Jam sembilan pagi.
Riro dan teman-temannya sudah berkumpul di depan mall. Namun kelompok mereka masih belum lengkap. Tinggal Merlin dan Wahyu saja yang masih belum datang.
Nico sebenarnya masih harus dirawat di rumah sakit. Namun lelaki itu memaksa dokter dengan keras kepala sampai dokter tersebut mengizinkannya pergi.
Untungnya ada sihir penyembuhan yang mempercepat pemulihan Nico. Walau demikian, bagian lukanya masih dibalut perban sampai sekarang. Tapi dia sudah bisa bergerak dengan leluasa.
"Nico ... apa kau sungguh tidak apa-apa ikut bersama kami?" tanya Maya. Dia terlihat khawatir.
"Nggak pa-pa. Aku sudah bisa bergerak dengan leluasa. Jadi tidak masalah."
Mendengar itu, Lina menepuk pundak Maya sambil menatap Nico. "Biarin aja May, Nico emang gitu. Dia terlalu nekat dan terlalu peduli dengan teman-temannya," ucap gadis berambut hitam pendek yang tomboy itu.
"Iya juga ya .... Ya sudah kalau begitu." Maya tertawa kecil.
Di saat tiga orang itu mengobrol, Riro dan Nalia memiliki obrolan mereka sendiri. Keduanya saat ini sedang membahas latihan sihir. Mereka berbicara dengan suara pelan untuk menjaga rahasia kekuatan Yinhir.
"Aku benar-benar minta maaf. Padahal kau sudah meluangkan waktu, tapi perkembanganku masih belum terlihat." Nalia merasa tidak enak.
"Nggak masalah. Lagipula latihanmu masih belum sampai sebulan. Jadi wajar saja jika perkembanganmu masih sedikit."
Riro paham mengendalikan kekuatan Yinhir itu sangat sulit. Jadi dia tidak masalah dengan perkembangan Nalia yang lambat.
"Riro, memangnya kau bersedia membantuku berlatih sampai kapan?"
"Sampai kau bisa mengendalikan kekuatanmu," jawab Riro dengan serius.
"Jika ... itu membutuhkan waktu yang sangat lama, kau akan bagaimana?" tanya Nalia lagi.
"Aku akan tetap membantumu berlatih. Tenang saja. Jangan khawatir." Riro tersenyum hangat.
"Meskipun itu memakan waktu puluhan tahun?"
"Em ... entahlah. Aku tidak yakin. Tapi yang pasti, aku akan membantumu selama memiliki waktu yang cukup." Riro tidak ingin memberikan harapan palsu, jadi dia berkata demikian.
Nalia menerima jawaban tersebut. Bagaimanapun juga, dia tidak bisa bergantung pada Riro selamanya. Jadi ia harus berlatih dengan giat hingga bisa menguasai kekuatannya.
Dia juga tidak boleh memaksa Riro membantunya berlatih jika lelaki itu tidak ingin melakukannya.
"Hoooiii! Maaf membuat kalian menunggu!"
Teriakan Wahyu dari jarak jauh membuat Riro dan teman-temannya menoleh. Wahyu tidak sendiri, dia datang bersama Merlin.
"Akhirnya kalian datang juga. Dasar laki-laki lamban. Bisa-bisanya telat lima menit." Lina melihat kedua tangannya. Dia sedikit kesal.
"Hahaha. Maaf-maaf."
"Huh. Sebagai kesatria kegelapan, sudah sewajarnya aku datang terlambat. Ada banyak monster yang menghalangiku, karena itulah aku tidak datang tepat waktu."
"Aku tidak tanya," kata Lina.
Kelompok Riro pun akhirnya lengkap. Meskipun Wahyu dan Merlin terlambat, tidak ada yang mempermasalahkannya selain Lina.
"Baiklah, ayo kita berangkat!" seru Maya dengan semangat. Riro dan kawan-kawannya pun masuk ke dalam mall.
....
Riro dan teman-temannya memutuskan untuk bermain game terlebih dahulu. Jadi mereka menaiki eskalator ke lantai tiga lalu pergi ke game center. Di sana mereka membeli beberapa koin untuk bermain.
"Mari kita bermain bola basket!" seru Wahyu dengan semangat.
"Ya!" seru para lelaki.
Riro, Wahyu, Nico, dan Merlin memutuskan bermain bola basket. Mereka berdiri di depan ring basket masing-masing, sambil menunggu hitungan mundur.
1 ....
2 ....
3 ....
Permainan dimulai.
"Heaahhhh!"
Riro dan kawan-kawannya berlomba-lomba mengumpulkan poin. Mereka melempar bola ke dalam ring dengan terburu-buru. Ada bola yang masuk, dan ada yang tidak.
"Bagus! Aku sudah mendapatkan 18 poin!" Riro kegirangan. Dia menjadi peraih poin terbanyak saat ini.
