Dita belum juga siuman. Dia masih lemah tak berdaya karena serangan trisula. Frans membagi tenaganya untuk membangkitkan gadis itu lagi. Tindakan itu sangat beresiko karena energinya sendiri akan cepat melemah.
Jemari Dita mulai bergerak. Tenaga yang Frans salurkan berhasil memasukinya hingga membuka mata.
"Frans, aku mau pulang. Nggak ada gunanya aku di sini," ujar Dita dengan nada lirih, sedih rasanya.
"Aku ngerti perasaanmu. Tapi sampai kapanpun, aku nggak mau punya bapak seperti Tian," tukas Frans.
"Aku ikhlas," dusta Dita. Air Mata tidak bisa menetes di pelupuk matanya karena tersapu aliran air.
"Jangan bohong."
"Aku mau pulang," pinta Dita. Bendera putih tanda menyerah sudah ia kibarkan. Tak mungkin manusia seperti dia mengalahkan seorang ratu dari kerajaan gaib. Di suasana sepi kerajaan itu, ia merasa kehampaan mendalam.
"Iya, aku antar kamu pulang."
Frans mengajak Dita ke permukaan dengan sisa kekuatannya. Aliran tenaga itu mengalir untuk menyatukan kembali raga dan sukma Dita.
Saat Dita sudah kembali ke permukaan, ia menoleh sedikit. Terlihat wajah Frans pucat pasi seperti kehilangan banyak darah. Dita bermaksud memanggilnya tapi terlambat, sosok Frans sudah hilang. Ia kembali ke dunia dengan badan basah kuyup.
Dita duduk di tepi, ada satu manusia yang ia kenal di danau. Pak Juan.
"Pak Juan!" panggil Dita.
"Iya, Nak. Eh. Nak Dita," pak Juan tergopoh-gopoh mendatangi Dita yang basah kuyup.
"Pak. Kalau boleh saya pinjam baju bu Lisa lagi," pinta Dita sambil menangkupkan kedua tangannya. Ia menggigil kedinginan. Tahu-tahu di sore itu, ia sendirian di tepi danau.
"Ada Nak. Ayo ke rumah," ajak Pak Juan. Ditapun mengikuti di belakang bapak itu.
Keseharian Pak Juan adalah sebagai pedagang mie ayam di desa sebelah yang lebih ramai dari desa Waren tempat danau santofe ini. Setiap hari beliau melewati danau, ia berjalan sendiri tanpa mendorong gerobak karena ia meninggalkan peralatan jual mie di kedai tempat ia menjajakan dagangannya.
"Nak, kamu menyelam ke danau lagi?" Tanya Pak Juan.
"Tidak pak, saya masuk ke dunia Aquarez."
"Hah?" langkah Pak Juan terhenti. Dia berbalik ke arah Dita.
"Ada pangeran dari dunia aquarez mengajak saya ke sana," jawab Dita.
"Pangeran? Siapa, Nak? Aduh, kamu jangan aneh-aneh," ujar Pak Juan khawatir.
"Anak dari ratu Oseanna, Pak."
"Bapak takut di jin jahat yang menyamar," tegasnya lagi.
"Tidak, Pak. Dia anak baik, kok. Sekarang dia nggak tahu kemana," ujar Dita.
"Sebaiknya kamu rahasiakan, jangan sampai kesebar."
"Iya, Pak. Saya takut juga, kayak mimpi waktu tarung sama ratu. Saya nyaris mati tertusuk."
"Kok merinding ya, ayo-ayo ke rumah."
**********
Dita kembali ke kamar kost nya. Ia merebahkan diri di kasur. Pak Juan mengantarkannya sampai kost.
Kosong.
Hampa rasanya.
Seperti melihat dunia yang berbeda. Seperti setahun rasanya berada dalam dunia aquarez yang hijau, senyap, dan misterius.
Tok... Tok... Tok...
Pintu kamar Dita diketuk.
"Siapa sih?" gumamnya kemudian membuka pintu.
"Virsha?"
Virsha langsung memeluk Dita.
"Dita, lo udah seminggu nggak pulang. Tiap hari gue kesini nengokin, liat lo pulang apa nggak," cecar Virsha.
Dita melepas pelukannya.
"Seminggu? Kuliah gue gimana?"
"Udah gue absenkan, tanda tangan lo gampang, cuma D aja."
"Gue bertarung sama ratu," jawab Dita pendek.
"Iya gue tahu, gue ngawasin lo pake penerawangan. Cuma kalau dimensi waktu gue kurang paham."
"Sini masuk, Vir."
Mereka masuk ke kamar Dita. Perlahan, Dita menceritakan semua hal yang dialami di Dunia Aquarez.
