Di bawah payung yang sama, Riro dan Nalia berjalan menuju wastu—rumah besar—Keluarga Mawar Merah.
Dalam situasi ini Riro sedikit malu karena berduaan dengan gadis cantik seperti Nalia. Di sisi lain, Nalia terlihat cuek, tapi sebenarnya dia juga malu seperti Riro.
'Aduh ...! Kok jadi canggung begini?' batin Riro sambil menelan ludah dan sesekali melirik gadis di sampingnya.
Setelah berjalan selama belasan menit akhirnya mereka berdua sampai di tempat tujuan. Riro dan Nalia benar-benar jarang mengobrol selama perjalanan. Sesekali Riro melontarkan pertanyaan untuk mencairkan suasana. Tapi hal itu percuma karena rasa malu yang ia rasakan.
"Terima kasih karena sudah mengantarku."
"Ah, tidak apa." Saat berbalik untuk pulang ke rumahnya, tiba-tiba saja Riro dipanggil oleh Nalia sebelum dirinya melangkah.
"Riro, tunggu."
"Apa?" Riro menoleh.
"Kalau kau tidak keberatan ... maukah kau makan dulu bersama keluargaku?" Nalia menawarkan hal ini untuk membalas jasa Riro yang sudah mau mengantarnya. Karena dia kaya, Nalia bisa memberikan makanan mewah untuk lelaki itu. Menurutnya tawarannya ini sepadan untuk membalas budi jasa Riro hari ini.
"Wuih? Boleh nih? Gas lah!" Riro tahu betapa mewahnya makanan harian Keluarga Mawar Merah. Jadi dia tidak menolak tawaran menggiurkan dari gadis itu. Tentu saja, jika membicarakan jasa Riro yang mengantar Nalia pulang dengan payung, ia ikhlas melakukannya.
Nalia pun masuk ke dalam wastunya setelah melepas sepatu. Riro menyusul dari belakang.
Sebelum lelaki itu memasuki kediaman Keluarga Mawar Merah, ia merasakan kehadiran seseorang di atas atap. Secara spontan ia pun menoleh ke atas untuk melihat siapa orang tersebut.
"Siapa itu?" Riro bergumam.
Dia atas sana ia melihat seorang pria bertopeng putih yang memakai jaket berhoodie hitam. Beberapa waktu setelah keduanya bertatapan, si topeng putih itu tiba-tiba berubah menjadi kabut hitam dan menghilang.
'Topeng, pakaian serba hitam, sihir elemen gelap. Jangan-jangan dia salah satu orang yang mengincar Yinhir!? Tidak, tidak mungkin. Dia terlihat seperti assassin dan dia menatapku selama beberapa detik. Jika dia mengincar Nalia diam-diam, harusnya dia tidak melakukan itu ketika dilihat orang lain. Dan jika dia assassin, hawa kehadirannya pasti sangat tipis hingga tidak bisa disadari oleh bocah sepertiku. Tapi dia malah mencolok seperti itu.'
Riro bertanya-tanya dalam hatinya. Jika musuh kali ini adalah penyihir yang ahli bersembunyi, maka Nalia berada dalam bahaya besar.
Begitu menyadari dirinya panik, Riro langsung menghembuskan nafas panjang untuk menenangkan diri.
"Tenang ... tenang ... wastu ini memiliki pelindung berbentuk mangkok terbalik yang tak kasat mata dan berfungsi mendeteksi siapa saja yang masuk ke dalamnya. Jika dia orang jahat, maka anggota Keluarga Mawar Merah akan mengatasinya."
....
"Hahahahaha! Kamu ditendang ama Nalia?! Sampai jatuh?! Kasihan amat, hahahahaha!"
Darwo tertawa lantang setelah mendengar Nalia menceritakan beberapa kejadian di sekolahnya hari ini. Tentu saja gadis itu tidak bercerita karena kemauannya sendiri, tapi karena ditanyai oleh anggota keluarganya.
"Y-Ya ... begitulah. Aku yang salah sih. Hehehehe." Riro menggaruk kepalanya sambil tersenyum canggung.
Saat ini di ruang makan ada sebelas orang yang berkumpul. Mereka adalah Agus, Riana, Darwo, Ervin, Yulia, Jaka, Navia, Nalia, Aira, Zerfan, dan Riro. Riana adalah ibunya Nalia. Ervin, Yulia, dan Naufal adalah kakaknya Nalia.
