"Ini saja nona?" Collin sudah berhenti menulis. Anne selalu takjub dengan kemampuan Collin.
"Iya, seperti itu saja. Tolong bacakan apa yang sudah kamu tulis Collin." Ia meminta Collin membaca bukan karena mempertanyakan kemampuan dan kesetiaan Collin, melainkan karena ia sendiri ingin belajar agar suatu hari nanti ia bisa menulis surat sebaik Collin.
"Baik. Tolong segel surat-surat itu dengan cap keluarga Voinn. Tidak perlu mengirimkan surat-surat ini. Aku sendiri yang akan memberikannya kepada mereka besok ketika upacara sudah selesai."
Berbeda dengan Luke, Collin memiliki cap keluarga Voinn. Ini adalah karena ia lah yang mengurus semua bisnis ayahnya ketika ayahnya sedang tidak ada di Terra.
"Baik nona." Collin pergi mengambil cap nya dan setelah selesai menyegel surat-surat itu ia kembali lagi ke kamar Anne.
"Ini nona, saya sudah menyegelnya."
"Baik, terima kasih banyak Collin. Kamu bisa menaruhnya di meja dan pergi untuk beristirahat."
"Baik, sama-sama nona." Collin pergi dari kamarnya dengan perlahan.
"Hilda, besok tolong bawakan surat-surat itu untukku." Ia memang berniat tidak membawa semua pelayannya besok, Hilda saja sudah akan cukup.
"Baik nona." Hilda menjawab singkat.
"Aku akan tidur sekarang. Kalian boleh kembali ke kamar kalian. Hari ini Lucy saja yang berjaga di kamar sebelah."
Ia sebenarnya sudah mulai terbiasa tidur sendiri, tetapi terkadang ia akan terbangun di malam hari. Beberapa kali ia terjatuh walau hanya ingin pergi ke kamar mandi, ini karena ia masih belum terbiasa dengan kamarnya di kastil ini.
Sejak saat itu, Lucy selalu menemaninya dan tidur di kamar yang ada di sebelah kamar Anne. Tetapi sekarang karena ia sudah memiliki tiga pelayan, mereka bisa bergiliran menjaganya setiap malam. Nanny juga pasti sudah menjelaskan kepada Hilda dan Nana.
"Selamat malam nona." Mereka mematikan lampu, memeriksa jendela, dan menutup tirai, sebelum akhirnya memberi salam dan keluar dari kamar.
--
"Nona, kalung ini tidak cocok dengan gaun yang sudah kami siapkan, bagaimana bila menggantinya dengan yang lain saja?" Nana bertanya sambil menata rambut Anne. Nana yakin kemarin malam kalung ini berwarna biru tua. Apa ia salah ingat?
"Iya nona, masih ada perhiasan lain miliki duchess di kastil ini." Lucy sangat bersemangat ingin mendandani Anne.
"Gaunku berwarna putih, jadi pasti akan cocok dengan perhiasan apapun." Anne merasa kalungnya cocok-cocok saja dengan gaunnya. Lagi pula ia memang tidak ingin terlalu menarik perhatian.
"Bukan begitu nona, untuk acara sebesar ini anda harus menggunakan perhiasan yang lebih mewah! Dengan begitu nona tidak akan diremehkan oleh bangsawan lain." Lucy menjelaskan dengan bersemangat.
"Tidak. Aku tidak ingin terlihat berlebihan."
"Iya, lebih baik nona tidak terlihat sombong atau menggunakan perhiasan mewah ketika rakyat Verdant sedang kesulitan." Nanny setuju dengan Anne, tidak akan baik bila menunjukkan kemewahan di saat-saat seperti ini. Terlebih lagi mereka ingin meminta bantuan dari bangsawan lainnya.
"Baik …." Lucy akhirnya menyerah. Ia tidak ingin melawan Anne, hanya saja ini adalah pertama kalinya Anne akan muncul di acara resmi di hadapan bangsawan lainnya. Ia hanya ingin menunjukkan bahwa keluarga Voinn tidak boleh direndahkan.
"Aku hanya ingin terlihat lebih dewasa. Bagaimana penampilanku?" Anne berdiri dan bertanya kepada Nanny dan pelayannya.
"Sangat cantik nona!!" Lucy mengacungkan kedua jempolnya.
"Tentu saja! Nona pasti membuat bangsawan lain iri."
"Ah aku bukan minta pujian kalian …." Anne hanya ingin memastikan bahwa ia sudah siap, mereka sangat berlebihan.
--
" … dan ketika Kaisar Pitrus memanggil nama nona, silahkan berjalan perlahan ke sebelah sini. Siapa yang akan menuntun nona ke depan? Biasanya hanya yang dipanggil yang maju, tetapi kaisar mengizinkan karena kondisi nona."
