Yang sebenarnya terjadi lebih rumit dari yang Felly kita. Valdo adalah anak dari aktivis yang bermaksud membongkar aib bobroknya pemerintah. Salah apa dia? Tidak salah apapun. Ia hanyalah korban dari kekejaman manusia.
Sebenarnya bukan hantu yang selalu ditakuti. Ada manusia yang jauh lebih nyata jahatnya. Ia melakukan segala cara demi mendapatkan apa yang diinginkan termasuk menjatuhkan orang lain.
FLASHBACK END
Kembali pada masa sekarang, Peto mencoba mengorek informasi tentang Valdo dari Felly.
"Apa yang terjadi antara kamu dan Valdo?" selidik Peto.
Kantor Arnold & Peto sekali lagi menjadi tempat Felly berkeluh kesah. Kantor detektif jadi seperti ruang konseling psikolog.
"Ngga terjadi apapun. Kita hanya sepasang anak sekolah yang saling jatuh cinta," Felly menghela napas.
"Kenapa baru sekarang lapornya?" tanya Peto.
"Selama ini aku terkekang sama biasalah, wanita disuruh nikah ini itu dan sebagainya. Aku sibuk dijodohkan karena tidak kunjung dapat pasangan padahal aku terjebak masa lalu. Ada rasa bersalah saat Valdo hilang. Aku selalu menganggap itu semua karena aku," jelas Felly. Matanya sayu menatap satu titik di depannya.
"Aku paham posisimu. Saat ini Valdo sudah sulit ditemukan kecuali dia hidup lagi," kata Peto serius.
"Laki-laki itu benar-benar mirip Valdo," arah pembicaraan ini menuju pada keberadaan Frans.
"Kupikir bukan karena menurutku reinkarnasi hanya ada dalam cerita fantasi."
"Mungkin, aku begitu merindukan Valdo jadi aku nggak bisa berpikir jernih."
"Apa kamu hidup di masa lalu?"
"Maksudmu?" tanya Felly sambil mengernyitkan dahi.
"Tingkahmu tempo hari seperti seorang remaja yang manja sekali dengan Frans, beda sekali dengan saat ini. Sekarang di depan mataku kamu tampak tenang seperti wanita dewasa," jelas Peto.
Felly tersenyum tipis. Ia mulai paham kalau selama ini dia hidup di dua masa. Masa sekarang dan lampau seperti dua garis yang saling berhadapan, sesekali bertabrakan.
"Aku punya dua masa yang aku jalani. Bagiku masa remaja belum selesai, aku yakin sekali. Roda kehidupanku saat SMA masih berjalan seiring dengan hidup yang aku jalani saat ini," ungkap Felly.
"Aneh, akupun baru menemukan kasus sepertimu. Jadi begini, aku anggap penyelidikan ini selesai ..."
"Kok gitu? Penyebab kematian Valdo masih belum jelas!" potong Felly cepat.
"Kasus ini sudah usang, ada baiknya kamu tenangkan diri lalu berpikir rasional. Waktu mana yang kamu jalani. Menurutku waktu paling tepat adalah saat ini, yang kamu dan aku jalani," nasihat Peto.
"Dunia itu amat luas bahkan masih banyak misteri yang harus kita pecahkan," Arnold menyahut. Dia baru saja selesai membetulkan kran wastafel. Tidak bisa disalahkan jika ia mendengar pembicaraan dua orang itu.
"Maka dari itu, waktu kita nggak banyak. Kita harus menyelidiki siapa Frans sebenarnya," komentar Peto. Ia melirik ke arah Arnold disambut senyum tipis darinya.
"Frans sepertinya sangat dekat dengan Dita," ujar Peto lagi.
"Dia nggak melihat ke arahku sama sekali," kata Felly.
"Jelaslah, cowok dari belahan dunia manapun pasti risih kalau diperlakukan seperti itu," ujar Arnold sambil menyeduh satu sachet kopi ke dalam mug orange.
"Aku masih merasa dia adalah Valdo, aku yakin seyakin-yakinnya," ujar Felly pasti.
"Perlahan, kita semua akan mendapat jawabnya," Peto bermaksud menenangkan Felly.
"Bagaimana jika Frans bukan manusia?" Arnold seperti sedang memanas-manasi.
