Chapter 23 - 23.

"Sepertinya kamu sangat dekat dengan pengawal-pengawalmu, baik Hans ataupun Kent." Rein sudah memperhatikan sejak pertemuan pertama mereka. Ia bingung melihat para pengawal Anne yang sangat santai di depan nona yang mereka layani.

"Mereka adalah orang-orang yang sangat spesial bagiku. Mereka sangat setia dan bahkan bersedia mengorbankan nyawa mereka untuk melindungiku. Aku sudah banyak menemui pelayan yang tidak tulus melayaniku, sehingga aku dengan mudah membedakannya."

Pelayan dan pengawal Anne sudah sering berganti-ganti. Mereka tidak tahu bahwa walaupun penglihatan Anne buruk, ia memiliki pendengaran yang sangat tajam. Seringkali Anne memergoki mereka diam-diam membicarakan dirinya.

Rein tidak menyangka bahwa Anne bisa sangat tegas mengenai bawahannya. Ia selalu melihat Anne sebagai anak yang rapuh dan bisa pecah kapan saja, tetapi sepertinya ia salah.

"Aku sudah menganggap mereka seperti keluargaku sendiri, karena mereka yang selalu ada kemanapun aku pergi. Dan kebetulan mereka sangat berbakat dalam berpedang! Hahaha."

Baguslah Hans berjalan sedikit jauh dari mereka, bila Hans mendengar ini ia pasti akan sangat senang. Anne sangat bangga memiliki pengawal seperti mereka, yang selalu rajin berlatih di waktu senggang. Anne tahu mereka sangat serius mengenai keselamatannya.

--

"Taman ini sangat indah dan terawat dengan baik."Rein dan Anne berjalan santai sambil menikmati pemandangan di taman. Sedangkan Hera sudah berlarian bermain dengan pelayan dan pengawalnya. Anne sedikit menyesal tidak mengepang rambutnya, yang sekarang berantakan karena tertiup angin.

"Ibu sangat suka dengan bunga, ia selalu memperhatikan semua taman di setiap Kastil Voinn. Walaupun kastil ini lebih kecil dibandingkan yang lain, Kastil Yunne memiliki taman yang paling besar." Anne menjelaskan dengan bangga. Walaupun ia tida bisa melihat dengan jelas, ia bisa melihat gradasi warna biru muda hingga putih di taman tersebut.

Anne yakin taman disini bahkan lebih indah dari taman-taman yang ada di istana, karena ibunya sendiri yang mengatur dan memikirkannya dengan seksama. Ia masih ingat Collin mengatakan bahwa duchess memerintahkannya untuk merawat taman ini dengan seksama.

"Bahkan pemilihan bunga yang ditanam sudah sangat dipikirkan, dan menciptakan keharmonisan yang indah." Rein sangat terkesima memandang hamparan bunga dihadapannya.

"Collin mengatakan bahwa ketika musim panas, taman ini akan memberikan nuansa yang sangat berbeda. Ibu telah menata dan menggabungkan bunga yang bermekaran pada musim yang berbeda, sehingga akan menciptakan pemandangan yang berbeda di tiap musim."

"Duchess Voinn adalah wanita yang luar biasa. Aku bisa melihat bahwa semua orang menyayangi dan mengagumi duchess."

Mata Anne menjadi berkaca-kaca mengingat ibunya. Betapa ia merindukan sentuhan hangat dan nyanyian merdu ibunya. Anne menundukkan kepala, berharap Rein tidak melihatnya bersedih lagi.

Rein berlutut dan memeluk Anne, ia tahu Anne bukan anak yang lemah, dan ia akan membantu Anne melewati semua ini sebisanya.

'Ada apa nona?" Hans segera datang ketika melihat Rein memeluk Anne.

"Aku tidak apa-apa kak! A-aku hanya …." Anne sudah bertekad tidak akan bersedih lagi, ia tahu ibunya juga pasti tidak ingin melihatnya terus bersedih.

"Walaupun duchess sudah tidak lagi bersama kita, aku yakin ia tidak memiliki penyesalan yang tertinggal. Ia sudah melakukan yang terbaik dan bahagia selama hidupnya. Biarkan ibumu pergi dengan damai Anne."

"ANNE!! Ada apa kak! Anne terjatuh? Apa yang kakak lakukan kepada temanku!" Hera kaget melihat Anne yang menangis di pelukan kakaknya. Ketika menyadari mereka berhenti berjalan, ia segera berlari kembali dan menemukan Anne sudah menangis.

"Terima kasih Kak Rein, Hera, aku sudah merasa lebih baik sekarang." Anne menghapus air matanya dan tersenyum kepada Hera dan Rein. Ia sangat malu

"Ayo Anne, lebih baik kamu beristirahat di gazebo saja." Rein menghapus air mata Anne dengan sapu tangannya dan menuntun Anne untuk duduk di gazebo terdekat. Rein juga meminta para pelayan membawakan teh hangat untuk mereka.

--

"Nona, ini saya bawakan mantelnya." Nanny datang dan membantu Anne menggunakan mantelnya.

"Terima kasih Nanny." Anne menjawab pelan.

