Aini membuka matanya, setelah lebih kurang tiga jam berlalu. Ruangan bercat putih serta bau obat-obatan tercium. Di sudut ranjang ada satu tempat duduk yang sedang ditempati oleh seseorang. Aini mengucek matanya, lalu memerhatikan lagi. Ternyata Jacob. Pria itu tertidur dengan nyenyak. Wajahnya tampak begitu semakin menawan dan terlihat polos.
Tak lama, gagang pintu terdengar berdetak. Lalu, muncullah Mbah Suki. Pria paruh baya itu berjalan buru-buru, di wajahnya tampak guratan kekhawatiran.
"Aini ... Aini, kamu kenapa, Nak? Kamu sakit apa?" Suara Mbak Suki membuat Jacob terbangun. "Kamu apakan anakku, anak muda?" sambungnya, melirik ke arah Jacob.
"Sore, Mbah," ucap Jacob sembari mengulurkan tangan.
"Humh." Mbah Suki menjabat tangan Jacob, tetapi matanya menyipit saat menatap lelaki yang sedang berdiri di depannya.
"Jangan salah paham, Mbah. Nona Aini cuma sakit maag, tadi dia pinsan dan aku bawa ke sini," terang Jacob.
"Iya, teri maksih. Tapi sakit maag itu bukan sakit sembaranga, malah dikata 'cuma'," gerutu Mbah Suki.
Aini melihat kedua pria yang dicintainya itu seperti teman sebaya yang sedang mendebatkan sesuatu, diam-diam dia tersenyum dan membatin.
"Andai saja mereka adalah mertua dan menantu."
Pukul sembilan malam, dokter datang dan mengabarkan kalau Aini sudah boleh dibawa pulang. Jacob yang masih menunggu di sana, dia menawarkan diri untuk mengantar ke rumah. Awalnya Mbah Suki menolak dengan alasan tak mau merepotkan, tetapi putrinya bersikukuh agar menerima tawaran dari sang pujaan hati. Berat hati, akhirnya pria paruh baya itu mengikuti keinginan Aini. Dia paham sekali, dalam hati anaknya ingin selalu berdekatan dengan Jacob.
Perhatian yang diberikan Jacob saat ini semakin membuat Aini tergila-gila. Akan tetapi, Jacob hanya ingin menunjukkan kepedulian terhadap karyawannya, tidak lebih.
Di perjalanan, Aini tak berhenti menatap lelaki yang duduk di sampingnya. Begitu juga dengan Mbah Suki, dia mendongkol ketika melihat anaknya bersikap begitu, tetapi Jacob cuek bebek, fokus pada jalan.
Lima belas menit kemudian, mobil sedan berwarna putih memasuki halaman rumah sederhana itu. Aini berharap akan dibukakan pintu, lalu dipapah pujaan hati, ternyata bergeming di belakang kemudi mobil.
"Udah sampai. Turun Aini," ucap Mbah Suki melongok di kaca mobil samping.
Namun, Aini tetap diam. Dia kembali melirik Jacob yang masih sibuk mengutak-atik ponsel.
"Terima kasih, Pak," ucap Aini. Dia akhirnya menyerah pada harapan yang tak terkabulkan. Sungguh memalukan.
Setelah Aini turun, tanpa basa basi lagi, Jacob langsung memutar mobil lalu pergi. Sementara di atas pohon mangga sesosok makhluk tersenyum sinis, ia merasa bahagia melihat wajah Aini yang tampak kecewa. Mbah Suki menyadari ada sesuatu selain mereka, pria paruh baya itu menjentikkan jari. Lalu, cahaya bulat kecil berwarna hitam melesat ke arah pohon.
Buuugh!
Makhluk itu terjengkang, ia segera menghilang karena tak ingin menerima serangan lagi.
***
Juni 2020, Kim-tan memutuskan pulang ke Indonesia. Setelah melihat video terakhir yang dikirim oleh Jacob, pemilik perusahaan raksasa itu memantapkan hatinya untuk melimpahkan segala harta kekayaan pada calon menantu yang tak jadi. Dia sadar, semua yang terjadi akibat ulahnya sendiri.
"Jacob, aku akan resmi menjadikan kamu sebagai anakku, walaupun Kirana tak akan pernah tergantikan," gumam Kim-tan dengan bercucuran air mata.