Ketika sampai Anne sudah langsung disambut oleh ajudan kaisar. Sepertinya namanya Berto? Bertold? Anne tidak yakin, ia tidak mendengarkan dengan baik tadi. Sejak turun dari kereta Anne terpesona dengan pemandangan taman yang ada di depan istana utama. Walau samar-samar, Ia juga bisa melihat istana yang begitu berkilau, sepertinya banyak dihias dengan emas.
"Saya yang akan menuntun Anne ke depan altar." Chris menjawab.
"Nanti ketika sudah mengantarkan ke depan, anda bisa kembali ke tempat duduk yang disediakan. Setelah penobatan selesai, barulah anda bisa menuntun nona Anne kembali …." Anne sudah bosan dari tadi mendengar ajudan itu terus membicarakan hal yang sudah dijelaskan di surat pemberitahuan.
"Ini adalah tempat duduk kalian selama acara berlangsung. Bila membutuhkan sesuatu, kalian bisa mengatakannya kepada pelayan yang ada di ruangan ini. Upacara akan dimulai ketika terompet ditiup, tanda bahwa kaisar sudah tiba."
Akhirnya ia bisa masuk ke aula tempat penobatan akan dilakukan. Anne sudah mulai pegal berjalan dari depan istana, sepertinya ia harus melatih staminanya.
"Anne!" Hera berlari menghampiri Anne dan yang lainnya.
"Selamat siang yang mulia." Mereka berdiri memberi salam, menyambut kedatangan Hera.
"Hehe, kamu sangat cantik hari ini Anne! Apa kamu gugup?" Kelihatannya Hera lebih bersemangat dibandingkan dirinya.
"Em, sedikit?" Anne menjawab canggung.
"Aku dan kakakku akan duduk di seberang sana. Sedangkan Ayah, ibu, dan Kak Arthur akan duduk di depan. Tidak perlu gugup ketika ada di depan, anggap saja tidak ada orang di belakangmu."
"Iya, terima kasih. Bahkan sekarang saja aku tidak akan berani melihat seberapa banyak orang yang datang."
"Tidak usah menghiraukan mereka nona, fokus saja kepada yang ada di depan." Nanny tidak ingin Anne menjadi gugup dan melupakan semua naskahnya. Entah mengapa hari ini sangat ramai yang datang. Sepertinya mereka semua sangat penasaran dengan Anne.
"Hahaha, mereka tidak akan berani macam-macam di acara resmi seperti ini." Hera yakin mereka pasti sedang membicarakan kecantikan Anne.
"Hai, hallo Anne. Sudah lama kita tidak berjumpa. Maaf aku tidak bisa mengunjungimu selama ini." Parlo dengan gugup menghampiri Anne ketika tiba di aula. Sudah berkali-kali ia meminta ingin mengunjungi Anne bersama Hera, tetapi ia sibuk dengan kelas-kelasnya.
"Selamat siang yang mulia. Anda tidak perlu memikirkan hal itu, saya sudah baik-baik saja sekarang."
"Baguslah kalau begitu. Ah, ayah sudah berjalan masuk. Ayo Hera, kita harus kembali." Parlo sudah akan berjalan pergi ketika Anne memanggil.
"Oh ya kak, tolong tunggu sebentar. Hilda, tolong berikan surat untuk Kak Parlo yang sudah kusiapkan semalam, dengan amplop kuning."
Anne baru ingat dengan suratnya dan sebelum Parlo kembali ke tempat duduknya, ia segera menahannya. Hilda segera memberikan surat yang ia bawa kepada Parlo. Hilda memang tidak bisa membaca, sehingga Anne sengaja membedakan warna amplopnya.
"Terima kasih, akan kubaca nanti." Parlo kembali ke tempat duduknya dengan girang.
Tett Tett Tett
Suara terompet bergema di dalam gedung, menandakan sang kaisar yang sudah tiba. Ketika suara terompet itu berhenti, Kaisar Pitrus, Permaisuri Larra dan Putra Mahkota Artur pun duduk di tahta mereka.
'Hmm, apakah Kak Rein tidak hadir hari ini? Padahal aku ingin memberikan surat balasannya.'
"Apa Kak Rein tidak datang kak?" Anne berbisik kepada Kak Chris yang duduk di sebelahnya.
"Oh dia datang. Itu disana ia duduk di sebelah Pangeran Parlo. Ia sudah datang dan duduk sejak Hera datang."
"Hmm, terima kasih kak." Anne sedikit kecewa Kak Rein tidak menghampirinya seperti Hera. Memang seharusnya ia yang pergi menyapa keluarga kerajaan, tetapi karena Hera sudah menghampirinya duluan, ia tidak bisa meninggalkannya.
'Aku akan memberikan suratnya ketika upacara sudah selesai saja kalau begitu.'
--