Chereads / Lantunan Cinta / Chapter 17 - BAB 16

Chapter 17 - BAB 16

Ustadz Daffa dan Ziah duduk berhadapan, meskipun duduk berhadapan kepala Ziah tetap menunduk, Ustadz Daffa hanya memandang tak mengeluarkan satu kata pun dan terciptalah rasa canggung dan keheningan yang menyapa mereka berdua, mereka bergelut dengan pikirannya masing-masing entah dari mana harus memulai topik pembicaraan.

Sudah 10 menit keheningan menyapa tapi masih tak ada yang memulai pembicaraannya. Karena lama kelamaan  berubah menjadi jenuh ustad Daffa berdehem dan sukses membuat Ziah melihat terjadilah kontrak mata diantara mereka.

"Ziah!"

"Iiiya ussstaddd?" ucapnya grogi rasanya, Ziah ingin memalingkan wajahnya namun terasa terkunci.

"Kamu akan menjadi bidadari saya, siapkah kamu menjadi istri dan sekaligus menjadi ibu dari anak-anak saya?" ucapnya tegas berwibawa namun terlihat semakin tampan. 

Ustadz Daffa ingin sekali lagi mendengar penuturan Ziah hanya Ustadz Daffa seorang diri yang mendengarnya. Rasanya ungkapan Ziah yang waktu itu di depan orang tua dan kyai masih belum terdengar sempurna di telinga Ustadz Daffa.

Perasaan Ziah berdebar tak karuan, jantungnya terus saja berdenyut, apakah dia mempunyai penyakit jantung? Ataukah ini rasa cinta? Entahlah author pun bingung dengan rasa kata cinta.

Karena tak ada jawaban, Ustadz Daffa kesal kenapa Ziahnya ini susah sekali berbicara cepat selalu saja berdiam lama.

"Ziah!" Panggil Ustadz Daffa dengan nada naik sedikit.

"Eh iya, Ustadz? Apa?" tanyanya tapi pemikirannya dan jantungnya tidak bisa dikondisikan.

"Kamu memikirkan apa Ziah? jangan-jangan kamu memikirkan saya yang akan bersanding dengan kamu di pernikahan nanti?" 

Ziah yang mendengarkan penuturan ustadz Daffa seperti itu menjadi jenuh, bawaannya males ingin rasanya menerkam Ustadz Daffa menjadikan santapan kambing dan buang jauh-jauh ruh nya. Eh eh dosa gak tuh? Wkwk

"Sudahlah ustadz jika Allah sudah menjodohkan kita akan berjodoh."

"Ciee mau ya saya jadi suami kamu?" ucap Ustadz Daffa ingin menggoda Ziah pasalnya dari tadi Ziah tak bercanda hanya keseriusan yang ada.

"Astaghfirullah siapa yang ingin jadi istri ustadz? Banyak ko laki-laki yang ingin bersama aku dan banyak ko yang ngantri jadi jangan terlalu pd," ucapnya tanpa dipikir dulu membuat muka ustadz Daffa kusut tak bergairah, rencana awalnya gagal yang ingin menggoda Ziah malah disuguhkan dengan ucapan seperti itu. Tapi bukan ustadz Daffa yang akan kalah.

"Buktinya kamu menerima saya Ziah, jika kamu bilang seperti tadi berarti kamu akan menolak saya."

Skakmat!!!

Ziah kembali terdiam semakin kesini ustad Daffa dibuat kesal karena Ziah yang selalu saja diam. Pikir ustadz Daffa, Ziah seperti tak bahagia hanya biasa-biasa saja.

"Ziah jika kamu tak bahagia dengan saya kamu tidak perlu menerima saya," ucapnya dingin.

Ziah heran, apa maksud ustadz Daffa bicara seperti itu? Siapa yang tidak bahagia? Apakah ada yang salah dengannya?

"Ustadz," cicitnya.

"Ya," jawabnya singkat padat dan jelas.

Yaelah ini kenapa jadi gini? Bukannya ustadz Daffa ketawa-ketawa ya? Ko jadi gini, batin Ziah.

"Ustadz kenapa?" tanyanya.

"Tidak."

"Ish ustadz ko jadi simple sih jawabnya, kalo aku ada yang salah bilang dong jangan gini," ucapnya kesal.

Lah ini bocah kagak nyadar atau apa sih, dia yang bikin kesal malah balik kesal, oke Daff lo harus sabar dia itu calon lo dan usianya masih labil, batin ustadz Daffa.

"Ziah calon istri ku maafkan saya jika saya buat kamu kesal, jadi bagaimana sama pertanyaan saya yang sebelumnya?" ucapnya pelan agar tak membuat Ziah kesal.

