Kepulangan dari mengisi kajian, ustadz Daffa pergi ke danau yang cukup jauh dari pesantren, dia ingin menghilangkan rasa kekecewaannya. Terdiam seorang diri memikirkan perasaan yang membuatnya jatuh tersungkur sedalam-dalamnya, karena baru kali ini Ustadz Daffa merasakan hal seperti ini.
Ustadz Daffa adalah orang yang tidak pernah merasakan yang namanya jatuh cinta, meskipun banyak perempuan yang mendekatinya tetapi Ustadz Daffa menghiraukan mereka, sikapnya begitu dingin dan cuek. Tapi kali ini beda ketika Ziah datang ke pesantren membuat Ustadz Daffa berubah drastis, entah kenapa dengan hatinya.
"Ziah! Andai kita tidak bertemu, mungkin aku tidak akan menjamu tentang manisnya dirimu, saya mempunyai rasa terhadapmu, tapi mengapa kamu akan dijodohkan … sudah terlalu berharap pada manusia akan sakit hati," ucap Ustadz Daffa melemparkan kerikil ke danau, menghilangkan kekecewaannya.
***
Suami istri sedang bercengkrama di ruang tamu tak lupa gurauan demi gurauan jdi penggias seluruh ruangan. Kedua pasangan itu sangatlah romantis jika berada ditempat sunyi tetapi jika ditempat terbuka hanya biasa-biasa saja, mereka adalah ummah dan abah pemilik pesantren Nurul Khoir.
"Ehh, Bah. Gimana dengan perjodohan Ziah? Apakah Abah sudah menemukan laki-laki yang kelak akan menjadi suami Ziah?"
"Sudah, Ummah. Abah sudah menemukan calonnya," ucap Abah merangkak akan menempelkan kepalanya di paha Ummah.
"Siapa, Bah?" Tanya Ummah penasan memainkan celah jarinya dirambut abah.
"Abah tidak akan beri tahu siapa-siapa dulu termasuk Ummah, nanti saja kalo semua orang sudah berkumpul."
"Ih Ummah penasaran Abah, tapi ya sudah-lah nanti saja."
"Istri sholihah," ucap Abah mengelus pipi istrinya dan yang diperlakukan seperti itu hanya tersipu malu apalagi Abah sambil senyum-senyum, tidak hanya Ummah yang malu kalo dikasih senyuman oleh Abah tapi siapa saja yang melihat senyuman Abah akan kesima.
"Ih Abah udah ah," gerutunya menghempaskan tangan suaminya.
"Kenapa?" ucapnya bangun dan mendekati ummah sampai-sampai wajah mereka tak berjarak.
Ummah yang merasakan hembusan nafas Abah langsung menutupi wajahnya, tapi Abah tak akan kalah dia membuka tangan istrinya tak ada penolakan sama sekali. Kini abah melihat jelas wajah istrinya itu.
"Ummah!"
"Iiiiiiya, Abah?" deburan jantung rasa gugup dan salah tingkah membuat ummah tak kuasa berkutip apa-apa
"Cantik," satu kata saja yang abah ucapkan namun itu semakin membuat ummah gugup.
Abah semakin mendekat dan semakin mendekat menempelkan bibirnya dengan bibir Ummah, terdiam sejenak Abah yang awalnya melumat dan tidak ada pemberontakkan dari sang istri, jadi merajalela. Ups skip wkwk.
Abah kembali menatap istrinya, Ummah menunduk entah itu malu atau bagaimana.
Abah memanggil Ummah namun yang dipanggil tak kunjung menengadahkan kepalanya dan masih tetap tertunduk, mata Abah terus saja melihat pada istrinya. Tanpa Ummah sadari Abah menerbitkan senyuman jahilnya. Abah selalu gereget jika lihat istrinya malu seperti itu.
Tanpa pemberitahuan, Ummah memeluk suaminya sampai yang dipeluk akan jatuh tapi Abah sudah siapmenahan, Ummah sembunyi didada bidang suaminya itu sambil menduselkan kepalanya.
Abah mempererat pelukannya dan terciptalah rasa kasih sayang yang begitu besar diantara mereka. Beberapa menit mereka menguraikan pelukannya, Abah menangkupkan tangannya dipipi Sang istri dan mengecup keningnya penuh rasa sayang dan takut kehilangan.
"Ummah, Humairahku. Bidadari yang kelak akan bersama jannahnya, terimakasih atas selamanya. Mungkin Abah tak pandai merangkai kata-kata indah, Abah tak pandai bergombal bersuarakan cinta tapi In Syaa Alloh bisa membuat Ummah bahagia dunia dan akhirat."
Dikecup kening istrinya sangat khidmat.
"Hmm, dah lah bah jangan dramatis Ummah tau ko Abah itu gak jago romantis," ucap Ummah dengan tampan wajah biasa tanpa berdosa sama sekali, Abah yang mendengar penuturan istrinya seperti itu langsung menyentil keningnya.
