"Riro, apa tidak masalah kita datang hari ini? Aku pikir, dia perlu istirahat lebih banyak." Dengan resah, Merlin menoleh ke arah Riro. Kedua remaja itu sedang berada di rumah sakit. Dan saat ini, di depan mereka terdapat pintu kamar tempat Nico dirawat.
"Udahlah, nggak usah khawatir. Ayo masuk." Riro membuka pintu dan masuk ke dalam ruangan. Merlin mengikutinya dari belakang.
Riro dan Merlin melihat-lihat seisi ruangan termasuk Nico yang saat ini berbaring di atas kasur. Ruangan ini cukup sempit, tapi sangat rapi dan bersih. Di sini ada dua tempat tidur, tapi tidak ada pasien selain Nico di ruangan ini.
"Hahaha, halo. Aku tidak menyangka kalian akan menjengukku secepat ini." Nico tersenyum dan menyapa dua temannya itu.
Merlin langsung berlari ke samping Nico dan melihat perban yang membalut luka lelaki itu. Dia memasang ekspresi khawatir dan rasa bersalah.
"Maafkan aku ... ini semua salahku ...."
"Bukan salahmu aku terluka. Kita berdua hanya tidak beruntung pada saat itu. Untungnya Riro datang menyelamatkan kita." Nico menoleh ke arah Riro.
"Hahaha. Untung saja waktu itu aku tidak langsung pulang ke rumah. Jadinya aku berpapasan dengan kalian."
Riro tertawa kecil. Sebelum pulang ke rumah dia mengantar Nalia dan mampir ke beberapa tempat. Tak disangka perbuatannya itu mendatangkan keberuntungan bagi orang lain.
"Aku benar-benar berterima kasih padamu lo," kata Nico.
"Aku juga," ucap Merlin.
Riro hanya tertawa dan membalas ucapan terima kasih itu. Setelah membahas Nico, Merlin tiba-tiba teringat dengan kekuatan yang Riro tunjukkan kemarin sore.
Werewolf yang dilawan Nico dan Merlin sangat kuat, namun Riro dapat menandinginya hanya dengan kekuatan fisik. Tentunya hal tersebut mengundang rasa penasaran bagi dua teman Riro yang menyaksikan peristiwa itu.
"Riro, kau ini sebenarnya siapa? Aku pernah dengar kalau kau ini penyihir. Tapi kenapa kau bisa menandingi werewolf hanya dengan kekuatan fisik?" tanya Merlin. Riro yang mendengar itu langsung menggaruk-garuk kepalanya sambil memikirkan jawaban yang tepat.
"Eee ... itu ...." Riro berpikir selama beberapa saat lalu menghembuskan nafas panjang. Riro tidak ingin berbohong, jadi dia mengatakan yang sebenarnya. "Aku seorang Yanghir."
Mendengar itu, Nico dan Merlin melotot. Eksistensi Yanghir sangat spesial dan hanya ada satu di dunia ini. Jika seorang Yanghir mati, maka kekuatannya akan berpindah ke orang lain.
Hingga saat ini, awal mula Yinhir dan Yanghir masih menjadi misteri di dunia sihir. Hanya beberapa orang yang tahu misteri ini. Bahkan Riro dan Nalia sendiri masih belum mengetahuinya.
"Apa!? Jadi selama ini kau Yanghir!?" Nico tidak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya. Merlin juga demikian meskipun tidak sampai berteriak.
Melihat reaksi teman-temannya, Riro jadi gelisah karena takut dianggap berbahaya atau semacamnya. Sudah menjadi rahasia umum bahwa kekuatan Yanghir sangat dahsyat, sama seperti Yinhir.
"Yanghir? Hahahahaha! Kesatria kegelapan sepertiku ternyata memiliki teman sehebat ini." Merlin melipat kedua tangannya. Entah kenapa dia terlihat bangga.
"Aku benar-benar tidak menyangka kau sangat spesial. Pantas saja kau menyembunyikannya. Identitas sebagai Yanghir itu memang tidak bisa dibocorkan begitu saja sih."
Riro menghembuskan nafas panjang. Ia merasa lega karena teman-temannya mengerti dengan dirinya. Hal ini membuat lelaki berambut coklat itu sangat senang karena memiliki teman-teman seperti mereka.
"Jangan bocorkan hal ini kepada siapapun ya?"
"Tenang saja. Tidak akan kubocorkan."
"Tenang saja Riro! Aku juga tidak akan membocorkannya. Kekuatan besar memang harus disembunyikan." Merlin mengangguk-ngangguk.