"Bagaimana Anne, kamu sudah merasa lebih baik? Kalau temanku satu-satunya terus bersedih seperti ini, dengan siapa aku harus bermain?" Hera menemani Anne duduk dan menikmati teh bersama.

"Iya tenang saja Hera. Hehe …." Anne tersenyum tipis.

"Jangan salahkan Anne kamu tidak memiliki teman lain," kata Rein meledek.

"Hmm, mengapa Hera tidak memiliki teman? Bukankah semua orang pasti sangat senang berteman dengan seorang putri?"

"Itu ..., aku memang tidak bisa bergaul dengan para perempuan. Tidak usah dipikirkan Anne."

"Hera tidak pernah lagi diundang ke acara minum teh para bangsawan sejak ia membuat masalah." Rein menjelaskan secara singkat.

"Aku juga tidak ingin pergi ke acara membosankan seperti itu. Aku lebih senang berlatih pedang! Aku bahkan lebih pandai berpedang dibandingkan Kak Parlo, HAHAHA." Hera berdiri dan tertawa dengan bangga.

"Hihi," Anne tertawa kecil mendengar Hera.

"Hmm? Kamu masih belum memasukkan sihirmu ke dalam kalung pemberianku?" Rein memperhatikan kalung yang dikenakan Anne.

"Ah, ehm. Aku masih belum bisa memasukkan sihirku kedalamnya."

"Kak Chris juga tidak mengetahui caranya?"

"Sepertinya bisa, tetapi aku selalu lupa untuk menanyakannya."

"Hmm, boleh kucoba masukkan sihirku?"

"Tentu saja, silahkan kak." Anne mengeluarkan kalungnya, tetapi karena tidak bisa melepaskannya, ia menjulurkannya kearah Rein.

"Ehm," Rein mendekat kearah Anne dengan canggung. Ia tidak pernah sedekat ini dengan seorang perempuan selain keluarganya.

Sebenarnya ia juga tidak tahu apakah akan berhasil atau tidak, tetapi tidak ada salahnya mencoba. Ia mencoba mengalirkan energi sihir dalam tubuhnya ke dalam batu permata tersebut. Permata yang tadinya berwarna biru tua berubah menjadi biru muda, tetapi tidak lama kemudian kembali menjadi biru tua.

"Hmm, sepertinya gagal. Aku ingat penyihir yang menjualnya mengatakan bahwa permatanya akan tetap berwarna biru muda, tetapi permata ini kembali menjadi biru tua." Rein masih bingung apakah berhasil atau tidak. Ia kembali mencoba, tetapi hasilnya sama saja.

"Sihir yang sudah dimasukkan hanya bisa dikeluarkan oleh orang yang menggunakan kalung tersebut. Anne, cobalah keluarkan sihirnya." Rein bisa merasakan bahwa sihirnya berhasil masuk ke dalam kalung tersebut, jadi mungkin akan bisa dikeluarkan.

"Bagaimana cara mengeluarkannya?"

"Ya ampun, maafkan aku. Aku bahkan belum memberitahumu bagaimana cara menggunakannya, hahaha. Kamu tinggal menggosok permatanya hingga sihirnya keluar." Rein sedikit merona karena malu. Bagaimana ia bisa melupakan hal yang sangat penting?

"Em …, apakah sebaiknya aku berdiri? Kita tidak tahu sihir itu akan keluar dalam bentuk apa."

"Iya, sini aku bantu." Rein menggenggam tangan Anne dan menuntunnya keluar dari gazebo dan berdiri di tempat terbuka.

"Baiklah, aku akan mencobanya." Anne mulai menggosok batu permata tersebut, berharap sesuatu akan terjadi. Rein menggenggam tangan Anne dengan erat, bersiap-siap bila terjadi sesuatu.

Sebuah gelembung air perlahan terbentuk dan pecah, membasahi tanah di depan mereka.

"Ah, kupikir akan sangat keren. Buu …." Hera meledek. Ia sudah bosan dari tadi menunggu.

"Jo, ayo temani aku berlatih pedang saja." Hera meminta pedangnya kepada salah satu pengawalnya dan mulai bermain tidak jauh dari mereka.

"Hei, mengapa kalian membiarkannya membawa pedang?" Rein terkejut melihat Hera membawa pedangnya. Ia pasti ingin pamer pedang barunya kepada Anne.

"Maaf yang mulia, Putri Hera mengatakan bahwa ia memerlukannya untuk melindungi diri."

"Hah, justru ia akan melukai dirinya sendiri dengan pedang itu. Berikan pedang kayu saja."

"Ah! Aku akan berhati-hati kak!"

"Tidak, cepat kembalikan atau kamu tidak boleh bermain sama sekali." Rein dengan tegas melarang Hera. Ia tidak mengerti apa yang dipikirkan ayahnya ketika memberikan Hera pedang sungguhan.

"Huh …, kakak jahat." Hera mengembalikan pedangnya sambil menggerutu. Aku kan perlu membiasakan diri dengan pedang sungguhan, bukan pedang mainan seperti ini!

Hera kembali berlatih dengan jo menggunakan pedang kayu.

"Maaf Anne, Hera memang tidak bisa dibiarkan sendiri, ia bahkan bisa menghancurkan istana dalam semalam."

"Hahaha. Pasti tidak akan membosankan bila ada Hera."

--