Chereads / Seal The Witch's Magic / Chapter 4 - Ch. 4 - Senyuman Jahat Itu Menghilang Begitu Saja

Chapter 4 - Ch. 4 - Senyuman Jahat Itu Menghilang Begitu Saja

"Blaze Red Armor!"

"Poison Claws Arm!"

Kabut tebal menyelemuti Raka selama beberapa waktu. Saat kabut itu menghilang, zirah merah yang mirip dengan Iron Man menutupi tubuh Raka dari leher sampai ujung kaki.

Meskipun saat ini dia berzirah, Raka tetap bisa bergerak dengan mudah termasuk gerakan lehernya.

Tubuh Bagas juga terselimuti kabut setelah ia mengucapkan nama sihirnya. Saat kabut menghilang, lengan kirinya terbalut oleh logam ungu dari ujung jari sampai siku. Logam itu seperti sarung tangan, hanya saja berbahan logam.

Raka melihat lengan kiri musuhnya. Bagian cakar lengan logam itu pasti beracun. Dari nama sihirnya saja sudah jelas.

Bagas melihat lawannya yang waspada dan terkekeh.

"Kau takut dengan benda ini?" Bagas mengangkat lengan kirinya dan menggerakkan cakar-cakar logamnya. Ekspresi wajahnya terlihat mengejek.

Provokasi itu membuat Raka kesal. Kepala pelayan itupun meluruskan kedua lengannya ke belakang. Badannya condong ke depan dan kakinya sedikit ditekuk.

Beberapa detik kemudian, api keluar dari kedua telapak tangannya, seperti pendorong roket dan pesawat jet.

Raka pun melesat ke depan. Saat tiba di depan musuh, api pendorong itu dia matikan dan tangannya melayangkan tinju.

Wajah Bagas menerima pukulan telak. Pria aneh itu langsung jatuh dan berguling-guling.

Raka tentunya belum puas. Dia menyatukan kedua pergelangan tangannya. Cahaya dari sihir api seketika muncul dari kedua telapak tangan.

"Flame Blast!"

Setelah kalimat itu terucap, pilar api biru keluar dari telapak tangannya. Ledakan besar muncul dan membakar Bagas sampai tubuhnya gosong.

"Per ... cu ... ma ...."

Bagas beregenerasi dengan cepat. Dalam hitungan detik luka-lukanya sembuh meskipun tidak sepenuhnya. Bajunya sudah tidak ada, celana terbakar namun masih tersisa sepanjang lutut.

Tampaknya, celana yang ia pakai bukan celana biasa. Lagipula, mana mungkin ada celana yang tidak hancur lebur setelah terkena serangan sedahsyat tadi?

"Baiklah ... sekarang giliranku ...." Bagas tersenyum jahat dan terkekeh.

Bagas melesat ke depan dan langsung mencakar Raka dengan lengan kanannya. Tiga goresan panjang pun terlihat pada zirah merah itu. Raka sampai terbelalak karenanya.

Bagas kembali menyerang dengan cakaran bertubi-tubi. Raka menyilangkan kedua lengannya, lalu melayangkan tendangan yang membuat Bagas terpental ke belakang.

"Cuma itu saja kemampuan–" Ucapan Raka terpotong. Tubuhnya tiba-tiba mati rasa dan kehilangan tenaga. Kini, pria itu hanya bisa tengkurap dan merasakan panas yang menyakitkan di tubuhnya.

"Hahaha! Sepertinya cakarku berhasil menggores kulitmu."

'Sial, tidak kusangka zirahku berhasil ditembus oleh cakarnya!' batin Raka. 'Ugh ... bagian dalam tubuhku panas sekali. Tubuhku juga tidak bisa digerakkan. Ini benar-benar gawat.'

Bagas memutar-mutar lengan kanannya. Kemudian dia menatap dua perempuan yang dilindungi si pelayan mati-matian.

Navia waspada, dia sudah siap bertarung demi melindungi adiknya dan pelayannya. 'Bertahanlah, Raka,' batin Navia dalam hati.

Bagas berjalan ke arah Navia. Jika dia membunuh wanita itu, pasti Nalia akan murka dan kehilangan kendali. Jika itu terjadi, maka sihir dahsyat yang dimiliki Yinhir akan keluar.

Bagas sudah tidak sabar. Sejak dulu dia penasaran sedahsyat apa kekuatan sihir yang dimiliki Yinhir. Dia sangat ingin melihatnya, dan kesempatan itu kini berada di depan mata.

Nalia dan Navia berjalan mundur ke belakang setelah melihat Bagas menghampiri mereka.

"Fire Lion Head! Fire Knives!"

