Pelatihan Merlin hari ini telah berakhir. Nalia dan Naufal merasa lega karena Riro tidak membuat Merlin sekarat. Kedua lelaki itu juga sudah berbaikan setelah sedikit bertengkar.
"Terima kasih Kak Naufal! Aku benar-benar terbantu!"
"Sama-sama. Besok datang ke sini lagi ya."
"Siap!"
Merlin dan Naufal berjabat tangan. Mereka berdua berada di depan pagar wastu bersama Riro dan Nalia.
"Terima kasih juga ya Riro! Kau bahkan rela membayar biaya latihanku. Aku tidak tahu harus bagaimana membalasnya."
"Tidak perlu balas budi. Latihanlah yang rajin agar bisa menjaga diri dengan baik."
"Hehe, siap-siap." Merlin melakukan tos dengan Riro. Lalu ia pamit pulang ke rumahnya dan melambaikan tangan sambil berjalan. Setelah pemuda itu pergi, Naufal berbicara dengan Riro.
"Kau punya teman yang menarik ya." Naufal tertawa kecil. "Bisa-bisanya dia jadi hebat setelah diberi penggaris berbalut lakban. Aku tidak mengerti mengapa itu bisa terjadi."
"Tidak usah dipikirkan Kak Naufal. Merlin itu chuunibyou, makanya dia suka bertingkah aneh. Tapi, aku juga kaget sih saat kemampuannya meningkat drastis hanya karena penggaris lakban."
Riro kembali mengingat momen saat Merlin tiba-tiba jadi jago. Dia memang menduga ide penggaris lakbannya akan berhasil. Namun dia tidak menduga efeknya akan sedahyat itu.
"Ngomong-ngomong, kalian berdua pacaran?"
Riro dan Nalia terkejut mendengar itu. Wajah mereka jadi sedikit memerah karena malu. Ingatan saat hampir berciuman di ruang latihan pun terputar di kepala mereka.
"Kami tidak pacaran!"
Riro dan Nalia dengan tegas membantah. Mereka bahkan mengatakan kalimat yang sama secara spontan. Naufal tertawa kecil melihat respon itu.
"Begitu ya. Sayang sekali. Padahal kalian cocok."
"Tidak! Kami tidak cocok sama sekali!" Riro membantah.
"I-Itu benar!" Nalia ikut membantah.
Naufal hanya tertawa saja setelah mendengar bantahan itu. Kemudian dia berbicara lagi dengan Riro.
"Ya sudah, sampai di sini saja ya. Aku ingin masuk ke dalam rumah."
"Oh! Silahkan. Maaf sudah menyita waktunya. Dan, terima kasih atas bantuannya hari ini."
"Iya, sama-sama. Di jalan nanti, hati-hati ya. Akhir-akhir ini ada berita werewolf berkeliaran di kota ini. Jadi, jaga nyawamu baik-baik."
"Iya kak."
"Kalau begitu, aku permisi dulu."
Naufal pun masuk ke dalam wastu, meninggalkan Riro dan Nalia yang masih berdiri di depan gerbang.
"...."
Riro dan Nalia saling bertatapan dengan canggung. Keduanya sama-sama bingung harus berkata apa. Setelah hampir berciuman di ruang latihan, rasanya sulit untuk berbicara satu sama lain.
"Em ... Nalia."
"Y-Ya!?"
Riro sedikit ragu membicarakan hal 'itu'. Namun dia sangat penasaran dan ingin melontarkan pertanyaan yang terbesit di benaknya.
"Saat di ruang latihan tadi, kenapa kau ingin menciumku?"
Nalia menunduk secara spontan. Dia memang sudah menduga Riro akan menanyakan hal itu. Namun dia sulit memberikan jawaban yang tepat.
"E-Entahlah. Aku juga ... tidak tahu."
Nalia hanya memberikan jawaban yang kurang memuaskan. Namun jawaban tersebut tidak salah karena gadis itu memang bingung dengan dirinya sendiri.
Saat itu Nalia merasa sangat khawatir. Dia benar-benar tidak ingin kehilangan Riro, apalagi membuatnya mati dengan kekuatan Yinhir. Selain itu, tanpa ia sadari ia juga mulai jatuh cinta pada lelaki tersebut.
Karena itulah Nalia mencoba mencium Riro.
Gadis itu sadar dengan kekhawatirannya, namun tidak dengan rasa cintanya.
"Kau sendiri, kenapa ingin menciumku?"
