Tawa pria itu membuat dia terlihat seperti psikopat. Kesunyian di tempat ini dan gelapnya langit malam menambah kesan menyeramkan yang ada pada dirinya.
"Siapa kau? Dan apa yang kau inginkan?" Raka bertanya pada pria itu.
"Namaku Bagas Prabunagoro. Aku datang ke sini untuk menyaksikan kekuatan gadis ponytail yang ada di sana." Bagas menunjuk orang yang dimaksud, yaitu Nalia.
"Kenapa?" Raka bertanya lagi.
"Karena dia adalah seorang Yinhir. Kekuatan sihir dari Yinhir sangat luar biasa namun sulit untuk dikendalikan. Jumlah Yinhir sangat langka, dan sebagian besar dari mereka tidak bisa mengendalikan sihir mereka sendiri. Karena itulah, aku tertarik pada gadis itu, dan ingin menyaksikan seberapa hebat kekuatan sihirnya."
"Lalu, bagaimana caramu memaksa nona ini menunjukkan sihirnya?"
"Tentu saja ...." Bagas tersenyum lebar mengerikan. "... DENGAN MEMBUNUH ORANG-ORANG DI SEKITARNYA!"
Bagas berlari ke arah Raka. Setelah tiba di depan musuh, dia langsung mengayunkan pisau dagingnya secara vertikal.
Raka menghindar ke kiri dan langsung melesatkan pukulan. Namun serangan itu dihindari oleh Bagas dengan menunduk. Bagas kembali menyerang dengan pisaunya dan membuat luka garis dari samping perut sampai pundak kiri.
"Ugh!"
"AHAHAHAHAHA!" Bagas tertawa terbahak-bahak setelah melihat lawannya terluka.
Sebagai orang yang melayani dan menjaga Keluarga Mawar Merah, tentu saja Raka tidak semudah itu dikalahkan. Apalagi dia adalah kepala pelayan dari keluarga penyihir yang sangat hebat.
"Magic Item: Crimson Great Sword!"
Raka meluruskan lengan kanannya ke depan dengan telapak tangan yang menghadap ke bawah. Lingkaran sihir pun muncul di daratan ketika nama sihirnya selesai diucapkan.
Sebuah pedang besar berbilah merah tua keluar dari lingkaran itu. Mulai dari ujung gagang sampai ujung bilah pedang. Panjang pedang itu mencapai 160cm.
"Menyerahlah selagi aku masih memberimu kesempatan," ucap Raka pada musuhnya.
"Pffft ... menyerah kau bilang? Lucu sekali! Kau pikir pedang besarmu itu akan membuatku takut? Tentu saja tidak bodoh! Hahahahaha!"
Bagas lagi-lagi tertawa. Baginya, sikap arogan Raka dan kalimat yang dia ucapkan benar-benar lucu. Ini membuat Bagas tidak sabar merusak kepercayaan diri kepala pelayan itu.
"Mari kita lihat sekuat apa dirimu dengan senjata itu." Bagas menjilat bibirnya.
Tanpa basa-basi lagi, Raka pun melompat maju dan menyerang musuh dengan ayunan pedang vertikal.
Hantaman dari pedang itu membuat daratan rusak hingga membentuk kawah kecil seluas empat meter. Asap dari dampak serangan menyebar ke mana-mana.
Raka menoleh ke kiri. Dia melihat senyuman lebar musuhnya yang berdiri di luar area yang hancur.
"Cih." Raka menggenggam erat gagang pedangnya. Dia kembali menyerang lawannya dengan gerakan yang sangat cepat.
Bagas menangkis dan menghindari setiap serangan yang dilancarkan oleh Raka. Bahkan dia melakukannya sambil tersenyum lebar.
Beberapa kali Bagas tersayat oleh pedang merah tua itu. Namun anehnya dia tidak terlihat kesakitan sama sekali.
"Beraninya kau meremehkanku."
Raka melompat mundur dan meluruskan pedangnya ke arah Bagas. Bilah pedangnya seketika berubah warna menjadi kuning dan terbungkus oleh api.
"Flame Smash!"
Raka mengayunkan pedangnya dan menghantam daratan hingga menimbulkan ledakan api sejauh sepuluh meter ke depan.
Jalanan yang terhantam sihir tadi kini telah hancur dan terhiasi oleh kobaran api.
Asap tebal menghalangi pandangan. Namun beberapa detik kemudian asap itu menghilang dan memperlihatkan musuhnya yang berlumuran darah.
Bagas tertawa cekikikan. Tingkah lakunya membuat Raka merasa heran.
"Apanya yang lucu?"