Awalnya Ziah tersipu karena ungkapan ustad Daffa pada kata 'calon istri ku' tapi setelah mendengar kata-kata ustad Daffa pada kata 'pertanyaan saya yang sebelumnya?' Ziah menjadi pusing, pikirannya tak bisa dinetralkan tak bisa berpikir dengan baik, karena lama-lama berpikir akhirnya Ziah bertanya.

"Pertanyaan yang mana ya ustadz?" tanyanya dan sukses membuat ustad Daffa geram sekali.

Andai kamu sudah halal Ziah sudah saya terkam kamu tanpa ampun, batin ustad Daffa.

"Ya Allah Ziah kamu itu dengerin saya bicarakan? apakah kamu tidak menyimaknya?" tanyanya.

"Udah lah ustadz jangan bikin aku pusing tinggal bicarakan lagi pertanyaan yang mana?" 

Rasanya gini ya kalo sama bocah, bikin kesel mulu kerjaannya, sabar Daffa sabar lo harus extra sabar ngadepin bocah ini kan suatu saat lo bakal jadi suaminya, batinnya.

"Ustadz ko malah diem?"

"Saya akan ulangi pertanyaan saya Ziah dan kamu dengerin baik," ucapnya dan Ziah termangut-mangut.

"Kamu akan menjadi bidadari saya, siapkah kamu menjadi istri dan sekaligus menjadi ibu dari anak-anak saya?" tanyanya serius.

"Oh yang pertanyaan yang itu ya, baru inget aku ustadz," ucapnya nyengir kuda tanpa dosa.

Ustadz Daffa menepuk keningnya dengan kepala, tak habis pikir dengan tingkah Ziah diseriusin malah becanda tanpa ada salah lagi. Habislah waktu diantara mereka sekitar 1.30 bercakap-cakap yang tidak bermutu.

Ustad Daffa menatap tajam, rahang yang keras semakin menambah ketampanannya, Ziah yang tadinya nyengir kuda tak jelas  jadi biasa karena sudah tahu bahwa ustad Daffa jika sudah menatap seperti itu dia sedang tidak baik-baik saja.

"Ustadz marah sama Ziah ya?" tanyanya bukannya menjawab ustadz Daffa mendekat dan saling pandang, Ziah bukan lagi gugup atau grogi malah ketakutan.

"Bagaimana dengan pertanyaan tadi? jangan bilang kamu lupa atau saya harus mengucapkan lagi," ucapnya, Ziah semakin  takut dan Ziah menelan ludahnya karena diwajah ustadz Daffa tak ada tampang bercanda.

"Atas izin Allah aku siap ustadz menjadi istri dan ibu bagi anak-anak kita," ucapnya lancar.

Kekesalan ustadz Daffa berubah menjadi senyum penuh arti, hatinya tersentuh mendengar penuturan Ziah.

"Ziah! disaat kamu mulai menginjak kelas 3 saya akan secepatnya menghalalkan kamu, siap kah kamu menikah dengan usia kamu masih muda?"

"In Syaa Allah tidak ustadz, aku siap."

"Kamu gak iri sama mereka yang masih muda menghabiskan masa mudanya dengan teman-teman sedangkan kamu harus menjadi istri?"

"In Syaa Allah ustad, aku nggak iri lebih baik ada temen hidup ko yang setiap hari selalu ada," ucapnya namun ustadz Daffa terkekeh.

"Ziah awalnya saya ingin berbicara serius dengan kamu tapi lain kali saja udah lama kita berbicara dan banyak mata pelajaran yang kamu tinggal."

"Baik ustad aku pergi dulu assalamu'alaikum warohmatullohi wabarokatuh," ucapnya menghilang dari hadapan ustad Daffa.

"Wa'alaikumsalam warohmatullohi wabarokatuh."

***

Ditaman lumayan jauh dari pesantren, tempat yang banyak disukai para santri dan santriah, ada seorang lelaki yang sedang duduk sendirian sambil senyum sendirian, jari yang ia ketukkan dipahanya seperti sedang memikirkan sesuatu.

"Duhai kamu bagaikan permata yang pernik, ingin rasanya ku genggam namun terhalang larangan tuhan, ingin memiliki tapi masih belum melapalkan ijab qobul, ingin menjadikan bidadari dunia dan akhirat tapi, mampu kah saya mengambil dirimu dari orang tuamu?" ucapnya pada diri sendiri sambil membayangkan si-dia.

Siapa dia? Ada yang tau? Yuk lanjut part berikutnya.