Tibalah mereka di pantai tak jauh dari rumah Valdo. Suasana sudah cukup tenang, matahari mulai sedikit demi sedikit turun ke peraduannya. Mereka semua turun dari mobil untuk sekedar beristirahat. Sudah, cukup lelah seharian dikejutkan oleh banyak peristiwa mulai dari insiden iris nadi sampai diusir dari rumah Valdo.
"Capek, ya?" tanya Dita pada Frans.
"Iya, aku terlalu lelah. Nggak nyangka bisa mengalami kejadian ini. Niatnya kan, mau ngisi tenaga buat Tian," tukas Frans.
"I have no idea. Nggak nyangka juga tiba-tiba ada yang nemuin kembaran lo atau jangan-jangan lo adalah reinkarnasi dari Valdo," tebak Dita.
"Mungkin, akupun lupa siapa diriku sebenarnya," balas Frans. Matanya melihat ke seluruh bagian segara, pasir putih ikut tersapu ombak. Ada rasa rindu di dada Frans. Baginya, dunia air adalah ttempat paling aman. Nyaris tidak ada kejahatan yang terjadi kecuali tindakan ibunya sendiri. Separuh jiwa Tian masih ada di negeri Elnorez. Sedikitpun ia tidak bisa mencegah perbuatan ibunya. Dia hanya pangeran adalah anak dari ratu yang tidak berhak mengatur kehendak ibunya.
"Arnold!" panggil Dita.
"Ya, Dit." Arnold menyahut panggilan Dita.
"Tolong jaga Felly, gue takut dia lari ke laut," ujar Dita.
"Aman, Dit. Dia udah lumayan stabil karena ada cowok lo," pungkas Arnold.
"Cowok gue? Nggaklah, dia cuma temen," sanggah Dita. Frans tersenyum kecut, sedikit kecewa karena ia diam-diam ingin lebih dari teman dengan Dita.
"Yakin, mungkin menurut lo cuma temen, menurut Frans?" Virsha ikut nimbrung, lengannya menyikut Dita tepat di siku.
"Eh, Vir, nggak gitu," pipi Dita sedikit terasa hangat karena malu.
"Fokus sama misi, gue pengen Tian balik lagi kemudian semua dunia fantasi ini hilang. Gue ingin normal kembali, Vir."
"Kalau misalkan dunia ini adalah yang normal untuk lo gimana?" sahut Frans. Inj agak membuat bulu kuduk Dita sedikit bergidik.
"Gue hidup di air gitu?" tanya Dita.
"Ada banyak misteri di semesta ini, baru sedikit yang kamu ketahui. Jangan pernah merasa tahu segala hal," nasihat Frans.
"Fokus, Frans. Udah nggak kehitung waktu gue berusaha merebut Tian dari tangan nyokap lo dan untuk kali ini fokus gue terpecah. Frans, lo sebenarnya siapa?" cecar Dita.
"Dia adalah Valdo," Felly merangsek di antara Frans dan Dita. Dia yang mencuri dengar, dia sendiri yang masuk ke obrolan.
"Jangan dulu ambil asumsi sendiri, semua itu nggak ada yang tahu. Siapapun itu, kita adalah apa kita jalani sekarang," tegas Frans.
"Kamu adalah Valdo!" Felly mencak-mencak sambil memegang lengan kiri Frans, dia tidak seperti wanita dewasa pada umumnya. Sikapnya bagai seorang remaja yang tidak rela pacarnya direbut orang.
Frans menghela napas, mau mengalah saja daripada ribut. Menghadapi perempuan macam itu memang serba salah.
"Udah, deh, kak Felly udah dewasa. Lagipula juga belum tahu kebenarannya. Kakak jangan berasumsi sendiri," sedikit penekanan di kata 'berasumsi sendiri' dari bibir Dita.
"Kamu nggak usah ikut campur! Lima belas tahun aku nungguin momen ini, aku nunggu Valdo kembali," nada suara Felly meninggi, dia menyanggah perkataan Dita. Sifat keras kepala mereka ternyata sama, hanya saja Felly lebih manja.
"Udah-udah," lerai Peto. "Kita di sini mau refreshing bukan mau rebutan cowok," lanjutnya.
"Dia tuh," tunjuk Felly pada Dita.
"Kak Fel udah dewasa loh, jangan kayak anak kecil," kata Dita penuh emosi. Ia memiringkan bibirnya dengan ekspresi geli.
