"Kamu?"
"Kita bisa bicara?"
***
Hanya berdua, iya, Kirana menuruti permintaan Arlan tanpa ragu. Ia yakin bahwa setiap manusia pasti memiliki niat untuk berubah. Hanya saja matanya tak mampu berbohong, sampai kini Kirana tak berani menatap pada sepasang bola mata yang menurutnya amat mengerikan tersebut.
"Bicara apa?" tanya Kirana setelah duduk di hamparan rumput taman dekat rumahnya.
Hela napas terdengar begitu pilu. "Aku yakin kamu telah mengetahui semua fakta tentangku," ucapnya.
Kirana masih diam. Ia tidak ingin pembicaraan ini terkesan berbelit.
"Bahkan tentang siapa diriku dan semuanya. Aku yakin kamu tidak akan pernah mau memaafkanku, Ki."
"Cih!" Kirana mendecih dengan setelahnya tersenyum sinis. "Lelaki tak beradab seperti ini masih mau datang untuk meminta maaf? Basi!"
Bukankah Kirana sudah mengatakan ikhlas? Iya, Kirana sudah ikhlas, tetapi bukan berarti emosinya tetap tertahan saat melihat secara langsung lelaki yang membuatnya hampir depresi.