"Hahaha! Jangan senang dulu kawan!" Wahyu percaya diri bisa membalap Riro. Dia hanya selisih satu poin dengan rival gamenya itu.
"Agh ... andai saja kondisiku prima." Nico berjuang sekuat tenaga. Gerakan tangannya agak kaku karena masih belum pulih sepenuhnya.
Riro, Wahyu, dan Nico sudah mendapatkan belasan poin. Selisih poin mereka satu sama lain juga tidak begitu jauh.
"Sial! Ini tidak mungkin! Kenapa bolanya susah sekali dimasukkan!?"
Merlin merasa frustasi. Poin yang ia peroleh saat ini sangat sedikit. Bahkan jumlahnya tidak sampai lima. Kekalahan ini melukai harga dirinya sebagai Kesatria Kegelapan.
"Sialan, mereka pasti curang." Merlin menolak kenyataan. Dia melotot ke arah tiga temannya yang berjejer di samping kanannya.
"Hahahahaha." Merlin tertawa jahat. Ia mengambil bola basket lalu melempar ke arah temannya yang paling dekat, yaitu Nico.
*BUK!*
"Agh!"
Nico terjatuh karena bola basket menghantam kepalanya. Aksi Merlin tidak berhenti sampai di situ, ia mengambil bola basket lagi lalu melemparnya ke arah Wahyu.
*BUK!*
"Adaw!" Wahyu terjatuh.
Merlin masih belum berhenti. Ia mengambil bola basket lagi lalu melempar ke arah temannya yang paling ujung, yaitu Riro.
*BUK!*
"Aduh!"
Riro terjatuh setelah dihantam bola basket. Keberuntungan Merlin memang luar biasa. Padahal jarak Riro sangat jauh namun ia bisa mengenainya. Padahal ring basket Merlin jaraknya lebih dekat, tapi Merlin kesulitan memasukkan bola ke dalam sana.
"Sialan ...." Wahyu berdiri sambil mengelus kepalanya. Ia kesal, tidak menyangka Merlin akan bermain licik seperti itu.
"Akan kubalas anak itu." Wahyu melotot, tangannya sudah memegang bola basket.
"Aku kecewa padamu Wahyu. Padahal kau rivalku dalam bermain game. Tapi kau malah bermain licik seperti ini."
"Hah?" Wahyu menoleh ke arah Riro.
*BUK!*
Lagi-lagi kepala Wahyu dihantam bola basket. Namun kali ini Riro yang menyerangnya, bukan Merlin.
"Hei tunggu! Bukan–"
*BUK!*
Wahyu terhantam bola basket lagi.
Merlin memang kurang ajar. Riro jadi salah paham gara-gara dia.
Setelah celeng sejenak, Wahyu pun bangkit dan membalas serangan Riro.
"Baiklah jika ini yang kau mau!"
*BUK*
Wahyu menyerang Riro dengan bola basket. Karena kekuatan Yanghir yang tersegel sepenuhnya, serangan itu membuat Riro pusing dan kesakitan.
"Merlin, sialan kau. Jika kau memang kesatria kegelapan, maka bertandinglah secara adil!" seru Nico.
"Aku tidak ingin mendengar itu dari orang yang melakukan kecurangan." Merlin tersenyum jahat layaknya pendendam yang berhasil mencapai tujuannya.
*BUK!*
Kepala Merlin terhantam bola basket. Namun bola tersebut tidak membuatnya jatuh.
"Hahahahaha! Aku sudah menduga kau akan melakukan itu Nico!" Merlin tersenyum lebar. Dia senang karena sudah menggunakan Hardening Skin duluan sebelum Nico menyerang.
*BUK!*
"OUCH!"
Kali ini bagian burung Merlin yang dihantam bola basket. Dia belum bisa menggunakan Hardening Skin pada bagian vital itu, jadi dampak serangan Nico tidak main-main.
"Sialan ... kemaluan ... kegelapan ... ku ...." Merlin berusaha bertahan hidup. Dia merasa nyawanya akan melayang sebentar lagi.
"Hahaha. Rasakan itu."
Nico merasa puas. Namun tiba-tiba bola basket mengenai kepalanya.
*BUK!*
"Sialan! Apalagi ini!?"
Nico menoleh ke kanan. Di sana ia melihat Riro dan Wahyu yang saling melempar bola basket.
"Ternyata kalian juga!"
Nico pun mengambil bola basket, lalu melempar bola tesebut ke arah Wahyu dan Riro.
Pertempuran tiga remaja itupun terjadi. Sedangkan yang menjadi penyebab semua ini malah terkapar sambil memegang burungnya. Jika ini anime comedy, pasti roh Merlin sudah keluar lewat mulutnya.
"M-Mereka ... lagi ngapain?" Maya bertanya-tanya dengan situasi di depannya. Nalia dan Lina juga demikian.
Mereka kebingungan dengan para lelaki yang saling melempar bola basket dengan penuh rasa dendam.