Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Seal The Witch's Magic

🇮🇩Raya111
--
chs / week
--
NOT RATINGS
24.4k
Views
Synopsis
Cerita ini hanyalah fiksi/fiktif(tidak nyata) Blurb: Riro dan Nalia. Mereka berdua adalah Yinhir dan Yanghir, penyihir dengan kekuatan istimewa yang berbahaya. Kesamaan di antara mereka membuat Riro dan Nalia menjadi dekat. Setelah melalui serangkaian peristiwa, keduanya harus menghadapi organisasi yang mengincar mereka, yaitu Red Goat.
VIEW MORE

Chapter 1 - Ch. 1 - Pertemuan

Langit malam terlihat indah karena banyak bintang yang menghiasinya. Namun, kota di bawahnya terlihat menyeramkan karena banyak bangunan hancur dan kobaran api di mana-mana.

Ada banyak mayat di tempat ini.

Namun, banyak juga orang yang masih hidup.

Salah satu yang masih bernyawa adalah seorang pemuda bernama Riro yang kini sedang berdiri dengan penuh luka.

"Tidak ... tidak ... tidak ...!"

Riro tercengang dengan apa yang dia lihat. Gadis berambut merah itu terbaring lemas dengan lumuran darah di dadanya.

Riro pun berlari dan duduk di samping gadis itu. Kemudian dia mengangkat tubuhnya dengan lengan kanan.

"Jangan mati, Nalia!"

Riro menangis. Raut wajahnya memperlihat rasa khawatir dan kesedihan. Pipinya basah dan tetesan air matanya jatuh ke pipi Nalia.

"Jika kau mati ... aku tidak yakin bisa melanjutkan hidupku. Kumohon ... jangan tinggalkan aku. Kita harus hidup bahagia bersama-sama!"

Dengan tangan kanannya, Nalia menyentuh pipi lelaki berambut coklat itu dan menghapus air matanya

Gadis itu juga meneteskan air mata, sama seperti Riro. Dia juga merasa sedih karena hidupnya mungkin tidak lama lagi. Namun, dia berusaha sekuat mungkin untuk tersenyum.

"Mungkin, ini berat untukmu ... tapi kau harus merelakan aku. Dengan luka separah ini, tidak mungkin aku selamat."

"Tidak ...! Jangan berkata begitu! Kau harus hidup! Berjuanglah! Jangan menyerah!"

"Maaf ...."

Lengan gadis itu kehilangan tenaga. Dia tidak lagi menyentuh pipi Riro. Sorot mata Nalia terlihat kosong dan nafasnya terhenti.

Saat itu, Riro merasakan kesedihan dan rasa sakit yang luar biasa di hatinya.

"Tidak ... tidak ... TIDAAAAAAKKKKKKK!!!!"

Malam itu, seorang lelaki memeluk mayat gadis yang dicintainya sambil menangis.

....

Kembali ke masa lalu, sebelum peristiwa itu terjadi.

"Hoi, Riro, bangun!"

Riro yang sedang tidur dibangunkan dengan pukulan LKS dari Pak Guru. Secara spontan lelaki itupun langsung terbangun dan kaget melihat wajah gurunya.

Teman-teman disekitarnya pun tertawa terbahak-bahak karena reaksi Riro. Riro menanggapinya dengan garuk-garuk kepala dan meminta maaf sambil tersenyum canggung.

"Apa kau mendengar apa yang bapak jelaskan tadi Riro?"

"Em ... itu ... anu ...." Pandangan mata Riro ke mana-mana. Dia berusaha menghindari tatapan mata gurunya.

Beberapa detik kemudian, suara pemberitahuan terdengar.

"Waktu sudah menunjukkan pukul 14.00. Jam pelajaran terakhir hari ini telah selesai. Murid-murid dipersilahkan pulang ke rumahnya masing-masing."

Setelah mendengar itu, murid-murid pun bersorak bersamaan, "HOREEEE!"

Riro merasa lega dan menatap wajah gurunya. "Hehehe, jam pelajaran sudah selesai Pak."

"Hah ... baiklah. Untuk sekarang kamu lolos Riro. Lain kali jangan ketiduran."

"Hahaha, siap Pak."

Riro pun memasukan peralatan sekolahnya ke dalam tas. Setelah itu dia menggendongnya dan berjalan keluar kelas.

Saat hampir sampai di gerbang sekolah, pundaknya ditepuk oleh seseorang.

"Oi, hari mau main PS di rumahku nggak?"

Yang bertanya adalah seorang lelaki berambut biru dengan poni yang menutupi wajah bagian kiri. Dia adalah jamet yang menjadi salah satu teman dekat Riro.

"Nggak dulu deh Wahyu. Hari ini aku mau fokus push rank. Lain kali aja deh main PS-nya." Riro menolak ajakan temannya itu.

"Oh, ya sudah."

Lelaki itupun berpisah dengan Riro setelah keluar dari gerbang sekolah. Riro belok ke kanan, sedangkan dia sebaliknya.

"Duh ... perutku lapar. Mampir dulu deh ke toko roti."

Riro memutuskan mampir dulu ke toko roti langganannya. Salah satu roti yang dijual di toko tersebut adalah roti berisi daging ayam. Riro sangat menyukainya, karena itulah dia berlangganan di toko tersebut.