Ervin adalah yang paling tua di antara tujuh bersaudara, sedangkan yang kedua adalah Yulia. Ketiga Naufal, keempat Navia, kelima Nalia, keenam Aira, dan ketujuh Zerfan. Itulah urutan Nalia dan saudara saudarinya.
"Oh iya. Om Agus, apa Keluarga Mawar Merah menyewa penyihir untuk menjaga wastu ini?"
Riro akhirnya menanyakan hal ini pada sang kepala keluarga. Jika orang yang ia temui beberapa waktu lalu adalah penjahat, harusnya ia terdeteksi dan diurus dengan segera. Tapi jika tidak, maka harusnya dia berpihak kepada Keluarga Mawar Merah.
"Hm? Tidak. Anggota keluarga kami adalah penyihir yang hebat, begitu juga dengan para pelayan. Jadi kami tidak perlu menyewa penyihir lagi untuk menjaga wastu ini."
Riro jadi bingung mendengar itu. Jadi pria bertopeng putih itu musuh atau bukan? Riro pusing memikirkan ini dan berusaha untuk melupakannya.
"Memangnya kenapa?" tanya Agus.
"Tidak. Bukan apa-apa. Lupakan saja."
Agus tahu ada yang Riro sembunyikan, tapi dia tidak bertanya lebih lanjut.
Setelah makan bersama Keluarga Mawar Merah, Riro berterima kasih dengan wajah ceria lalu pergi mengambil tasnya yang ia letakkan di ruang tamu.
"Riro."
Saat ia hendak pergi, Riro tiba-tiba dipanggil oleh seseorang. Orang itu adalah Ervin Mawar Merah, kakak Nalia yang tertua. Rambut hitam dan tatapan tajamnya benar-benar persis seperti Agus.
"A-Ada apa Kak?" Riro menjadi gugup. Dia antara saudara-saudara Nalia yang lain, Ervin lah yang paling tidak Riro kenal.
Ervin adalah penyihir yang sangat berbakat dan memiliki kemampuan yang sangat tinggi. Melebihi saudara saudarinya yang lain. Karena kehebatannya itu, ia sangat sibuk bekerja karena banyak orang yang membutuhkan jasanya. Dia jarang bertemu Riro, karena itulah keduanya tidak akrab.
"Aku ingin bertarung denganmu malam ini. Apa kau bisa?" Ervin mengatakan itu dengan ekspresi dingin. Namun dia tidak berniat jahat atau ingin mengancam Riro. Itu adalah ekspresi alaminya.
"Hah?!"
Riro terkejut setengah mati mendengar itu. Bagaimana tidak? Anak sulungnya Agus menantangnya bertarung secara langsung. Riro jadi bertanya-tanya dalam hati apakah dia pernah menyinggung pria ini sebelumnya?
Butuh beberapa waktu bagi Riro untuk menjawab pertanyaan tersebut.
"B-Boleh saja. Tapi kenapa?"
"Kau tahu video werewolf yang saat ini beredar di internet 'kan?"
"Iya, aku tahu."
Setelah Riro menjawab, Ervin pun menjelaskan alasannya menantang lelaki itu bertarung.
"Werewolf itu makhluk yang berbahaya. Aku pernah bertarung melawannya sekali, dan aku mendapatkan luka yang cukup serius. Jika werewolf itu bertemu denganmu, maka nyawamu benar-benar dalam bahaya. Meskipun kau seorang Yanghir, tetap saja werewolf itu dapat membunuhmu jika kekuatanmu disegel seperti sekarang. Karena itulah aku menantangmu bertarung. Aku ingin melihat seberapa tinggi kemampuanmu dengan kekuatan yang tersegel. Jika kemampuanmu di bawah ekspetasiku, aku akan melatihmu secara khusus."
Riro terkejut. Dia tidak menyangka Ervin akan memberikan perhatian seperti ini. Dari luar dia memang terlihat mengerikan, tapi sebenarnya dia adalah orang yang baik.
"Hubunganmu dengan Keluarga Mawar Merah sudah erat. Jika kau mati, kami akan sedih."
Ucapan itu benar-benar menyentuh hati Riro. Dia tidak menyangka hubungannya dengan Keluarga Mawar Merah sudah sedekat ini.
"Terima kasih. Nanti malam aku akan ke sini lagi untuk bertarung."
"Aku akan menunggu."
Riro dan Ervin sama-sama tersenyum tipis. Mereka berdua sama-sama menanti pertarungan yang akan datang. Keduanya saling menghormati, meskipun jarang bertemu satu sama lain.