Kali ini giliran Riro yang ditanya. Dia sudah menduga Nalia akan bertanya juga jadi dia sudah menyiapkan jawabannya.
"Y-Yaaaa ... itu hanya responku sebagai seorang lelaki! Lagipula kau memiliki wajah yang cantik dan tubuh yang bagus. Wajar saja 'kan jika aku tidak menolak saat kau hendak menciumku?"
Meskipun itu jawaban yang masuk akal, Nalia merasa kesal dengan lelaki itu dan menatapnya sambil menggertakkan gigi. Sebenarnya dia juga senang sekaligus malu karena dipuji, tapi rasa kesalnya lebih dominan saat ini.
"Jadi, jika ada gadis lain yang hendak menciummu, kau akan menciumnya juga tidak peduli gadis manapun itu!?"
"Asal cantik, ya gaskan saja!"
Nalia semakin kesal mendengar itu. Ia pun menampar Riro beberapa kali untuk melampiaskan amarahnya.
"Sialan! Terkutuk! Binatang! Mati saja sana!"
"Aw! Aw! Aw! Hei, itu sa– AW!"
Setelah puas memarahi dan menampar Riro, Nalia pun menutup gerbang wastunya dengan kasar lalu meninggalkan lelaki itu.
Riro mengelus-ngelus bagian tubuhnya yang sakit. Dia tersenyum kecil sambil menggelengkan kepala, lalu menatap rumah megah milik Nalia.
"Hah ... dasar." Setelah memandang wastu tersebut, Riro pun pulang ke rumahnya.
Meskipun keduanya tidak sadar, hari ini bibit cinta sudah tertanam di hati mereka. Bibit tersebut akan tumbuh menjadi cinta sejati secara perlahan. Semakin lama mereka bersama, semakin berkembang juga bibit cinta tersebut.
....
Hari telah berganti, dan sekarang sudah akhir pekan.
Riro membuka aplikasi sosmednya yang memiliki warna hijau. Dia menekan sebuah grup dan melihat isi pesan di dalamnya. Grup tersebut adalah grup circle yang beranggota tujuh orang.
Anggota-anggotanya adalah Riro, Wahyu, Nico, Merlin, Nalia, Maya, dan Lina. Yang menjadi admin adalah Riro dan Maya.
Grup Circle ini baru dibentuk saat Nalia baru pindah ke sekolah Riro. Pendirinya adalah Maya, si ketua kelas. Gadis itu belum memberitahu alasannya membuat grup ini. Meskipun bingung, teman-temannya mengikuti saja perintah Maya.
"Chat baru? Hm ...." Riro bergumam sambil membaca chat teman-temannya yang masih sangat baru.
Hari ini, yang pertama kali memberi chat adalah Maya. Dia selalu menyapa teman-temannya di pagi hari baik di sekolah maupun grup sosial media.
"Haloooo! selamat pagiii!" chat Maya.
Saat pesan itu muncul, semua anggota grup pun menyapa ketua kelas mereka.
"Selamat pagi May!" chat Lina.
"Selamat pagi," chat Nico.
"Pagi bossss," chat Wahyu.
"Guten Morgen." chat Merlin.
"Pagi," chat Nalia.
Riro memberikan stiker tulisan selamat pagi dengan background berwarna putih.
"Karena hari ini adalah hari minggu, bagaimana jika kita pergi ke mall bersamaaa!?"
Saat ketua kelas berkata demikian, semua anggota grup menjadi antusias kecuali Riro dan Nalia. Mereka memberikan respon positif dan bersedia pergi bersama.
"Bagaimana dengan kalian? @Nalia @Riro." Maya memberi chat lagi.
"Pergi ke mall ya ...? Boleh juga. Lagian aku kesepian di rumah saja." Riro ikut setuju. Tanpa diduga ia memberi chat secara bersamaan dengan Nalia.
"Oke," chat mereka berdua.
"Awww. Serasi sekali." Chat dari Maya membuat anggota grup yang lain memberikan respon yang serupa. Tentunya hal ini membuat Riro dan Nalia merasa malu.
"Cih, kenapa semua orang selalu begini pada kami berdua?" Riro terlihat kesal sambil menggaruk-garuk kepalanya. Kemudian, ia memberi chat setelah teman-temannya puas bercanda.
"Jadi, jam berapa pergi ke mallnya?"
"Jam sembilan saja. Gimana?" balas Maya.
Riro melihat jam sejenak lalu menatap layar HPnya lagi. Dia dan teman-temannya sama-sama menyetujui usul tersebut.