**
Brrss!! siraman air dari shower membasahi rambut panjang Dita. Sudah pukul delapan malam tapi dia nekat mandi karena hawa terasa sangat panas. Hanya rintik air shower mampu mendinginkan kepalanya.
Selesai mandi ia hanya memakai handuk dibebatkan di tubuhnya. Kamar mandi ada di dalam kamarnya sehingga dia bebas tanpa perlu memakai pakaian setelah selesai mandi. Namun saat itu tiba-tiba saja Frans muncul di sudut kamarnya.
"Frans!" seru Dita. Ia segera menyilangkan dua tangannya di depan dada untuk mempererat handuknya agar tidak jatuh.
"Dita, ga-gawat!" seru Frans.
"Bentar, gue pakai baju dulu."
Dita pamit untuk mengganti baju di balik pintu kamar mandi. Ia segera mengambil setelan piyama untuk menutupi seluruh tubuhnya. Ia menemui Frans setelah berpakaian meskipun rambut masih belum disisir, yang penting pakai baju.
"Kenapa Frans?"
"Aku nggak tahu ini bakal jadi kabar gembira atau buruk untukmu tapi Elnorez mulai mengingat wanita bernama Dita," ujar Frans. Ia membawa kabar dari Aquarez. Hal ini tidak bisa dipungkiri membuat hati Dita melambung karena gembira.
"Serius?"
"Iya tapi ..." napas Frans tertahan.
"Kenapa?" tanya Dita penasaran.
"Hal itu membuat ratu marah lalu mengurung Elnorez dalam penjara," ungkap Frans. Dita terperanjat mendengarkan.
"Benar kata Bertha, Oseanna itu jahat, dia berbahaya."
"Walau begitu, dia adalah ibuku," Frans tertunduk lesu. Dia berada di posisi yang serba salah, maksud hati dia ingin menolong Dita sampai tuntas tapi ia tidak mau menentang ibunya sendiri.
"Siapa ayahmu?" tanya Dita.
"Ayah?" tanya Frans ulang dengan nada bingung.
"Iya, ada ibu pasti ada ayah. Tidak mungkin ada anak jika hanya sendirian," terka Dita. Frans diam, selama ini dia tidak tahu kalau dirinya punya ayah. Iapun kurang paham.
"Siapa dirimu sebenarnya, Frans?"
"Akupun nggak tahu, Dita."
"Sekarang apa kamu mau menolong Elnorez?" tawar Frans.
"Dengan cara apa? Pura-pura jadi kekasihmu lagi?" tanya Dita.
"Kita cari Bertha lagi, dengan wujud makhluk air bukan manusia seperti ini."
"Mengapa Bertha?"
"Dia yang tahu rahasia Oseanna, begitu mereka bertemu akan terjadi peperangan di dalam dunia air. Yang aku tahu selama ini, laut adalah tempat paling dihindari ratu."
Dita menghela napas, semua yang terjadi saat ini begitu membingungkan. Di satu sisi ia ingin Tian kembali tapi jalannya jauh lebih susah dari yang ia pikirkan.
"Aku siap jika harus berperang, seorang wanita harus kuat. Aku di sini tidak hanya untuk Tian, aku hanya ingin semua yang ada dalam semesta ini berujung damai."
"Baik, Dita. Apa kamu sudah siap ikut aku ke Elnorez?" tanya Frans memastikan.
"Iya," Dita mengangguk pasti. Ia segera menyambut uluran tangan Frans. Dipegang erat tangan itu dengan mata terpejam lalu kegelapan hadir di depan matanya. Perlahan air mulai terasa menyentuh kakinya, sedikit demi sedikit sampai ke seluruh tubuh. Namun Dita masih bernapas dengan lancar. Selang beberapa wakti sampailah mereka di dalam air. Namun setelah Dita membuka mata, ia tidak mengenal daerah berwarna biru kehijauan itu.
"Ini di mana?" tanya Dita bingung.
"Laut," jawab Frans.
**
"Tian, makan dulu yuk, abis gini kita jalan-jalan lagi."
"Hai Tian, aku Dita teman satu proyek dance kampus."
Suara itu terngiang di telinga Elnorez. Ia sedang tiduran di lantai dalam jeruji besi penjara Aquarez.
Dita. Dita. Dita.
Hanya nama itu yang terlintas di benaknya hingga ratu cemburu padahal Elnorez tidak tahu siapa pemilik nama itu?
Bersambung