"Benarkah kamu yang bernama Bertha?" tanya Dita dengan tatap mata tajam seolah menusuk badan makhluk itu hidup-hidup.
"Bisa dibilang begitu," jawabnya acuh tak acuh. Bertha adalah penyihir tertua di laut. Dia terkenal di seluruh penghuni semesta lautan tak kasat mata. Badannya besar dengan kulit berkilau keunguan. Ada lubang menonjol di permukaan kulitnya, sangat menggelikan bagi penderita tripophobia (phobia pada lubang)
"Apa kau tahu tentang Ratu Oseanna?" tanya Dita. Bertha melengos mendengar namanya.
"Ratu? Bisa apa dia menyebut dirinya ratu?" cibirnya.
"Dia ibuku," bela Frans.
Hanya mereka berdua yang bisa melihat Bertha saat yang lain sedang menikmati suasana pantai.
"Orang seperti itu mengaku dirinya ibu, dia jahat, benar-benar melakukan segala cara untuk menguasai dunia air!" serunya dengan suara menggelegar.
"Tipu muslihat. Dia menggunakan cara licik untuk membangun kerajaan sendiri. Aku benci padanya," desis Bertha. Ia menghilang ditelan samudra setelah berkata demikian. Gulungan ombak membawanya pergi.
"Bertha!" panggil Frans. Ia melangkahkan satu kaki ke depan. Matanya nyalang mencari keberadaan penyihir itu.
"Dia ke mana?" tanya Dita bingung.
"Bertha memang seperti itu, suka muncul tiba-tiba lalu menghilang sesukanya. Dia ada di lautan terdalam. Itupun jika dia mau muncul di depan kita," jawab Frans.
"Harus dengan cara apa lagi? Apa yang harus aku lakukan untuk membawa Tian kembali?" keluh Dita. Entah ke berapa kalinya ia menyerah. Tak dapat lagi dirinya bertahan.
"Perlu waktu yang lama, untuk mendapatkan kembali."
"Apa yang terjadi jika aku menyerah?" tanya Dita pasrah.
"Tian di dimensi manusia akan musnah," jawab Frans.
"Astaga!" Dita terperanjat.
"Kenapa?" Frans ikut terbawa reaksi Dita.
"Tian akan musnah?" tanya Dita dengan nada panik. Frans mengangguk lemah.
Semangat Dita bangkit kembali setelah menyadari Tian akan segera musnah jika jiwanya tidak utuh.
"Jika Tian musnah, aku yang paling merasa bersalah," sesal Dita.
"Jangan putus asa," hibur Frans. "Selagi waktu masih panjang," lanjutnya.
Langit mulai menunjukkan tanda-tanda perubahan cuaca dari awalnya panas menuju warna kelabu. Mataharipun sudah sembunyi dari balik gelapnya awan.
"Guys, mau hujan!" seru Virsha. Ia berlarian memanggil teman-temannya.
"Vir!" sela Dita.
"Ya?" tanya Virsha berhenti sejenak sambil bertatapan sejajar dengan Dita.
"Lo tadi ngelihat wanita gaun hitam ngga di laut?" selidik Dita. Virsha menggeleng.
"Nggak ada apa-apa," jawab Virsha.
"Oke," ujar Dita. Ia ingin tahu, ternyata apa yang dia lihat tidak bisa Virsha lihat. Dia bisa melihat makhluk gaib tapi tidak untuk makhluk fantasi seperti penyihir sedangkan Frans memang bersedia untuk menampakkan dirinya di dunia manusia.
"Valdo, ayo pulang," ajak Felly pada Frans.
"Valdo doang, Kak?" goda Dita.
"Sorry, semua!" ujarnya ketus. Lengannya bergelayut di lengan Frans. Sikap yang benar-benar manja setelah penantian belasan tahun. Pasti berat baginya menunggu selama itu. Lima belas tahun waktu berlalu dengan sangat berat.
Dita lantas berpikir, apakah dirinya mampu selama itu menunggu Tian kembali?
"Dit, ayo," ajak Virsha dari sisinya. Dia tersenyum ke arah Virsha.
"Vir, jika gue dan Tian bertemu mungkin tingkah gue akan bertingkah seperti kak Felly ke Frans," ujar Dita.
"Bedanya lo berjuang, Dit. Kak Felly hanya menggunakan waktunya untuk menunggu," ujar Virsha. Suntikan semangat itu sedikit membuat Dita bangkit kembali. Tadinya ia ingin menyudahi saja perjuangkan untuk membawa Tian kembali.