Andreas—pengawal pribadi Kim-tan—datang mengampiri.
"Pesawat sudah siap, Tuan," lapornya. Kim-tan hanya mengangguk, lalu berjalan menuju pintu utama, diiringi orang kepercayaannya yang telah bertahun-tahun mengurus keluarga Tan.
Lebih kurang satu setengah jam, pesawat pun mendarat di bandara. Di sana terlihat beberapa orang pengawal menanti, serta Jacob yang sudah mempersiapkan diri untuk mendengarkan sumpah serapah pria paruh baya itu.
Jacob menghela napas berat ketika Kim-tan mulai mendekat. Akan tetapi, dugaan Jacob meleset. Ternyata Kim-tan malah memeluknya. Mata pria paruh baya itu memerah, tetapi segera dia menyuguhkan senyuman agar air matanya tak begitu tampak.
"Selamat datang, Pi," sambut Jacob ketika melepaskan dekapan. Kim-tan mengangguk-angguk, lalu meraih lengan lelaki yang bakalan jadi anak angkatnya itu, menuju mobil yang sudah menunggu.
***
Senin pagi, Kim-tan datang ke kantor untuk mengadakan pers conference. Wartawan beserta sutradara dan kru TV swasta juga mengikuti acara tersebut. Suaranya makin lama makin berat ketika membicarakan tentang kematian Kirana. Polisi yang juga hadir di sana, mereka langsung fokus melihat ke arah pemilik Corner Crop. Kim-tan langsung menyadari, dia tak boleh gegabah menyampaikan hal seserius ini.
"Anak saya, Kirana, dia ternyata meninggal akibat binatang buas. Orang-orang saya menemukan beberapa potongan baju dan sisa rambutnya, setelah tes DNA, itu benar putri saya," terang Kim-tan berbohong, tetapi air matanya mulai mengalir.
Orang-orang yang berada di dalam gedung juga ikut terharu melihat Kim-tan. Pria terkaya yang terkenal angkuh, kini tampak tak berdaya. Hatinya benar-benar hancur.
Di dekat pintu masuk, Aini berdiri. Walau ayahnya pernah menceritakan bagaimana seorang Kim-tan menindas rakyat kecil, tetapi gadis cantik itu turut menangis. Dia merasakan kesedihan yang dialami pria paruh baya itu. Bagaimanapun kejamnya Kim-tan, tetapi dia tetaplah seorang ayah yang sedang berduka.
"Aku tahu, Anda berbohong hanya untuk melindungi pujaan hatiku," ucap Aini pelan.
Untuk sesi kedua, Kim-tan mengumumkan pewaris tunggal Corner Corp. Ya, semua orang sudah tahu kalau keluarga Kim-tan yang tersisa waktu itu hanyalah Kirana. Istri, ibu-ayah, dan adiknya, meninggal saat tenggelamnya kapal pesiar milik pribadi—saat mengadakan pesta ulang tahun istrinya.
***
"Papi pulang dulu. Jangan lupa, bawa barang-barangmu yang diperlukan untuk pindah ke rumah kita," pinta Kim-tan pada Jacob.
Jacob mencoba tersenyum di saat gugup mendera. Pikirannya tak menentu, merasa aneh saja dengan hal-hal yang terjadi belakangan ini.
Ketika Kim-tan berjalan ke pintu, tiba-tiba kakinya kram. Aini yang lebih dekat dari pengawal, dengan sigap dia berlari dan menopang badan pria paruh baya itu agar tidak langsung ambruk ke lantai.
"Astaga!" Jacob dan orang-orang yang masih berada di ruangan itu juga berduyun-duyun menghampiri.
Kim-tan tersenyum. Lalu berkata, "Terima kasih gadis kecil." Sambil menepuk bahu Aini dengan pelan.
Aini mengangguk dan membalas senyuman.
"Wah, dia hebat."
"Dia kuat sekali, padahal badannya mungil."
"Berasa nonton film pendekar."
Begitulah kata orang-orang memuji Aini. Hanya Jacob terlihat biasa saja karena dia tahu kalau gadis yang tak berhenti menatapnya itu, adalah seorang gadis slengean, mirip preman pasar. Namun, dalam hati Jacob, dia tetap mengakui kehebatan gadis itu.
Bersambung ....