"Aduh, Bah sakit. Tadi mah dicium ko malah disentil sih," ringis Ummah.
"Biarin, orang lagi serius lagi belajar mau jadi orang romantis malah diledek," gerutunya.
"Hahaha, aduh Bah ada-ada aja dah gede juga masih mau kayak anak kecil, dah ah Ummah mau ke dapur," ucapnya melangkah pergi.
"Yaelah punya istri gak ada puji-pujinya, cari lagi aja ya?" gerutunya.
"Apa,Bah? Ummah masih disini?"
"Oh nggak, Ummah cantik istri sholihah ku," terbit senyum terpaksa karena takut debat.
"Ummah!"
"Iya, Abah ada apa lagi? Ummah mau masak nih."
"Emm tolong masak yang banyak karena orang tua Ziah akan kesini, dan jangan lupa undang para Ustadz juga, nanti malam akan menjadikan perjodohan."
Ummah yang baru melangkah masuk ke dapur lari kembali menghampiri Abah.
"Ziah akan dijodohkan sama Ustadz mana, Bah? Ustadz Daffa? Ustadz Arifin? Ustadz Yusuf, Bah? tanya nya penasaran.
"Ummah sana masak! Nanti saja."
"Is Abah tinggal kasih tau punya suami gini amat aduh, atau cari yang lain aja ya?"
"Apa, Umm? Abah masih disini?" Tak lupa lirikan mata yang menyeramkan.
"Hihi biasa aja atuh Abah itu matanya kenapa? Ummah kembali ke dapur," ucap Ummah sambil menyengir kuda kembali ke dapur.
***
Dikobong para Ustadz sedang melakukan aktivitasnya masing, ada yang membaca kitabnya, ada yang membereskan bajunya, ada juga yang qiro'at dan masih banyak, namun beda dengan Ustadz Daffa dia berdiri di tengahnya jendela melihat awan yang menawan penuh dengan bintang yang jadi penghias di malam yang sempurna, tapi bagaimana dengan hatinya? Apakah ikut menawan atau masih perih?
Ketika sedang melihat gemerlapnya bintang-bintang punduk Ustadz Daffa ditepuk dan sukses menoleh.
"Ah Fin, ada apa?"
"Apakah ada masalah? hari ini kamu terlihat berbeda banyak mengasingkan diri, ada apa Daf yang sebenarnya?"
"Ah tidak Fin aku baik-baik saja, jangan khawatirkan aku," ucapnya bohong justru itu membuatnya semakin perih.
"Ya sudah, kamu siap-siap semua para Ustadz di panggil sama kyai aku duluan ya, cepat jangan berlama-lama!" titah Ustadz Arifin dan diangguki lemas oleh Ustadz Daffa.
***
Disini Ziah sedang bersiap-siap akan kerumah kyai dia memakai pakaian serba hitam tak lupa dia memakai sehelai kain yang akan menempel diwajahnya.
"Ziah udah siap?" tanya Ara tiba-tiba datang.
"Alhamdulillah sudah yuk, Ra. Kita kerumah Kyai."
"Emm, Zi aku dadakan ada hafalan dan malam ini harus disetorkan, jadi aku tidak bisa ikut."
"Emm ya sudah aku sendirian aja, lagian kobong ke rumah Kyai deket ko terus sepanjang perjalanan banyak lampu benderang jadi nggak terlalu gelap."
"Beneran nih?" Ucap Ara tak kuasa membiarkan temennya itu keluar sendirian.
"Iya bener, kamu jangan khawatir aku pamit dulu ya, Ra. Assalamu'alaikum warohmatullohi wabarokatuh," ucapnya pamit.
"Iya Zi hati-hati ya, wa'alaikumsalam warohmatullohi wabarokatuh."
Disepanjang perjalanan Ziah melantunkan sholawat yang menjadi teman kesendiriannya.
Man ana man ana, man ana laulaakum
Kaifa maa hubbukum kaifa maa ahwaakum
Maa siwaaya wa laa ghoirokum siwaakum
Laa wa man fiil mahabbah 'alayya wulaakum
Antum antum muroodii wa antum qoshdii
Laisa ahadun fiil mahabbati siwaakum 'indii
Man ana man ana, man ana laulaakum
Kaifa maa hubbukum kaifa maa ahwaakum
Man ana man ana, man ana laulaakum
Kaifa maa hubbukum kaifa maa ahwaakum
Kullamaa zaadanii fii hawaakum wajdii Qultu yaa saadatii muhjatii tafdaakum
Lau qotho'tum wariidii bihaddi maadlii
Qultu wallaahi ana fii hawaakum roodlii
Man ana man ana, man ana laulaakum
Kaifa maa hubbukum kaifa maa ahwaakum
Man ana man ana, man ana laulaakum
Kaifa maa hubbukum kaifa maa ahwaakum
Man ana man ana, man ana laulaakum
Kaifa maa hubbukum kaifa maa ahwaakum
Man ana man ana, man ana laulaakum
Kaifa maa hubbukum kaifa maa ahwaakum.