Menyembunyikan kekuatan overpower adalah sesuatu yang keren, jadi Merlin 'merasa mengerti' alasan Riro menyembunyikannya. Padahal alasan Riro menjaga rahasia ini adalah untuk menjaga kehidupan normal dan nyawanya. Bukan untuk tampil keren.
"Oh iya, ngomong-ngomong Wahyu kok nggak ikut kalian?" tanya Nico. Dia heran karena biasanya lelaki itu selalu terlihat bersama Riro.
"Ah ... dia lagi sibuk. Jadi dia tidak bisa datang menjengukmu." Riro menjawab. Dia merasa tidak enak pada Nico.
"Begitu ya ... aku mengerti." Nico menjawab dengan santai, tidak terlihat kecewa sama sekali.
Riro melihat-lihat perban Nico. Kemudian ia memikirkan Merlin yang statusnya non-penyihir. Jika Nico yang penyihir saja hampir kehilangan nyawa karena melawan werewolf, apalagi Merlin.
Sebagai sahabat tentunya Riro mengkhawatirkan Merlin. Jika bisa, dia ingin mengajari si pengkhayal itu beberapa mantra sihir untuk melindungi diri. Namun sayangnya, Riro hanya bisa menggunakan sihir segel.
"Merlin, kau tidak ingin mempelajari sihir?" tanya Riro.
"Aku sudah menanyakan itu padanya, tapi dia bilang kesatria kegelapan tidak butuh sihir."
"Begitulah ...." Merlin tersenyum. Namun dalam hatinya dia berkata, 'AKU MENGINGINKANNYA!'
Perkataan Merlin mengejutkan bagi Riro. Dia kebingungan dan berusaha memahami Merlin. Setelah mengalami kejadian kemarin, bagaimana mungkin Merlin masih tidak membutuhkan sihir?
'Dia ini sebodoh apa?' Riro bertanya-tanya dalam hatinya. Tampaknya sosok kesatria kegelapan sudah mendarah daging pada Merlin. 'Harusnya dia menjadi penyihir saja! Namanya 'kan Merlin! Bukan Arthur!' batin Riro.
"Merlin, aku serius. Kau harus belajar sihir. Setelah menjenguk Nico, ayo ikut denganku ke rumahnya Nalia. Aku akan minta salah satu saudara Nalia agar menjadi gurumu. Tentu saja, soal bayaran, aku yang urus."
Riro memberikan tawaran yang sangat menggiurkan bagi Merlin. Karena dia sudah dekat dengan Keluarga Mawar Merah, Riro yakin permintaannya itu akan dikabulkan.
Riro juga diberikan banyak uang oleh Ayahnya setiap bulan. Jadi dia bisa minta bantuan dengan imbalan yang setimpal.
"B-Baiklah. Karena kau sudah repot-repot aku akan menerima tawaran itu." Merlin tentunya tidak bisa gengsi dan menolak bantuan Riro. Dalam hatinya, dia merasa sangat senang.
"Hahaha! Akhirnya kau mau juga belajar sihir! Aku berterima kasih padamu Riro karena mau membantu bocah yang merepotkan ini!" Nico terkekeh. Merlin meresponnya dengan ekspresi kesal dan berkata, "Hei! Aku tidak merepotkan! Lagipula, inikan karena dipaksa!"
"Hahahaha! Iya deh, iya. Ah, karena sebentar lagi kau akan menjadi penyihir, mungkin kau harus mengganti classmu menjadi penyihir kegelapan."
"Penyihir kegelapan? Huh, itu tidak cocok untukku."
"Tidak. Justru itu sangat cocok untukmu."
"Tidak cocok! Kesatria kegelapan lebih baik!"
"Tidak cocok. Bahkan kau tidak punya pedang 'kan?"
"Iya jug– TIDAK! Aku punya!"
"Bohong."
"Baiklah! Besok akan kubawa pedangnya jika kau tak percaya!"
"Hahahahaha! Akan kutunggu."
Riro terkekeh melihat interaksi dua temannya itu. Dia merasakan suasana yang hangat di ruangan ini. Keinginan melindungi teman-temannya pun semakin kuat.
Setelah insiden beberapa tahun yang lalu, Riro berpikir kekuatan Yanghir ini hanya membawa bencana saja. Namun setelah dipikirkan lebih dalam, kekuatan ini bisa digunakan untuk melindungi orang lain.
Riro pun bertekad untuk mengendalikan kekuatannya lebih serius lagi. Dia tidak ingin menyakiti teman-teman dan keluarganya dengan kekuatan Yanghir. Dia harus melangkah maju ke depan dan berhenti terpaku pada masa lalu yang menyedihkan.