Chereads / K I R A N A / Chapter 5 - Revenge part-1

Chapter 5 - Revenge part-1

Jika dengan membalas dendam, manusia lainnya bisa tenang. Mungkin populasi di dunia akan berangsur punah. Tak ada yang tak memiliki dendam, hanya saja terkadang orang lebih banyak memendam dan berusaha sabar menunggu pengadilan yang sesungguhnya. Jika dendam tentang sebuah nyawa harus dibayar nyawa, apa gunanya surga? Neraka pasti akan penuh dengan para pembenci, pendendam, dan lain-lain sebagainya.

Bersabar adalah jalan terbaik. Itu bagi orang-orang yang berpikir, bagi orang-orang yang tahu kalau Tuhan itu ada.

***

Lilitan selendang yang sempat membungkus Kirana, terlepas. Pertarungan sengit kembali mewarnai hutan itu. Angin kencang tiba-tiba menderu, Jacob terpaksa berpegangan pada pohon yang berada di dekatnya. Akan tetapi, pepohonan itu pun aneh, mereka hidup. Ada sepasang mata mengerikan, melotot dan mengeluarkan cairan berwarna merah, serta bau busuk menyengat.

Jacob melepaskan diri sebelum pohon itu menelannya hidup-hidup. Karena di sana juga terdapat seperti mulut yang menganga dan berukuran lebih besar dari pohon tersebut.

"Ayo, Sayang. Sekarang!" teriak Kirana ketika dia berhasil mengunci siluman buaya.

Jacob gegas menghampiri pondok, walau sesekali badannya terhempas akibat menahan angin yang dia rasa tak wajar. Sementara, siluman buaya itu kembali terlepas dan ia menyerang Jacob.

"Agh!" Tubuh Jacob menghantap tunggul kayu.

Di saat siluman buaya hendak kembali menyerang, di saat itulah Kirana mengambil kesempatan. Dia melompat ke atas pundak siluman buaya, lalu mempelintir leher siluman itu sampai putus.

Bunyi mengerikan menggema di sekitar hutan, sehingga mengundang petir tiba-tiba. Hujan pun kemudian turun sangat lebat. Air di kolam sebelah kanan menjadi penuh. Dan ....

Duaaar! Duaaar!

Kolam itu meledak saat Kirana membuang kepala siluman buaya, sedangkan tubuhnya dibenamkan ke dalam tanah dengan sekali hentakan kaki. Untuk saat itu, riwayat piaran Mbah Karmo tamat. Tidak tahu apa yang akan terjadi setelah beberapa bulan kemudian atau bertahun-tahun kemudian. Karena siluman tersebut berasal dari golongan jin.

Wujud Kirana kembali berubah menjadi cantik. Ia mendekati Jacob, lalu mengulurkan tangan. Senyum semringah terlihat dari bibir pucatnya.

"Ayo, Sayang. Kita selesaikan tugas berikutnya." Jacob hanya mengangguk karena dia masih terbayang hal yang menakutkan tadi. "Setelah ini, kamu akan terbiasa," ucap Kirana menambahkan.

Setiba di dalam pondok Mbah Karmo. Kirana langsung mendekat dan bergelantungan pada tubuh pria tua itu. Jacob mengeluarkan belati yang sudah dimantrai oleh Mbah Suki dari balik jaketnya.

"Kembalikan ingatanku!" tegas Kirana. Akan tetapi, Mbah Karmo tak jua membuka matanya.

Konon kata tetua zaman dahulu, ingatan orang yang telah mati dan arwahnya bergentayangan, ia hanya akan mengingat beberapa saja, selebihnya hanya samar seperti sebuah klise yang kusut di kamera usang.

Tangan Jacob mulai gemetaran, amarahnya kembali memuncak. Dia baru sadar sekarang, pria tua inilah yang beberapa minggu lalu meneror dirinya. Bentuk rambut, postur tubuh, dan bekas luka di pelipisnya. Iya, dia yang berdiri di dekat rambu-rambu lalu lintas. Kesadaran yang tak mungkin dimiliki oleh orang biasa. Ingatan itu tak lain adalah hasil dari mata batin Jacob yang mulai terbuka perlahan. Itu tak lain disebabkan oleh bantuan beberapa dukun saktik yang disewa.

"Jangan membuang-buang waktu. Cepat tusukkan belati itu!" perintah Ki Aron berbisik di telinga Jacob.

"Tapi Ki ...."

"Lakukan saja, nanti dia akan membuka mulut dengan sendirinya," bisik Ki Aron lagi.