"Dita semangat, lu nggak berjuang sendiri. Ada gue dan dua detektif cakep nemenin Dita," hibur Virsha. Mereka berbincang sambil berjalan menuju mobil.
"Gue rindu saat hidup ini normal, gue berangkat dan pulang kuliah tanpa beban, kencan sama Tian ya kencan biasa tanpa menembus antar dimensi," curhat Dita.
"Dita, ada masanya kehidupan lo kembali normal."
"Atau jangan-jangan ini kehidupan normal gue?" tebak Dita.
"Keadaan bisa berubah kapan saja, Dit."
Percakapan itu terhenti saat mereka sudah sampai di mobil. Virsha duduk depan bersama Arnold dan Peto sedangkan Dita duduk jok belakang di sebelah Felly dan Valdo.
"Nold, gue boleh ngga di belakang aja? Di situ kan dapur. Gue mau makan pop mie aja," ujar Dita. Arnold menghadap belakang sambil berkata, "Dit, gue bikinin bentar, lo tinggal makan."
"Maksudnya mending gue ngungsi di belakang sekalian ketimbang jadi kambing conge Felly sama Valdo," tukasnya ketus. Lihat saja bagaimana Felly menyandarkan kepalanya ke bahu Frans. Terasa nyaman sekali seperti tidak ada siapapun di antara mereka.
Arnold terkekeh, diiringi senyum dari Peto. Mereka sudah paham tingkah kliennya.
"Ketimbang ngiris tangannya, ngeri tahu," keluh Arnold.
"Iya, tiba-tiba nelpon bilang tolong. Kita panik ya, kan?" ujar Peto lalu menginjak gas mobilnya. Mobil mulai berjalan meninggalkan pantai.
'Odetta!'
Nama itu berdenging di telinga Dita seperti ada yang menahannya untuk pergi. Ia memegangi telinganya.
"Kenapa, Dit?" tanya Frans. Dia bisa merasakan apa yang Dita rasakan bagai sebuah ikatan batin.
"Sori, gue ngerasa ada yang manggil."
"Nanti kita bahas begitu sampai rumah," ajak Frans.
"Kamu tinggal di mana?" sela Felly.
"Danau Santofe," jawab Frans apa adanya.
"Jangan bercanda," ujar Felly tidak terima
"Aku benar-benar dari danau tempat tulang belulang Valdo ditemukan, aku bukan manusia," ungkap Frans jujur. Tidak ada lagi yang perlu ditutupi. Ia melihat Arnold dan Peto juga berpikiran luas.
"Terus kamu siapa, mana ada hantu seganteng ini?" tanya Felly polos.
"Haha, nggak semua yang bukan manusia itu hantu," sahut Peto.
"Bisa jadi alien, makhluk mitologi, dewa, atau apapun yang belum kita ketahui," sahut Arnold juga.
"Dunia lebih luas dari apa yang kita ketahui selama ini," imbuh Virsha.
"Kalau begitu, gimana dengan teori reinkarnasi? Jika reinkarnasi itu ada, kemungkinan yang di sebelahku adalah reinkarnasi Valdo," tebak Felly. Tangannya masih bergelayut di tangan Frans. Dia teguh pada pendirian bahwa Frans adalah Valdo.
"Kita akan cari jawabannya seiring waktu," ujar Dita datar.
"Lima belas tahun aku nunggu, Dit!" seru Felly.
"Eh, udah-udah, kita di sini mau pulang, bukan mau ribut," lerai Arnold. Repot juga membawa dua wanita yang sedang berseteru apalagi Felly selalu bersikap kekanak-kanakan.
"Iya, gue diem aja. Ikut alur," ujar Dita kesal. Tangannya ia lipat di depan dada. Makin banyak hal yang menjadi pertanyaan di benaknya tentang jiwa Tian dan perkataan Bertha. Penyihir itu sepertinya tahu banyak hal. Dia adalah kunci di dunia bawah air. Dita punya pekerjaan baru, ia harus bisa menemui Bertha di laut dalam. Hanya Frans yang bisa membantunya berubah wujud menjadi makhluk air. Tanpa Frans, ia tidak akan bisa masuk ke dimensi itu. Namun Frans sedang dalam genggaman Felly.
Siapakah Felly sebenarnya?
Bersambung...
Guys!! Sudah masuk Volume 2!!
Tandanya apa?
Cerita ini segera aku kunci. Segera collect ceritanya di library kalian, ya!