"Kenapa mesti ada dunia fantasi sih? Kan enak udah meninggal, istirahat, tunggu kiamat," tutup Dita.
"Mereka sudah ada sejak ribuan tahun yang lalu, hidup berdampingan dengan manusia seperti layaknya setan dan jin yang sama-sama di bumi tapi beda dimensi."
"Tapi rasanya beda banget suasananya. Gelap, sepi, dan herannya gue dengan mudah bisa bernapas dalam air."
"Frans di mana?"
"Di sana. Dia pucat banget setelah antar gue pulang."
"Dari pertama lihat gue udah sadar dia bukan manusia."
"Kok tahu, Vir?"
"Sadar nggak, sih? Dia nggak punya dua garis antara hidung dan bibir," Virsha menunjuk garis yang ia maksud di atas bibir Dita.
"Ini?" tunjuk Dita.
Virsha mengangguk, ia menarik telunjuknya dari bibir Dita.
"Gue nggak sadar, yang gue lihat dia adalah manusia biasa."
"Lo kurang teliti, semoga lain kali lo bisa cermati. Untung dia baik."
"Dia terlalu baik malah, dia yang nolongin saat gue ketusuk trisula."
"Aih, trisula. Kalau gue sih, udah mati kali."
"Sakit banget, gue rasa nyawa gue udah hilang di sana. Dan mungkin Frans yang nyelamatkan gue."
"Dan..." Virsha menggantung kalimatnya.
"Gimana Tian?"
"Gue ikhlas meskipun sampai mati, ortunya nyalahin gue, benci sama gue."
"Yakin?"
Mata Dita berkaca-kaca, dia menahan air matanya yang akan jatuh di pipi.
"Jujur aja, Dit."
"Belum. Apapun pokoknya Tian balik meskipun nanti dia nggak sama gue, gue rela bertarung lagi sama ratu," ujar Dita tak kuat menahan kesedihan.
"Sekarang lo tenang, tidur dulu. Besok kuliah. Gue tidur sini boleh? Biar lo ada teman," tawar Virsha.
"Boleh, Vir."
************
Malam pertama Ratu Oseanna dan Raja Elnorez.
Akhirnya malam itu ratu berhasil mendapatkan laki-laki perjaka sebagai suaminya. Semua kekuatan, kesaktian, berikut kemampuan spiritual berhasil ia tularkan.
Ratu Tirta menjelma menjadi seekor ular laut saat bercumbu dengan tuan muda raja sementara Tian mengikuti bentuk ratu agar mudah untuk menyatukan tubuh mereka berdua.
Frans tidak mampu berbuat apapun, setelah mengisi tenaganya kembali, dia muncul ke permukaan untuk sekedar mencari udara segar. Sumpek rasanya, dia tidak sudi memiliki ayah tiri yang terlalu muda apalagi dia adalah orang yang Dita cintai.
**********
Tiga hari kemudian, semua berjalan seperti biasa. Meski di hati Dita ada rindu yang menggebu berselimut rasa bersalah. Pagi itu seperti biasanya, Dita bersiap berangkat ke kampus. Selesai mandi lalu memoleskan bedak dan lipstick, ia keluar dari kamarnya menuju pagar kost. Jarak dari rumah kost ke kampus cukup dekat, ia memilih untuk berjalan kaki saja.
Diapun membuka pagar dengan santai. Betapa terkejutnya ia saat melihat seseorang di depannya.
"TI... TIAN?" pekik Dita dengan mata terbelalak. Laki-laki di depannya itu benar-benar Tian dengan senyum dan tatapan teduh seperti biasanya. Tian hanya menyapa kemudian berbalik, ia berjalan saat Dita masih ragu untuk menahannya. Jika semudah itu Tian kembali, buat apa Dita sampai repot-repot berperang dengan sang ratu?
Iya, ini aku," jawab Tian. Beberapa detik, Dita masih tidak percaya apa yang ia lihat. Begitu mudahnya Tian datang setelah dia berpetualang menembus dimensi baru.
"Kamu..." Dita mulai meneteskan air mata. "Gampang banget kamu datang setelah aku begitu sulit meraih kamu kembali," lanjutnya.
"Kamu jangan nangis," hibur Tian. Tangannya menghapus bulir air mata Dita.
Masih tidak percaya, tangan Dita memainkan pipi Tian.
"Asli, bukan topeng," ujar Dita.
"Ini aku, yang kamu cari-cari, yang kamu tunggu, yang kamu rindukan. Iya kan?"
"Kenapa? Bukannya kamu sudah menikah?"
"Itu hanya formalitas," jawab Tian. "Kamu nggak usah khawatir, ya?"
"Jangan pergi lagi..." ujar Dita dengan masih banyak pertanyaan di benaknya.
Next?