Dita jadi berpikir kalau Felly terjebak dunia paralel masa lalu. Raganya ada di tahun ini, sedangkan jiwa tetap pada waktu dia masih remaja.
"Tolong, kita singkirkan dulu ego. Jauh-jauh ke sini meski nggak dapet hasil paling ngga kita nikmati pantai sebentar aja," lerai Peto sekali lagi. Dita menghela napas, dia mengepalkan kedua tangan lebih erat kemudian pergi meninggalkan teman-temannya diikuti Virsha.
"Lo ngerasa aneh nggak, sih," tukas Virsha dengan napas tersengal, langkah Dita begitu cepat seperti ada roda di telapak kakinya.
"Dit, lo jalan apa terbang?" erang Virsha lagi, kini ia berhasil berjalan sejajar dengan Dita.
"Sori, Vir. Gue gedeg aja sama si Felly Felly itu. Umurnya udah tua tapi tingkahnya kayak cewek lagi haid pertama," keluh Dita.
"Tingkahnya nggak sesuai sama umur dia. Ini yang bikin gue heran," balas Virsha.
Tap!
Langkah Dita terhenti, Virsha itu rem mendadak, ia nyaris oleng. Untung saja langkahnya tertahan pasir.
"Dit?" panggil Virsha. Tatapan mata Dita mendadak fokus ke satu arah. Sebuah gulungan ombak besar mulai naik. Pandangan Dita terpaku ke ombak itu. Mata Dita menangkap sosok wanita berambut panjang di tengah ombak. Mereka saling bertatapan. Mata Dita terbelalak melihat mata biru yang menatap dirinya lekat-lekat.
"Dit, lo ngeliatin apa?" tanya Virsha sambil menyelipkan rambut di belakang telinga. Angin membuat rambutnya awut-awutan.
"Siren? Vir, kamu lihat nggak? Sepertinya dia siren, a-ada wanita di tengah ombak tadi," mata Dita tetap menatap sosok itu. Ia masih belum menghilang dari gulungan ombak.
"Wanita siapa? Gue nggak ngelihat apapun," kata Virsha heran.
"Berarti lo nggak bisa melihatnya, dia lagi ngelihatin gue sekarang," ujar Dita. Matanya masih belum lepas dari sosok itu.
"Dit! Dita!" seru Frans sambil berlarian ke arah Dita. Begitu Dita menoleh, sosok itu ikut hilang kembali ke dalam lautan.
"Kamu ngelihat sesuatu?" tanya Frans begitu jaraknya semakin dekat dengan Dita.
"Seperti Siren, badannya kebiruan, mungkin dia Bertha?" tebak Dita.
"Bertha berwarna hitam, kemungkinan yang kamu lihat tadi adalah penghuni lautan," kata Frans.
"Lalu aku harus ngapain?" tanya Dita.
"Kita belum tahu dia baik atau buruk, tetap fokus. Jangan pernah lengah," nasihatnya.
"Gue nggak ngelihat apapun," tambah Virsha.
"Mereka bukan hantu, Vir." Dita menatap Virsha seolah mengatakan bahwa makhluk gaib nggak cuma hantu.
"Semesta ini adalah misteri, masih banyak yang belum kita ketahui," ujar Dita lagi.
"Kalau boleh menyela, aku sepertinya tahu siapa makhluk itu," kata Frans.
"Siapa dia?" tanya Dita antusias.
"Dia adalah dayang-dayang dari sang legenda. Dewi di dunia lautan, aku saja masih belum yakin Dewi benar-benar ada atau hanya isapan jempol," jawab Frans.
"Jadi seperti apa harusnya kerajaan dalam air? Kenapa dipimpin ratu? Jika Tian baru saja menjadi raja lantas dulunya hanya ratu yang memimpin kerajaan? Atau... keratuan?" tanya Dita bertubi-tubi.
"Mari kita bedah satu per satu, mulai dari cari tahu soal asal mula kerajaan dalam danau," ucap Frans menenangkan Dita. Semakin lama mereka di dunia manusia maka semakin banyak pertanyaan yang harus dicari jawabannya. Urusan yang semula hanya fokus pada Tian, kini mulai tergeser.
Bersambung...
Hai guys, gak lama lagi Queendom bakal dikunci loh~~ Jadi mumpung masih gratis, yuk, dibaca! kalaupun ada koin, dijamin nggak mahal, kok. Sampai jumpa!