"Jacob ...." Terdengar suara seseorang begitu merdu.
Jacob tetap tenang karena dia merasa yang memanggil adalah Kirana. Gegas mengumpulkan perkakas, lalu memasukkan ke dalam bagasi mobil.
"Jacob, sudah cukup, kembalilah kejalan yang benar." Suara itu terdengar lagi, tetapi ia tak menunjukkan wujud.
"Sayang, aku mau pulang dulu, badan terasa remuk. Ingin tidur," ucap Jacob sembari menguap beberapa kali.
Jacob masuk ke mobil, lalu melaju dengan kecepatan sedang. Di perjalanan dia berhenti, mengambil sebotol air mineral, mencuci tangan dan wajahnya. Kemudian, Jacob melanjutkan perjalan menuju rumah. Dia tidak begitu mengetahui apakah yang memanggil adalah Kirana atau suara makhluk gaib lainnya. Karena suara tadi sangat berbeda dengan suara Kirana.
Sesampainya di rumah, Jacob langsung mandi, setelah selesai dia memakai piama berwarna hitam dan berbaring di ranjang. Tak lama, akhirnya Jacob tertidur dengan nyenyak. Ada sesuatu yang ingin menyentuh lelaki itu, tetapi tidak bisa. Sosok tembus pandang itu hanya mampu tersenyum di keremangan cahaya kamar.
"Tidurlah, Tuan tampan," ucapnya. Lantas pergi menjauhi kamar Jacob.
Lolongan anj*ng memecah kesunyian. Seketika hewan piaraan milik tetangga Jacob berhenti berbunyi, mata ia tertuju pada dua sosok makhluk. Yang di depan berenergi positif dan satunya lagi negativ. Lucunya, mereka sedang memperebutkan seorang pria. Mereka bertengkar. Andai saja anj*ng itu bisa bicara, tentu ia akan mengejek dua makhluk yang masih ciptaan-Nya.
"Aku sudah memperingati kau anak dukun! Tapi kenapa kau nekat mendekati kekasihku!?" Si iblis Kirana murka.
"Sudahlah, iklasin saja dia untuk manusia. Kau tenang saja, aku akan menjaga si tuan tampan itu," ucap Aini santai.
"Ternyata kau adalah manusia yang tak tahu malu, ya. Rela mempelajari ajian busuk itu hanya untuk bisa mengikuti kekasihku," ejek si iblis.
"Kau lebih tidak tau malu, sudah mati masih saja mengharapkan orang hidup. Eh, sebentar. Kau itu bukan Kirana, tapi iblis gatal yang menyerupai Kirana. Aku tahu itu karena jiwa kekasih Jacob sebenarnya belum benar-benar terbebas."
"Kau jangan mengarang manusia gatal!" bentak si iblis. Ia murka, lalu merubah wujud seperti seekor srigala, tetapi bertanduk. Dari moncongnya keluar cairan teramat busuk.
Aini memasang kuda-kuda, gegas membaca mantra. Di saat si iblis bersiap-siap menyerang, datang Mbah Suki menghadang.
"Aini, pulang!" bentak sang ayah.
Aini yang ketahuan langsung kabur dari tempat tersebut. Dia cemas karena ayahnya tidak pernah mengizinkan mempelajari ajian pelepas sukma.
Mbah Suki dan si iblis akhirnya bertarung. Pria paruh baya itu mengerahkan semua kekuatan karena dia sudah muak dengan permainan itu. Namun, sebelum makhluk gaib itu terkena ajian pemusnah, ia langsung menghilang.
***
"Aini! Ayah sudah mengatakan, jangan seenaknya saja. Mempelajari ilmu yang belum tentu bisa kamu kuasai sepenuhnya." Mbah Suki menghempas napas kasar. "Jadilah gadis yang normal, kamu kira memiliki ilmu itu akan bisa membuatmu aman?"
"Tapi, aku ...."
"Lupakan pria kaya itu. Ayah tau kalau kamu berbuat nekat seperti ini karena dia," ucap Mbah Suki memotong alasan yang mau diutarakan putrinya.
"Iya, salahkah?" tanya Aini dengan suara mulai berat.
"Tak ada salahnya mencintai seseorang. Tapi pilihlah orang baik-baik, jangan dia. Apalagi Jacob akan mewarisi seluruh kekayaan Kim-tan karena hanya dia yang dipercayai oleh pria lalim itu," terang Mbah Suki, tetapi matanya tampak berkaca-kaca.
"Ayah kenal Tuan Kim-tan?" tanya Aini penasaran.
"Iya. Pria itu yang telah membunuh ibumu." Ucapan Mbah Suki tercekat. Bayangan wajah istrinya saat mengembuskan napas terakhir kembali mencuat.
Aini kaget, tak menyangka kalau ada rahasia besar yang baru diketahuinya. Dulu saat perusahaan raksasa itu membeli tanah di sekitar wilayah ini dengan paksa, ibu Aini mencoba menghalangi. Mendebat para penguasa, menggunakan kecerdasannya. Nahas, istri Mbah Suki tertabrak mobil saat dia hendak menyeberang jalan. Dan Mbah Suki berasumsi kalau itu sudah direncanakan oleh Kim-tan.