Navia membuat kepala singa raksasa yang terbuat dari api. Lalu di sekitar singa api itu terdapat selusin pisau api. Navia menunggu beberapa saat hingga jarak Bagas dan Raka sudah cukup jauh. Saat itu tiba, Navia langsung menyerang musuhnya.

Pisau-pisau itu terbang dan melukai Bagas berkali-kali. Leher dan kepalanya ditembus pisau, tubuhnya tersayat-sayat, lengan kirinya terpotong.

Navia benar-benar tidak memberi ampun. Meski demikian, Bagas tetap berjalan dengan santai. Bahkan senyuman menjijikkannya tidak memudar sedikitpun.

Setelah pisau-pisau itu habis, kepala singa api membuka mulutnya lebar-lebar dan melesat ke arah Bagas. Ledakan besar pun muncul dan mengganggu ketentraman warga sekali lagi.

Kobaran api membuat suhu disekitarnya semakin panas. Beberapa detik kemudian, Bagas keluar dari kobaran api itu dengan penuh luka bakar.

Berkat sihir regenerasi yang dimilikinya, Bagas berhasil bertahan hidup. Navia sangat kesal karena pria itu sangat sulit dibunuh.

Navia meluruskan kedua lengannya, hendak mengeluarkan sihir apinya lagi. Namun Bagas tiba-tiba maju dengan kecepatan yang luar biasa. Lengan kanannya lurus, dia berniat menusuk jantung Navia.

Sekilas, Navia berpikir bahwa dirinya akan mati. Namun tanpa diduga olehnya, serangan Bagas tiba-tiba terhenti saat ujung jarinya hampir menyentuh Navia.

Navia terbelalak dan menoleh ke kanan. Tepat di samping Bagas, seorang lelaki berambut coklat berdiri dan mencengkram pergelangan tangan pria itu.

"Aku sudah menonton cukup lama. Sepertinya, ini saat yang tepat untuk bergabung."

Bagas tiba-tiba terhempas tiga puluh meter ke belakang oleh tendangan laki-laki itu. Dia menghantam jalanan sangat keras hingga tulang-tulangnya retak.

Nalia terbelalak melihatnya. Remaja berambut coklat itu adalah Riro. Dia tidak menyangka akan bertemu dengannya di tempat ini.

Saat pertama kali bertemu, gadis itu mengira Riro adalah penyihir biasa dengan kemampuan di bawah rata-rata. Namun setelah melihat tendangan Riro tadi, gadis itu mengubah pemikirannya.

Bagas kembali bangkit dan meregenerasi luka-lukanya. Dia terkekeh dan berkata, "Sepertinya kau cari mati ya? Anak kecil?"

"Aku bukan anak kecil Paman. Aku punya nama. Namaku Riro Abinara," jawab Riro.

"Ya terserahlah. Tendanganmu yang tadi itu benar-benar kuat. Kau layak menjadi lawanku. Mari bertarung!"

Bagas tersenyum lebar dan maju menyerang Riro. Dia melayangkan tinju hingga puluhan kali.

Riro tidak menghindari serangan, melainkan menangkis semua pukulan itu. Dia melakukannya bukan untuk pamer, melainkan untuk melindungi dua perempuan di belakangnya.

Bagas meningkatkan kecepatan pukulannya. Namun tetap saja, Riro selalu berhasil menangkis semua serangannya dengan tangan kosong.

Mengetahui pukulannya tidak mempan, Bagas mengubah serangannya menjadi cakaran. Dia tidak mencakar Riro puluhan kali, melainkan hanya satu kali. Namun tenaga yang dikerahkan jauh lebih besar dari serangan sebelumnya.

'Mati kau!' Bagas mengayunkan tangannya secara diagonal.

Secara spontan Riro mengangkat lengan kiri. Cakaran itu berhasil mengenainya, namun luka yang dia terima diluar dugaan Bagas.

Bagas terbelalak melihat lengan lawannya. Lelaki itu hanya menerima luka gores yang mirip seperti bekas cakaran kucing.

"Apa-apaan ...?" Senyuman jahat yang selalu ia perlihatkan kini menghilang. Dia masih tidak percaya serangannya meninggalkan bekas seperti itu.

Bagas pun meluapkan emosinya.

"Bagaimana mungkin!? Mustahil seranganku selemah ini! Cakar di lengan kananku ini sangat kuat! Harusnya lenganmu sudah terpotong! Bahkan jika tidak sampai terpotong pun harusnya lenganmu tersayat dengan banyak darah yang mengalir! Kau ... kau ... siapa kau sebenernya!"

Riro menghembuskan nafasnya. Dia tersenyum dan berkata, "Hei Paman, apa kau pernah mendengar sesuatu bernama Yanghir?"