"Aku hanya senang karena kepala pelayan Keluarga Mawar Merah lebih kuat dari yang kuduga. Ini menyenangkan sekali." Bagas masih mempertahankan senyumannya.
"Kau benar-benar orang yang aneh. Sebaiknya aku segera membunuhmu agar tidak menimbulkan banyak masalah."
"Sepertinya ... kau yakin sekali akan menang dalam pertarungan ini."
"Tentu saja. Lagipula tubuhmu sudah terluka separah itu. Jadi peluangku untuk menang meningkat drastis."
"Oh ya ...?"
Tubuh Bagas tiba-tiba diselimuti oleh kabut putih selama beberapa detik. Begitu kabut itu menghilang, luka-luka yang diterima Bagas hilang begitu saja.
Raka mendecakkan lidahnya. Pria itu kesal karena menghadapi lawan yang memiliki sihir regenerasi. Baginya, lawan seperti ini sangat merepotkan.
"Baiklah ... mari kita bertarung lagi di ronde kedua, Tuan Pelayan." Raka menjilat bibirnya.
....
"AHHH!!! Menyebalkan!"
Riro membuat gerakan seakan ingin membanting HP. Saat ini dia sangat marah dan ingin melempar gadgetnya itu ke tembok sampai hancur. Tapi tentu saja dia tidak akan melakukannya karena dia bukan seorang sultan.
Riro membuang nafas dan kembali duduk di sofanya. Dia menggaruk-garuk kepala beberapa kali, setelah itu meletakkan HPnya di atas meja.
Riro berbaring dengan menjadikan kedua lengan sebagai bantal. Kedua kakinya ditekuk, lalu salah satunya diletakkan di atas lutut kaki yang lain. Matanya memandang langit-langit. Dia berusaha melepas stress akibat lose streak beberapa waktu yang lalu.
"Sudah jam sembilan ya .... Lama juga aku mainnya," ucapnya setelah melihat jam dinding.
"Mumpung warung masih buka, beli es krim deh."
Riro beranjak dari sofanya dan pergi ke kamar untuk mengambil uang. Setelah itu dia pergi keluar rumah dan berjalan menuju warung.
Riro membutuhkan waktu sepuluh menit untuk sampai ke warung yang menjual es krim.
"Es krim coklat memang yang terbaik." Riro menikmati es krimnya sambil duduk di meja kayu yang terletak di depan warung.
"Huaaaa!!!"
Seorang pria berkaos putih dengan celana pendek lari melewati Riro. Pria itu memiliki rambut merah mohawk. Wajahnya terlihat sangat ketakutan.
"Ada apa sih?" Riro merasa heran.
Tak lama kemudian, Riro dikejutkan dengan suara ledakan yang besar. Beberapa orang di sekitar sini pun ketakutan dan pulang ke rumahnya masing-masing. Hanya Riro dan si penjaga warung saja yang masih santai di tempat ini.
"Suara ledakan tadi mengejutkan ya," kata si penjaga warung.
"Iya Om."
Riro langsung menghabiskan es krimnya yang tersisa. Kemudian dia berdiri dan berjalan ke sumber suara ledakan.
....
Setelah Bagas beregenerasi, Raka kembali bertukar serangan dengannya. Sudah beberapa menit terlewati, namun belum ada satupun yang tumbang dalam pertarungan ini.
Raka sudah mendapatkan banyak luka. Meskipun dia berhasil membuat Bagas terluka parah untuk yang kedua kalinya, penjahat gila itu kembali beregenerasi dan tetap melanjutkan pertarungan.
"Ya ampun. Lagi-lagi kau beregenerasi."
"Bagaimana kepala pelayan? Apakah kau masih yakin bisa menang melawanku?"
"Tentu saja. Lagipula aku masih belum mengeluarkan seluruh kemampuanku."
"HAHAHAHAHAHA! BAGUS! Aku juga sama. Nah, daripada membuang waktu lebih banyak lagi, bagaimana jika kita mengerahkan seluruh kemampuan kita sekarang?"
"Baiklah. Aku setuju." Raka tersenyum.
Sejak Raka bertarung dan terluka, Navia tidak ikut membantu. Hal itu membuat Nalia merasa heran.
"Kak Navia, mengapa kakak tidak membantu Raka? Bukankah kakak sebenarnya lebih hebat darinya?"
"Percayalah pada kepala pelayan kita. Aku yakin dia akan menang melawan pria aneh itu. Jika dia sudah tidak mampu, aku akan turun tangan membantunya."
Raka dan Bagas bersiap untuk saling menyerang. Sebelum pertarungan ronde kedua dimulai, mereka berdua mengucapkan mantra sihir.