Jacob mengangguk, lalu menusukkan belati itu tepat di jantung Mbah Karmo. Tak ada perlawanan, hanya suara erangan yang mememuhi tiap sudut ruangan. Bau amis darah yang mulai mengalir, menguar.

"Katakan, siapa orang-orang yang berada di sampingmu?!" Jacob membentak sambil terus memutar-mutar belati itu. Seperti orang kerasukan, sifatnya yang selama ini tak lagi melekat pada diri pria tampan itu. Dalam benak dan hatinya hanya ada dendam dan membalaskan kematian sang kekasih.

"E-Erlangga ...," ucap Mbah Karmo dengan suara parau. Kemudian jasadnya berubah menjadi abu dan berterbangan di udara.

Kening Jacob mengkerut, mencoba mengingat nama itu. Akan tetapi, dia tidak mengenali dan tak tahu siapa pria itu. Pria yang telah tega berbuat keji pada Kirana.

"Siapakah dia?" tanya Jacob menatap Kirana, berharap sang kekasih mengetahuinya.

Kirana menggeleng, "Aku belum ingat. Mari kita kembali, sebentar lagi malam akan tiba."

Sepasang kekasih beda alam itu beranjak dari sana. Sekali hentakan kaki, pondok itu pun terbakar. Sebenarnya arwah Kirana tidak mempunyai kekuatan seperti itu, jika bukan Mbah Suki dan Ki Aron yang memberi kekuatan.

Jacob menutup matanya setelah menerima aba-aba dari Kirana. Hanya beberapa detik berlalu, mereka sudah berada di rumah Jacob.

"Kami berhasil, Mbah. Tapi aku belum tahu siapa orang yang bernama Erlangga," ungkap Jacob. "Apakah ilmu Mbah tidak bisa digunakan untuk mencari manusia busuk itu?" tanyanya menambahkan.

"Berusahalah anak muda, karena itu adalah sebuah tantangan yang harus kau pecahkan sendiri. Tunjukkan pengorbanan lebih agar Nona Kirana bisa pergi dengan tenang." Ki Aron tersenyum.

"Ck! Percuma aja dibayar mahal-mahal," ucap Jacob kesal.

***

Malam telah menyelimuti tanah air, pikiran Jacob menerawang, hati dan otaknya mulai berdiskusi. Jika ditanyakan pada Kim-tan saat ini, tentu papi Kirana akan mengorek segala hal. Dia mulai resah, berbagai posisi tidur dilakoni, mereng ke kiri dan kanan, tetapi belum juga menemukan kata-kata yang tepat untuk disampaikan.

"Ke mana saja aku selama ini, sehingga seseorang yang bernama Erlangga tidak kukenali," gumam Jacob sembari memukul-mukul kepalanya. Merasa bodoh tak berguna. Padahal dia sudah lama bekerja di perusahaan milik Kim Tan.

Di saat berada dalam kebingungan, wangi bunga melati menguar di tiap sudut ruang kamar. Jacob langsung bangkit dari tempat tidurnya. Lalu, mencari-cari sesuatu.

"Sayang?" Jacob mengedar pandangannya.

Di sudut kamar dekat guci berwarna cokelat keemasan, Kirana berdiri dengan anggun. Tidak, dia bukan berdiri melainkan mengambang. Kirana tersenyum, matanya menatap sayu ke arah Jacob.

"Apa kamu rindu, Sayang?" Kirana pun mendekati Jacob.

"Bisakah?" tanya Jacob membalas tatapan Kirana. Setelah arwah itu benar-benar menampakkan wujud.

Kirana mengangguk. Lalu semakin mendekati Jacob dan membaringkan tubuhnya si ranjang. Tatapan Jacob semakin sayu ketika sosok yang berbaring di sampingnya tampak sangat menggiurkan. Beberapa kali pria itu menjilat sudut bibir dan menelan air ludahnya sendiri. Sebagai pria normal dan apalagi sudah lama tak bercinta, dia benar-benar ingin berbagi kehangatan saat itu juga.

Mbah Suki sebelumnya berpesan, kalau pertemuan itu hanya boleh sebatas bertemu, membahas masalah yang belum terpecahkan. Akan tetapi, sepasang ke kasih itu melanggar tatatan alam. Mereka melepas rindu, seperti yang pernah Jacob dan Kirana lakukan semasa hidup. Mereka bercinta. Menumpahkan peluh dan bibit yang terbuang sia-sia.

Bersambung ....