si iblis memeluk tubuh lelaki itu. Benar-benar terjebak dalam situasi yang buruk, tak bisa dihindari, Jacob hanya bersabar menunggu dilepaskan.
"Jangan begini, dong, Yang." Jacob mulai merasa mual.
"Sebentar lagi, aku masih rindu. Aku takut, ketika pagi datang di hari ke-17 ini, aku tak bisa lagi mengingatmu."
Suara isakan Kirana membuat Jacob ikut merasakan kesedihan. Dia merasa akan terjadi sesuatu hal diluar prediksi Mbah Suki.
"Titip Papi. Jaga dia dan sayangi seperti orang tuamu sendiri." Kirana mengendorkan pelukannya.
Bau bangkai kini berganti menjadi wangi. Belatung yang tadi hilir mudik di tengkuk Kirana, berubah menjadi susunan kalung yang berkilauan dan bola mata Kirana berubah menjadi biru.
"Suatu saat jika kita bertemu kembali, jangan mendekat. Aku takut akan melukaimu, Sayang," bisik Kirana, kemudian ia menghilang seiring kicauan burung terdengar dari kejauhan.
Bersambung ....