Riro berharap stoknya masih ada. Roti itu sangat laku, jadi dia harus cepat.

"Aku harus cepat. Jangan sampai stok roti ayamnya habis." Riro mempercepat langkah kakinya.

Saat dia hampir sampai di tempat tujuan, tiba-tiba saja seorang pria berjaket hitam datang dari depan dan menabrak bahu kanan Riro sampai dia terjatuh.

"Aduh! Apa-apaan!?"

Riro menoleh ke belakang, dia melihat punggung orang yang menabraknya tadi. Orang itu berlari menjauhi Riro begitu saja. Bahkan dia tidak menoleh ke belakang sedikitpun.

"Sialan!" Riro mengumpat. "Setelah menabrak orang dia kabur begitu saja! Memangnya dia tidak merasakan apapun saat menabrakku apa? Menyebalkan sekali!"

Saat Riro hendak bangkit berdiri, tiba-tiba saja perhatiannya tercuri oleh buku bersampul hitam di depannya.

Riro kebingungan dan mengambil buku tersebut.

"Ini ... milik orang yang tadi 'kan?"

Riro berdiri dan melihat beberapa halaman di dalam buku tersebut. Dia terkejut setelah mengetahui isinya.

"M-Mustahil ... ini ... benar-benar ada?" Lelaki itu melebarkan matanya karena terkejut.

Riro melihat sekitar, kemudian dia menutup buku tersebut. Lelaki itu menyimpan buku hitam itu ke dalam tasnya dengan segera.

Riro pun kembali melanjutkan perjalanan. Toko rotinya sudah dekat. Dalam waktu beberapa menit akhirnya dia sampai ke tempat tujuan.

Riro pun masuk ke dalam toko tersebut dan menyapa penjualnya dengan senyuman lebar. Riro dan penjual itu berhadapan dengan etalase di tengah mereka.

"Halo Kak Yudi!"

"Oh, Riro. Habis pulang sekolah ya? Bagaimana keadaanmu?"

"Aku cukup lelah dan mengantuk, tapi aku baik-baik saja. Bagaimana denganmu Kak?"

"Hahaha. Syukurlah. Aku juga baik-baik saja kok. Silahkan pilih roti yang kau suka."

"Oke!"

Toko rotinya saat ini sedang sepi. Jadi Riro bisa membeli tanpa mengantri. Namun, lelaki itu tidak langsung membeli roti ayam, dia melihat-lihat terlebih dahulu. Barang kali ada roti baru yang menarik.

Riro tidak sendiri, ada pelanggan lain yang sedang melihat-lihat roti di dalam etalase. Pelanggan itu adalah seorang gadis berambut merah bergaya ponytail. Dia memakai baju abu-abu lengan panjang berbahan wol. Sedangkan bawahannya celana hitam panjang.

Sedangkan Riro sendiri memakai seragam SMA indonesia berjas hitam.

'Tidak ada yang menarik. Ya sudah, aku beli roti ayam saja deh,' batin Riro.

Riro pun menunjuk roti ayam favoritnya yang kini tersisa satu saja. Namun disaat yang sama, gadis berambut merah itu juga menunjuk roti yang sama.

"Aku beli yang ini. Eh?"

Mereka berdua berbicara secara bersamaan. Secara spontan mereka pun saling memandang.

Riro memandang iris mata ungu milik gadis tersebut. Sedangkan gadis itu memandang iris mata biru milik Riro.

Setelah beberapa detik mereka pun berdiri tegak dan menatap sang penjual.

"Aku duluan yang membelinya," ucap mereka bersamaan. Kedua remaja inipun saling memandang lagi. Kali ini dengan ekspresi kesal.

Kak Yudi tertawa canggung dan mencoba melerai mereka berdua.

"Sudah-sudah, kalian berbagi saja. Bayarnya patungan."

Mau tak mau mereka pun patungan dan memutuskan untuk makan roti itu berdua. Riro mengeluarkan uang dari sakunya dan membayar, gadis itu juga melakukan hal yang sama.

Keduanya akhirnya mendapatkan roti yang mereka ingin. Riro pergi keluar dengan membawa roti tersebut. Gadis berambut merah mengikuti dari belakang.

Riro dan gadis itupun duduk di bangku panjang yang terletak di depan toko, dekat pintu masuk. Setelah itu Riro membelah roti tersebut dan memberikan separuhnya ke gadis ponytail.

Mereka berdua pun makan roti bersama sambil melihat kendaraan-kendaraan yang lewat. Suasananya canggung karena mereka berdua tidak saling berbicara.

'Gadis ini terlihat dingin. Sepertinya dia bukan tipe yang mudah bergaul. Tapi ... jika diperhatikan dengan seksama, dia terlihat anggun. Wajahnya juga cantik.' Riro melirik gadis di sampingnya sambil berkomentar dalam hati.

Karena tidak nyaman dengan suasana canggung, Riro pun memutuskan untuk memulai pembicaraan.

"Namaku Riro Abinara. Namamu siapa?"

Gadis itupun menoleh, dan menjawab pertanyaan Riro.

"Namaku Nalia."