"Tapi, belum tentu Tuan Kim-tan yang melakukan itu semua. Aku akan mencari bukti, Yah," ujar Aini. Dia mendekat, lalu memeluk sang ayah.
"Kamu jangan buta, Aini. Semuanya sudah jelas, ikuti saja permintaan ayahmu ini. Jauhi Jacob. Karena selain itu, dia juga pria gila yang dengan santainya bersetubuh dengan arwah sesat."
"Stop, Ayah. Aku sudah tahu semuanya. Aku pernah mendengar Ayah berbicara dengan Paman Aron. Ya, itu bukan Kirana, melainkan iblis atau siluman apa itu. Aku tak tahu," sanggah Aini. "Ayah, kok, tega membohongi Jacob?"
"Itu sudah tugas kami, membantu orang yang ingin membalas dendam. Impas, kan? Sekarang para pembunuh Nona Kirana sudah tewas semuanya. Dan, arwah putri Kim-tan sudah aku kembalikan pada Jacob."
"Maksudnya?" tanya Aini semakin tak mengerti.
"Kendi tembaga tempat mengamankan jiwa yang tersesat, sudah ayah berikan pada Jacob. Ayah sedang berusaha menyempurnakan ingatan Kirana, agar ia bisa pergi dengan tenang. Jika berkeliaran diluar, maka ia tidak akan aman. Mungkin benar-benar akan menjadi seperti iblis yang tengah mencintai Jacob."
Aini benar-benar terperangah mendengarkan penuturan sang ayah. Dalam hati dia berjanji, akan melindungi cinta pertamnya.
"Ayah, aku minta perlindungan dari iblis betina itu. Izinkan aku untuk menjaga Jacob. Aku relah mati demi dia," pinta Aini sungguh-sungguh.
Mbah Suki kini tak bisa lagi menolak keinginan anaknya. Jika tetap dihalangi, Aini akan menyelakai dirinya sendiri. Sewaktu putrinya mencoba menyerahkan diri pada penguasa alam lelembut, itu disebabkan oleh sang ayah melarang Aini untuk ikut liburan ke pantai yang diadakan sekolah. Kedua kalinya Mbah Suki melarang Aini menghadiri pesta ulang tahun sahabat karibnya, Aini malah memanjat ke atas pohon durian, lalu melompat.
"Ayah hanya ingin kau tetap hidup dengan damai, Nak," ucap Mbah Suki, kemudian mengecup puncak kepala Aini. "Tidurlah, sebentar lagi matahari akan muncul."
***
Kicauan burung mulai terdengar, cahaya mentari menelusup melewati celah jendela. Suara dengkuran gadis cantik saling berbacu dengan bunyi alarm.
"Astaga! Mati aku!" Aini gegas masuk ke kamar mandi. Cuma cuci muka dan gosok gigi.
Melihat anaknya tergesa-gesa, Mbah Suki pun menatap heran. Tak biasanya Aini bangun sepagi ini.
"Mimpi, ya?" tanya Mbah Suki sembari memegang lengan Aini.
"Aduh, Ayah. Aku lagi buru-buru, nih. Berangkat dulu, ya, Ayah," ucap Aini setelah selesai memasang tali sepatunya.
"Mau kemana?" tanya Mbah Suki.
"Kerja, Ayah. Bye, love you!" teriak Aini sebelum menaiki angkot.
Di kantor pusat Corner Crop, semua karyawan sudah tampak duduk di tempat masing-masing, termasuk Jacob. Dia celingak celinguk menanti seseorang. Siapa lagi kalau bukan OB baru itu. Jacob yang biasa minum kopi, tak didapatinya cangkir berisi di meja.
"Dasar gadis ceroboh, di hari pertama kerjanya sudah terlambat begini," gumam Jacob. "Angga! Anggaaa!"
"I-ya, Pak. Ada apa?" tanya Angga ketakutan, setelah dia melihat mimik wajah atasannya.
"Kopiku mana? Itu si Aini jadi kerja nggak? Membuang-buang waktu saja ...."
"Maaf, Pak. Aku telat. Tadi terjebak kemacetan panjang," ucap Aini.
"Makanya bangun pagi-pagi!" Jacob mengabaikan perasaan gadis itu. Dia tak tahu kalau Aini telah menjaganya sampai tertidur.
Aini mengusap air yang meleleh di pipinya. Tak biasanya dia tersinggung seperti itu. Akibat kurang tidur dan datang bulan, Jacob sukses membuatnya menangis.
Angga yang sedang berdiri di samping Aini, menyadari kalau gadis itu sedang menangis. Lalu, Angga memberi kode pada Jacob. Awalnya Jacob tidak paham, tetapi setelah mendengar hidung Aini berair, barulah dia tahu.
Bersambung ....